Somethin new.

38 28 0
                                    

Satu bulan berlalu.
Setelah kejadian itu, banyak sekali hal yang sudah terjadi.
Ikatan persahabatan yang sudah dibangun sekian tahun lamanya renggang, bahkan jauh sekali dari kata membaik.
Namun, Alyssa tetap disini, dengan ku.
Dia tetap menemani meskipun banyak sekali kenyataan yang tidak peduli.
Mungkin, untuk kali ini, untuk kesempatan ini, yang aku miliki hanyalah dia, entah sampai kapan, namun jika ada yang bertanya, aku pasti menjawab semoga bisa bertahan selamanya.

Sungguh, dari lubuk hati paling dalam, aku ingin sekali bersimpuh maaf, mencoba memohon kesempatan pada sahabat ku yang benar-benar kecewa karena perilakuan ku yang mungkin tidak manusiawi untuk diterima.
Tapi, aku harus mulai semuanya darimana?

Hari yang Alyssa sebutkan saat menjenguk ku itu datang.
Ya, hari dimana acara Ziarah itu dilaksanakan, dan sekarang tepatnya.
Aku berangkat ke tempat yang ditentukan oleh panitia untuk berkumpul terlebih dahulu sebelum pergi sendirian, padahal seharusnya, jika hal kemarin tidak terjadi, mungkin hari ini Mirzha dan Nizar disamping ku untuk menemani.
Tapi, realita memang tetap realita.
Ia tidak akan pernah peduli terhadap ekspetasi manusia.
Sudahlah, lagipula aku memang seharusnya sendirian, karena yang memulai semuanya adalah aku, maka yang mengakhirinya pun harus diri ku.

Hampa sekali rasanya, padahal aku berdiam diri ditengah keramaian. Aku merasa sunyi di sekeliling manusia yang sibuk sendiri akan dunia yang hendak mereka lakukan.
Aku hanya bisa menatap, memerhatikan, menoleh sekitar yang cukup menjadi pelipur sepi meski tidak seutuhnya.
Jiwa ku tetap di rundung lara.
Raga pun sama, namun cara apalagi yang perlu dilakukan selain bertahan dan menerima?

Aku melihat Alyssa dari kejauhan, dia tetap nampak elok nan cantik seperti biasanya. Memakai pakaian dari atas hingga ke bawah dengan serba hitam. Tidak ada yang salah, sebenarnya. Karena memang acara ini adalah upacara do'a untuk memberikan hadiah pada manusia yang istimewa selama hidupnya. Dan kepergiannya, menyisihkan duka yang dalam pada insan yang memang mengerti dasar-dasarnya.
Beberapa orang menghalangi pandangan ku yang tersudut disana. Namun akan tetap ku curi itu semua meskipun banyak sekali hambatan.

Kepergian tiba, setiap bus sudah mempunyai jadwal untuk berangkat.
Dan bagian bus yang akan ku tempati untuk pergi sampai pulang kembali mendapatkan jadwal yang cukup santai, sebab terakhir lepasnya.
Aku membeli sesuatu dulu sebelum berangkat, agar ketika nanti sudah tepat pada waktu kepergian tidak ada hal yang membuat ku repot sendiri karena kekurangan atau tertinggal.

Tidak lama setelah aku melakukan itu, kondektur yang memang mengatur kepergian menyuruh setiap siapapun yang sudah siap untuk segera menaiki bus, sebab, perjalanan sebentar lagi akan dimulai.
Setelah mendengar itu, tanpa mengulur waktu lagi aku langsung naik ke dalam bus.
Setiap sudut ku perhatikan, mencoba mengamati satu demi satu kursi mana yang akan ku tempati nantinya.
Saat melihat barisan tengah, aku melihat Mirzha dan Nizar sudah tiba duluan. Mereka memilih posisi kanan yang memang diciptakan hanya untuk dua orang.
Mereka menyadari akan kehadiran diri ku disini, yang baru sekali menaiki bus dan mencari kursi, namun mereka berdua tetap fokus sendiri-sendiri.
Benar-benar tidak menoleh sedikitpun.
Entahlah, daripada aku terus menerus berdiam diri, berupaya untuk dianggap hadir, lebih baik mencari tempat yang memang siap untuk ku singgahi.

Aku kembali ke bagian awal dan memilih posisi tempat duduk dari bagian kanan juga, namun di bagian paling depan yang berdekatan dengan supirnya.
Setelah aku membereskan barang-barang, seperti memindahkan tas yang memang akan menjadi kebutuhan pokok ku ketika disana pada sebuah bagasi yang memang sudah disediakan.
Datang seseorang yang memang sudah ku ketahui bahwa dia memang satu lokasi dengan ku saat diwaktu yang bersamaan, namun aku belum mengenalinya.
Dia seperti memberi ku sebuah kode etik untuk dimengerti dengan cara menyentuh pundak seraya berkata.

"Mas, tempat duduk yang sebelah sini kosong, ya?"

Aku meliriknya dan menjawab pertanyaan hanya dengan mengangguk saja.

Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang