Aku pasti kembali

11 16 0
                                    

Aku memberi jeda pada waktu untuk memberitahukan tentang keputusanku yang akan bulat melanjutkan perjalanan di kota orang lain kepada Alyssa. Sebuah harap dan do'a perlu ku lafadzkan di sana, ada mimpi yang wajib ku kabulkan, yaitu memenuhi keinginan Mama. Sebenarnya ini sangat berat, sungguh. Aku harus pergi sementara dari kota yang melahirkanku dan mempertemukanku dengan Alyssa, juga harus dengan paksa menyimpan kenangan yang mengukir kebahagiaan tiada tara.
Tetapi, aku tetap perlu melakukan ini semua. Untuk kebaikan bersama, untuk mewujudkan sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ada. Meskipun aku tidak tahu jawaban nantinya akan seperti apa, tapi jika tidak dicoba kita tidak akan pernah tahu tentang isinya, bukan?
Aku pun sudah mengabari Pamanku sehari sesudah bertemu dengan Alyssa waktu itu untuk memberikanku waktu yang tenang. Karena, ini bukanlah hal yang semena-mena dengan mudah untuk diputuskan.
Banyak keterkaitan yang perlu ku rundingkan dengan matang, agar nantinya aku selalu lapang menjalankan apapun halnya. Beliau pun menyetujuinya dan tidak keberatan. Aku sangat bersyukur karena Tuhan selalu memudahkan caraku untuk menemukan jalan keluar.

Hari ini, hari sabtu. Kebetulan Alyssa sedang libur sekolah, jadi aku memutuskan untuk pergi ke rumahnya sekarang. Berhubung hubungan kami sudah sangat dekat, baik hubungan dalam dan keluarga, jadi tanpa mengabarinya terlebih dahulu pun bukan lagi hal yang tabu untuk dilakukan. Sudah termasuk sangat lumrah.

***

Begitu sampainya di rumah Alyssa, aku disambut oleh Ayah yang tengah asyik membaca koran sembari sesekali menyeruput kopi yang dihidangkan Bunda, tak lupa juga sudah pasti Bunda berada di sisinya untuk menemaninya. Meskipun sudah saling berumur, keharmonisan dalam hubungan mereka tetap terjaga. Sehingga di waktu yang sudah cukup memakan usia, mereka tetap terlihat bugar dari jasmani dan rohani. Tidak ada satupun keriput di wajah mereka, hanya sedikit uban yang mulai tumbuh karena faktor usia.

"Assalammualaikum."

Ucapku saat menghadap mereka berdua seraya memberikan tangan untuk salam.

"Wa'alaikumsalam."

"Alyssa ada, Bun?"

"Ada. Tunggu sebentar, ya. Bunda panggilkan dulu."

Jawab Bunda seraya beranjak dari tempat duduknya dan berlalu untuk memanggil putri kecilnya itu.

"Duduk dulu."

"Baik, Yah."

Ujar Ayah menyuruhku untuk rehat sejenak di kursi yang Bunda tempati tadi.

"Libur berapa hari, Yah?"

"Alhamdulillah, dapat libur dua minggu. Karena sedang ada perbaikan di proyek dan itu bukan bagian Ayah, jadi Ayah diperintah untuk istirahat di rumah sebelum ada panggilan lagi. Ya, lumayan, lah. Bisa quality time sama keluarga."

Beliau mengerutkan dahi seraya terkekeh kegirangan.
Melihat senyumnya yang terlepas lengang seperti itu seolah mengingatkanku pada sosok lelaki terhebat dalam hidup yang baru saja pergi meninggalkan dunia ini.
Ada rasa senang dan sedih yang menyelimuti ketika aku menyaksikan itu dari seseorang yang sekarang hadirnya seperti pengganti dari hilangnya sesuatu yang sempat hadir.

"Abang ke mana, Yah?"

"Dia ada kuliah shift pagi. Baru saja tadi berangkat, belum satu jam lah dia pergi. Lalu kamu datang."

"Oh, begitu.."

"Kau mau ke mana, Ray?"

"Masih belum tahu, sih, Yah."

"Ah, gak usah ke mana-mana, lah. Di rumah saja kita. Apa lagi malam minggu begini, jalanan Bandung pasti macet total sama kendaraan yang ke luar masuk dari dalam dan luar kota."

Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang