Pengkhianatan.

26 8 2
                                    

Akhirnya, sampai di penghujung tahun.
Malam demi malam kembali ku lewati sendirian berbulan-bulan lalu setelah kembali ke sini pada hari itu, hari dimana janji terikrar bersama-sama disaksikan oleh bulan dan bintang.
Lalu, aku pun kembali berperang sengit lagi dengan kenyataan-kenyataan yang memaksaku untuk selalu siap dalam menghadapi sesuatu yang terjadi.
Demi mewujudkan sebuah mimpi yang telah ku ukir dari jauh-jauh hari. Agar suatu hari nanti, semua terjawab selesai.

Dan kini, baik aku atau pun rekan kantor yang lain diberikan kesempatan untuk beristirahat dalam bekerja selama beberapa waktu ke depan. Ya, meskipun tidak seperti cuti anak-anak yang sedang bersekolah, seperti berminggu-minggu lamanya, tetapi amatlah sangat lumayan bagiku yang sekarang kelasnya sebagai pekerja.
Jadi, aku memutuskan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dengan pulang meskipun sementara ke kota kelahiranku.
Untuk sebuah raga yang merindukan hangatnya suasana dan kondisi rumah yang tidak di dapatkan di kota kepergiannya, meskipun untukku sendiri menemukan pengganti di sini, tetapi peran utama tetaplah peran yang takkan terganti, sekali pun ada yang berusaha mencoba untuk mengisi kembali.
Tidak lupa juga untuk sebuah jiwa yang merindukan tempat pulang ternyaman dalam merebahkan lelah yang selama ini menyimpan banyak sekali kerinduan yang tidak tertampung di kapasitas ruangnya. Sebab, sesekali rindu itu menjelma menjadi sosok paling menyeramkan. Sosok yang apabila dilawan, akan melakukan gertakan yang lebih mengenaskan. Maka dari itu, jalan satu-satunya adalah menerima dan berdamai. Meskipun sebenarnya sulit, namun hal apa lagi yang perlu dilakukan dalam menghadapi kenyataan jika tidak belajar pasrah?
Sungguh keberuntungan yang mungkin tidak akan banyak terjadi pula dalam satu tahun bagi kelas-kelas manusia yang ditakdirkan bekerja dalam hidupnya di momen-momen seperti ini.

Hubunganku pun dengan Alyssa sudah seperti biasanya, semenjak peristiwa kepulanganku hari itu untuk memohon sebuah maaf, dan komunikasi kami pun kembali berjalan lancar seperti sedia kala.
Alyssa sempat mengabariku jauh sebelum hari libur ini tiba, katanya,
Apakah aku diberikan cuti dalam merayakan menyambut tahun baru ini?

Aku menjawab tidak. Tidak karena aku ingin memberikannya sebuah kejutan, seperti yang biasa kulakukan. Dan mungkin kau tahu responnya seperti apa, selalu menyisakan kesedihan yang bisa dirasakan meskipun hanya melalui suara dari kejauhan.
Hal-hal seperti ini membuat adrenalineku semakin meningkat dalam memberikannya sebuah kejutan, entah mengapa. Bagiku seperti sebuah tantangan, walau pun terkadang sering terjadi juga hal-hal yang di luar kepala.

Aku berangkat dari Bali menuju Bandung pukul 9 lebih 15 menit.
Ya, itu jadwal penerbanganku.
Jauh sebelum hari ini tiba, aku sudah mempersiapkan sesuatu untuk Alyssa. Tidak lupa juga untuk keluargaku di rumah dan teman-temanku di sana.
Bisa dibilang, sebuah bingkisan yang biasa diberikan ketika seseorang membentang jauh sementara dari tempat tinggalnya berada.
Oleh-oleh lebih tepatnya yang sering orang Bandung katakan.

Penerbanganku sebentar lagi dimulai.
Seperti biasanya, dari sini sampai benar-benar pergi, aku selalu ditemani oleh Pak Rizal, kepercayaan Pamanku.
Ikatan silaturahmiku dengan Beliau semakin lama semakin akrab dekat, bahkan bisa dibilang akrab. Tidak jarang pula kami sering bersua bersama di rooftop andalanku berada hanya untuk sekedar menikmati kopi dan bercengkerama tentang peristiwa-peristiwa yang pernah dilalui oleh masing-masing.
Seperti yang pernah ku katakan sebelumnya, beliau merupakan sosok yang memang mengetahui adab yang dalam dan aspek-aspek tentang kehidupan.
Jadi, beliau selalu mengerti hal-hal apa saja yang perlu dikeluarkan atau pun tidak. Dan hal itu, bisa menjadi patokan untukku setelah mengenal lebih dalam pada beliau.

"Pak, terima kasih banyak atas semuanya, ya. Maaf jika sering kali membuat Bapak kerepotan dan kewalahan."

Aku mengujar pada beliau seraya menyanggah tangannya untuk bersalaman.

"Sama-sama, Den. Hati-hati selalu, ya. Semoga selamat sampai tujuan."

Jawabnya menerima tanganku.

Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang