One step closer

15 8 0
                                    

Untuk merayakan kesenangan yang kembali menyapa karena kisahku dengan Alyssa yang kembali dimulai, aku menghubungi semua orang terdekat. Respon mereka tentu saja turut senang atas apa yang tlah kurasakan sekarang.

***

2 tahun berlalu.
Pada akhirnya, aku sudah merasakan lebih dari cukup tinggal di sini dan bekerja untuk menabung demi melanjutkan pendidikan ke tahap berikutnya.
Lalu, aku mencoba untuk mendaftarkan diri ke Universitas Negeri yang ada di kota Yogyakarta.
Sebuah Universitas yang menjadi dambaan untuk meraih mimpi bagi segelintir orang yang mempunyai impian ke sana.
Aku mendaftar bersama Nasya.
Seperti sebuah kebetulan, tetapi kami berdua memang memiliki hobi dan mimpi yang sama. Yaitu menjadi seorang penyair.
Jadi, kami berdua mengambil Fakultas Sastra Umum.
Berkat rahmat Tuhan dan keajaibannya, aku dan Nasya dinyatakan lulus melalui seleksi ujian. Orang-orang biasanya menyebut SBMPTN.
Sebenarnya, aku bisa dengan mudah masuk Universitas tersebut, melewati jalur rekapan nilai akhir seperti Alyssa. Tetapi, aku merasa kurang saja jika skillku tidak diasah kembali sebelum memasuki dunia baru lagi. Karena, cukup lama aku menyimpan semua itu. Hampir 3 tahun lamanya aku menunda, benar-benar waktu yang tidak sebentar jika diperkirakan. Maka dari itu, aku kembali belajar, kembali mencoba, dan kembali mengasah, agar.. Agar lebih pasih saja.

Sebelum pergi membentang jauh lagi, aku berpamitan pada semua keluarga yang ada di sini, di Bali, ya, keluarga Pamanku.

"Om, terima kasih banyak untuk dua setengah tahun ini. Sudah memberikan Rayyan banyak hal baru tentang kehidupan."

Ucapku setelah meraih tangannya untuk sebuah salam perpisahan.

"Sama-sama, Ray, turut senang jika ternyata hidup Om mendapatkan peran penting dalam hidupmu. Maaf jika banyak silah kata dan tindakan, ya."

Beliau membalas dengan mengelus-ngelus kepalaku.

"Kalau ada keperluan apa-apa tentang kuliah kamu, hubungi Om saja, ya. Tentu saja Om tidak akan pernah keberatan untuk apa pun itu."

"Baik, Om. Terima kasih sekali lagi."

"Ingat, kuliah yang benar. Raih mimpi kamu yang sudah ada menanti di depan mata untuk diwujudkan."

Aku menjawab dengan tersenyum simpul seraya mengangguk.

"Rayyan pamit, ya, Om, Tan. Assalammualaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Jawab mereka berdua serentak.
Kemudian, aku segera berlalu dari hadapan beliau.
Seperti biasa, aku selalu ditemani oleh Pak Rizal untuk menuju Bandara.

Di perjalanan, berat sekali rasanya meninggalkan kota ini yang ternyata banyak menyimpan kenangan dalam perjuanganku ke arah selanjutnya. Tetapi, mau bagaimana pun juga, aku tetap perlu melangkah kembali untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang lain.

Setelah sampai di Bandara, aku berpamitan pada Pak Rizal. Sosok yang berperan cukup besar ketika aku berada di sini.

"Sampai ketemu lagi, ya, Pak, terima kasih banyak untuk semuanya."

Ujarku setelah meraih tangan beliau.

"Sama-sama, Ray, semoga sukses dalam menggapai impianmu."

Aku tersenyum seraya mengangguk mendapati jawaban beliau yang mendo'akan tentang mimpiku.

"Saya pamit, ya, Pak, Om Swastiastu."

"Om Shanti."

Kami saling berbalas salam dalam kepercayaan yang beliau yakini, aku melakukan hal tersebut untuk sebuah toleransi.

Lalu, aku berjalan membawa troli yang berisi barang-barang yang kubawa selama di sini.

***

— Bandung.

Renjana, semestaku hanya tentangmu. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang