Setelah rencana dan harapan berantakan.

13 6 0
                                    

Kehidupan terus berlanjut.
Meskipun aku tahu, dunia seringkali tak pernah berpihak padaku.
Tetapi, mau bagaimana lagi, aku tetap perlu menjalani semua yang memang sudah dalam garis takdir.

Saat tengah mengambil waktu untuk diri sendiri, dengan memutuskan pergi ke tempat-tempat yang mungkin bisa membuatku sedikit reda atas perasaan yang tengah melindasku dengan tampa.
Aku termangu di kursi yang memang dikhususkan untuk seorang diri, sembari sesekali menatap kosong keadaan luar dari dalam jendela yang terpampang besar, menyekat diriku dengan dunia yang berada dibalik ruangan berbentuk kubus.
Sebuah kafe minimalis ala desain Perancis yang akhir-akhir ini kerap kali kudatangi. Untuk sejenak rehat, untuk sementara melipir dari rasa nyeri yang membuat perasaanku kembali menyepi.
Tempat ini, bukan hanya tentang suasana yang mampu membuat tenang layaknya rumah saja, tetapi karena hidangan-hidangan yang ada di dalamnya juga mampu membuat setiap orang yang mungkin memiliki selera pas, akan terus-menerus kembali hadir di sini, di tempat ini, seperti aku salah satunya.

Sejenak, aku menarik nafas dan menghelanya dengan berat.
Berusaha menyesuaikan diri agar yang sedang terjadi tidak terlalu menjungkirkan suasana nurani.
Kumainkan terus dan terus jemari tangan kiri dengan mengetuk meja berulang kali. Satu batang rokok yang tercapit di jari kanan hanya kudiamkan, seolah dibiarkan bara yang tengah panas itu merembet sampai habis tanpa kuhisap. Sembari sesekali diputar melalui sela jari-jemari.
Tiba-tiba..

*KRING* Suara bel berdentang, menandakan ada seseorang yang masuk.

Seketika, pandanganku terseret ketika mendengar bel itu berbunyi.
Menatap sekejap dan kembali ke arah pandangan semula.
Tetapi, ada yang membuatku merasakan kejanggalan saat pandanganku melintas sejenak tadi. Karena rasa penasaran kembali bergejolak, aku ingin memastikan hal apa yang membuat hati dan logikaku begitu penasaran. Sehingga selintas melihatnya saja, aku dibuat bertanya-tanya.

Setelah kembali kulihat, orang yang tadi memasuki ruangan ini bersama anak kecil dan sedang memesan menu. Namun, ada yang semakin membuat rasa penasaranku terbakar ketika melihat siluet belakangnya.
Aku seperti tidak merasakan sedikit pun keasingan ketika menatap sosok yang tengah berbalik menghadapku itu. Meskipun terkesan aneh dan tidak senonoh, aku berusaha mencuri-curi pandangan sesekali pada perempuan itu yang sedang serius memilih-milih menu yang tertera di atas papan.

Dan setelah selesai, ia berbalik.

*DER!*

Petir menyambar perasaanku tiba-tiba setelah melihat apa yang tengah kusaksikan sekarang.
Seperti mimpi, tetapi ini benar-benar terjadi. Berulang kali aku mengucek-ngucek bola mata, bahkan sesekali menampar diri untuk menyadarkan keadaan bahwa sebenarnya aku ini sedang berada di dimensi mana?

Bagaimana aku tidak merasakan seperti demikian, sebab.. Perempuan yang kutilik sedari tadi itu ternyata Alyssa. Benar-benar Alyssa. Perempuan yang 6 tahun lalu telah resmi menjabat jadi kekasihku.
2 tahun bersama kala itu, tak banyak yang berubah darinya. Dia tetap perempuan yang memiliki paras cantik dan teduh untuk dilihat.
Entah mengapa, setelah aku sadar bahwa aku sedang tidak berada dalam buaian mimpi, aku merasakan hatiku kembali mengering. Seperti sedang diterjang cuaca yang sangat terik. Rasa sakit dan perih yang kutahan sedari tadi mulai berapi-api, layaknya kayu bakar yang terkena cipratan minyak tanah lalu terik matahari yang begitu membara mampu menyalakan cahaya panas yang tadinya tidak pernah diduga.

Tanpa kembali menilik, aku menyusutkan pandangan dengan menundukan kepala ke bawah. Supaya dia tidak menyadari bahwa aku berada di sini, dengannya. Di tempat yang akan ia selami selama beberapa menit ke depan.
Bukan maksudku penuh percaya diri karena langsung menundukan diri, bukan.. Hanya saja, aku tak menginginkan perasaan itu muncul kembali. Sebab, hampir mati aku untuk mengubur semuanya.

Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang