Hari sudah petang, lonceng sekolah pun sudah berdentang. Aku langsung bergegas dan menancapkan gas untuk pergi menuju ke sekolah Alyssa.
Ketika sampai, aku langsung meneleponnya.
Namun dia menolak panggilan, mungkin sedang bersiap menyelesaikan kelas akhirnya.
Aku menunggu di depan gerbang, tapi tak lama ia menghampiri sambil berlari kecil."Hai!"
"Lama nggak nunggunya?""Nggak terlalu kok."
"Sini, pakai dulu helm. Kamu tahu polisi itu galak, bukan?""Memangnya, iya?"
"Iya dong."
"Bisa tahu galak gitu, darimana?"
"Ya karena, pengalaman."
"Apa?"
"Dulu pernah hampir kena pukul pakai senjata pamungkasnya."
"Serius? Gara-gara nggak pakai helm?"
"Iya, serius. Untung dapat point plus dari latihan bela diri."
"Apa?"
"Bisa menghindar."
"Kalo menghindar doang, aku juga bisa."
"Tapi kayaknya, pak polisi pasti nggak jadi pukul kalau tahu kamu yang nggak pakai helm."
"Kenapa?"
"Penyebabnya ada tiga, mau tahu semuanya?"
"Boleh, apa saja?"
"Pertama, kamu perempuan. Kedua, kamu masih anak-anak, dan ketiga polisi tahu kalau kamu sesuatu yang berharga buat hidup saya. Jadi, dia nggak bakal mungkin macam-macam."
"Memangnya, polisi seluruh indonesia ini tahu kamu?"
"Sudah pasti tahu, Sa. Begitu kamu naik ke sebuah kendaraan, saya langsung telepati kepada seluruh polisi di muka bumi ini untuk tidak mengganggu perjalanan kamu hingga sampai pada tujuan."
"Terus, kenapa menyuruh ku memakai helm?"
"Yah, Sa. Telepati ku mendadak hilang jika kamu sedang bersama saya."
"Ah kamu, ada melulu alasannya. Mana bawel lagi."
"Ya, kan. Kamu penyebab utama itu semua terjadi."
Alyssa hanya tertawa setelah mendengarkan kalimat terakhir yang ku keluarkan itu, tanpa menunggu aba-aba kembali ia langsung naik ke atas motor setelah ku pakaikan helm.
Lalu kami berdua pergi dari tempat tersebut.Perjalanan belum sampai setengah, tiba-tiba dia melingkarkan lengan di perut ku lalu meletakkan dagunya di bahu ku.
Dia.. memeluk ku?!
Sungguh, ini di luar ekspetasi!
Aku benar-benar terkejut, seluruh badan ku mengeluarkan dengan deras keringat dingin."Maaf ya, Ray. Soal tadi aku nggak angkat panggilan dari kamu."
"Kelas akhir tadi gurunya seram, kalau sampai ketahuan pegang handphone, langsung kena sita. Nggak akan pernah dibalikin lagi sampai akhir sekolah."Setelah genap setengah badannya menempel di punggung ku, ia menyongsong untuk memulai topik pembicaraan. Karena entah kenapa, perasaan ku masih tak karuan untuk memulai duluan.
"Iya, nggak apa-apa. Lagipula, saya selalu punya firasat yang akan sampai jika terjadi sesuatu terhadap orang yang memang hubungannya dekat dengan saya."
"Kamu ahli ilmu sihir?"
"Bukan lagi, Sa. Jangankan ilmu sihir, ilmu mengalahkan dunia untuk memenangkanmu saja akan ku taklukan."
Lalu, kami berdua tertawa bersama. Entahlah, sepertinya aku sudah menyatakan bahwa dirinya yang memang bisa membuat ku merasa benar-benar sedang di sebuah rumah. Begitu hangat, nyaman, dan tenang.
Rinai hujan tiba-tiba turun sedikit demi sedikit saat kami saat ditengah perjalanan.
"Yah, Sa. Hujan."
"Mau berteduh dulu atau tetap lanjut?""Keliling dulu!"
"Serius? Nanti bagaimana jika Ayah dan Ibuk marah? Ditambah jika Abang mengetahui saat pulang kamu basah kuyup lalu tiba-tiba demam, saya pasti jadi santapan manis lagi untuk dia."
"Kamu takut sama Abang ku?"
"Duh, Sa. Bukan takut, tapi-"
"Sudah, nggak ada tapi-tapi. Kita keliling dulu!"
Sebenarnya, dua rasa ku tercampur aduk saat mendengar itu. Senang ada, khawatir juga. Namun seperti tercampur merata, jadi, akan sulit sekali jika di definisikan.
"Ya sudah, mau kemana?"
"JEMBATAN LAYANG!"
Jawabnya dengan rasa antusias, aku mengangguk sambil tersenyum.
Aku mempunyai kenangan berharga di balik hujan ini.
Rintik demi rintik membasahi kota dan tubuh kami berdua di atas motor.
Kami berdua menikmati perjalanan sambil tertawa akan hal yang tak jelas, memiliki rasa yang sama ketika berpeluk dengan semesta.
Ah, aku jatuh cinta dengan hujan saat bersamamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)
RomanceBukan, ini bukan sepenuhnya tentang kisah cinta. Ini tentang perjalanan seorang laki-laki yang berusaha menjadi yang terbaik untuk keluarganya, untuk sahabatnya, dan untuk seseorang yang menjadi tumpuannya dalam melanjutkan kehidupan. Sebab, ia hany...