Aku harus ke mana?

34 16 1
                                    

Semenjak peristiwa itu, beberapa hari setelahnya aku pergi dari rumah.
Aku pergi bukan untuk berlari, apalagi bersembunyi. Melainkan untuk membuktikan bahwa aku tidak seperti bayang-bayang Mama jika tidak menjadi apa yang beliau harapkan.
Dengan modal nekat, aku pergi hanya dengan membawa tas yang berisi beberapa pakaian agar tidak terlihat mencurigakan dan uang pas untuk keperluan hidup sehari-hari sebelum mencari dan mendapatkan pemasukan tambahan yang lain. Juga tak lupa dengan motor kesayangan yang selalu menemaniku pergi ke mana-mana. Aku pergi secara diam-diam, tidak memberi tahu siapapun yang ada di rumah.
Karena aku sudah tahu apa yang akan terjadi jika aku memilih pergi dari sini secara terang-terangan, sebuah perdebatan hebat itu akan terjadi kembali.
Sebelum pergi, aku membelah sebuah celengan yang sudah lama sekali ku isi dan ku kumpulkan sedari awal memasuki Sekolah Menengah Akhir.
Aku memang tipikal orang yang akan mengeluarkan sesuatu pengeluaran ketika benar-benar butuh, dan selalu menyimpan jika tidak perlu. Maka tidak usah khawatir perihal keperluan hari ini dan seterusnya, aku sudah yakin bisa melewatinya karena aku bukanlah manusia yang senang membuang-buang sesuatu untuk yang tidak jelas unsurnya.

Sekarang, aku tinggal sendiri di sebuah Kos-kosan yang masih satu kota dengan tempat tinggalku. Sebuah Kos-kosan yang memiliki ukuran dan ruang gerak yang minimalis, namun tetap cukup.
Bahkan jika dibandingkan dengan kamarku ketika di rumah, ini benar-benar tidak seberapa.
Tapi, biarlah. Yang terpenting aku memiliki sebuah tempat pulang sementara yang menerimaku apa adanya, dari pada memiliki bangunan megah tapi untuk hadir saja aku tidak pernah dianggap keberadaannya.
Di hari pertama aku pergi, aku mengabari orang-orang yang perlu ku beritahu. Seperti Alyssa, Wisnu, dan Rian. Bahkan, meskipun setengah ragu dan bingung aku memasuki Mirzha dan Nizar ke dalam daftar list di pikiranku untuk ku beritahu.
Aku tidak yakin mereka berdua akan membalas, tapi barang kali mendengar kabar seperti ini, setidaknya mereka tetap sudi meski hanya melihat saja tanpa membalas atau pun peduli. Aku pun tidak berharap lebih tentang apa yang akan ku dapatkan nanti ketika masing-masing dari mereka sudah membaca pesan dan mengetahui apa isi pesan itu, aku hanya mengikuti apa yang hatiku katakan ketika perasaan resah mulai menjalar kepada saraf-saraf.
Baik peduli atau tidak, biarkan itu menjadi sebuah perjalanan yang memang semestinya berjalan.

***

Aku terbangun di pagi yang sangat cerah oleh sebuah ketukan keras di balik pintu, dengan penuh rasa keberatan aku beranjak dari tempat tidur untuk menghampiri sumber suara tersebut.
Setelah ku buka, ternyata Mirzha dan Nizar ada di balik sumber suara itu. Aku kebingungan, berulang-ulang kali mengucek bola mata untuk memastikan karena tidak percaya.

Bagaimana mungkin mereka bisa sampai di sini? Padahal, aku hanya memberi tahu mereka tentang kepergianku di hari itu. Bukan lokasi yang ku tempati sekarang. Atau jangan-jangan, Wisnu dipaksa Mirzha dan Nizar untuk memberi tahu mereka di mana keberadaanku sekarang? Tapi, apakah mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Ah, sialan.

Pertanyaan demi pertanyaan menghantui pikiranku, ketika menyaksikan fenomena diluar dugaan terjadi.

Ini memang harapanku, untuk mereka datang dan kembali. Tapi, mengapa secepat ini? Semesta itu cara kerjanya bagaimana, sih? Benar-benar aneh dan misterius.

"Masuk."

Aku mempersilakan mereka masuk.
Lalu mereka masuk, lantas sembari mengambil posisi tempat duduk.

"Di nyaman-nyamanin aja, ya."

Karena aku sudah mengetahui ini akan menjadi pembicaraan yang sulit dan lama sekali untuk saling mengeluarkan sepatah kata dari masing-masing, aku berinisiatif untuk mengambil beberapa makanan ringan dari lemari kecil khusus yang ku beli untuk menyimpan beberapa stok keperluan dan membuatkan kopi untuk membantu menemani mencairkan suasana. Selalu tak lupa pada yang satu ini, ya, rokok. Sudah kombinasi komplit dan terjamin sampai hingga masa apapun, bahwa ketiga elemen ini adalah anugerah Tuhan yang tercipta paling epic untuk menyatukan suasana apapun yang terjadi.

Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang