Kamu?

128 33 0
                                    

Esoknya, setelah selesai membereskan kewajiban.
Dengan santai aku membuka laptop, berniat untuk menonton film.
Karena ini hari libur, jadi waktuku sangat senggang, lalu memutuskan untuk menyikatnya dengan kegiatan seperti biasa.

Namun belum sampai pada tujuan, ada yang membuat niatku tercekat.
Layar handphoneku menyala dan berdenting, memunculkan notifikasi pesan.
Saat dilihat, nomor tidak dikenal.
Namun arah topiknya membuatku yakin bahwa itu dia, ya, Alyssa.

"Ini kamu?"

Setelah membaca itu, entah mengapa dalam diriku seperti ada aliran listrik yang menyengat dan tanpa mengulur waktu langsung menjawab.

"Wa'alaikumsalam"

Tanpa menunggu waktu yang lama pula, ia membalas lagi.

"Astaghfirullah, lupa."
"Aku memastikan terlebih dulu."

Balasannya, saat telah membaca balasan pertamaku yang seperti itu.
Seolah sepertiku serang balik jawabannya yang kemarin. HAHA.

"Memastikan seseorang yang tidak dikenal dengan salam terlebih dahulu juga penting, bukan?"

"Iya, maaf.."

Namun, aku merasa sedikit bersalah setelah membaca balasannya yang seperti itu.
Karena mungkin dia sedikit malu, padahal niatnya hanya ingin memastikan.
Tapi tidak sampai disitu, aku tetap berusaha mencairkannya dengan melesetkan pernyataan.

"Kaku banget sampai minta maaf segala, padahal tidak ada yang salah. Saya cuman mengingatkan."

"Tapi, maaf itu, kan, memang basic manners yang perlu kita tekuni dalam hidup.."
"Sekalipun, kamu tidak salah."

Membaca kalimat pernyataan tersebut, aku tertohok tidak percaya.

"Selain paras kamu yang cantik, ternyata kamu mempunyai attitude yang baik."
"Berarti stigma yang saya genggam selama ini salah terhadap orang baru, ternyata tidak semua orang seperti apa yang saya pikirkan."

Aku membalas dengan pernyataan juga.

"Memangnya, seperti apa stigma kamu terhadap seseorang yang baru?"

Tak kusangka ia melontarkan pertanyaan, yang membuat adrenaline dalam diriku semakin bergejolak untuk terus berusaha agar nantinya dia bisa terpikat padaku.

"Saya selalu malas untuk berinteraksi dengan hal baru karena saya tidak bisa menjadi fleksibel.
Saya selalu merasa aneh sendiri jika lawan bicara meleset pada ekspetasi.
Semisal, dia terlalu terang-terangan menjelaskan apa-apa padahal kita baru saja saling mengenal.
Atau, tidak konsisten, saya sudah pasti pergi jika orang tersebut tidak bisa yakin terhadap satu pilihan.
Jadinya, saya memukul rata setiap manusia yang baru hadir dalam hidup saya itu aneh.
Maka dari itu, saya malas untuk melakukan apa pun dengan orang baru."

Aku menjawab pertanyaannya dengan merentet, detail, dan jelas.
Seperti sedang diinterogasi.

"Mmm.. Begitu ternyata. Aku mengerti. Namun, aku hanya ingin menyampaikan satu hal bahwa..
Apa pun yang kamu yakini sekarang, itu belum tentu menjadi hal yang bisa bertahan selamanya.
Ada yang memang sudah bukan masanya, atau memang harus diubah.
Namun, semua itu perihal waktu. Soalnya, kita nggak akan selalu tahu apa yang terjadi besok."

Aku terdiam sejenak setelah membaca pesan yang merentet dari Alyssa, mengapa semua yang ia sampaikan tidak ada yang salah?

"Seperti sedang membaca buku kesehatan mental, yang kamu sampaikan begitu baik dan mudah dicerna."

Balasku.

"Kamu suka membaca?"

Tanya Alyssa kepadaku.

Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang