20. Pengakuan Raja

91 29 21
                                    

[Oke, Neng. Nanti malam Bang Cen ke sana.] Begitulah pesan yang dikirim Bang Cen pagi ini.

Semalaman aku tidak bisa tidur nyenyak. Beberapa kali selalu terbangun, entah karena mimpi buruk, atau suara aneh, yang jika kedua mataku terbuka, justru tidak ada apa pun. Sepanjang malam tanganku selalu menggenggam ujung baju Rangga. Perasaan takut setidaknya menghilang sedikit saat aku tau kalau aku tidak sendirian.

Rangga sudah pergi pagi-pagi sekali karena harus pergi kerja hari ini. Sementara aku, hanya duduk di dekat jendela sambil menikmati kopi hitam yang baru saja kubuat.

[Udah sampai?] Entah kenapa aku ingin sekali mengirim pesan ini ke Rangga. Aku ingin tau apa saja yang ia lakukan saat tidak bersamaku.

[Sampai kantor dengan selamat. Huft, untung nggak telat gue. Mana tadi Papa nyuruh nganterin Om ke stasiun pula.] Lima menit kemudian dia segera membalas pesanku. Senyum segera terbit dari bibirku.

[Oke, ya udah, kerja dulu sana.]

[Iya, Once.]

.

.

.

Berisik gaduh di luar membuatku mengalihkan perhatian dari layar pipih ini. Karena penasaran aku pun ingin memeriksa keadaan di sana. Dari suara yang terdengar, sepertinya berasal dari tong sampah yang jatuh ke lantai. Sebelum membuka pintu, aku mengintip dahulu keadaan di luar. Sunyi. Tidak ada seorang pun di sana. Dengan penuh keberanian aku pun membuka pintu sedikit. Rupanya ada seorang anak kecil yang sedang bermain bola di koridor ini. Hingga membuat kegaduhan yang cukup jarang kudengar selama ini. Yang jelas, dia manusia, bukan makhluk astral atau sejenisnya. Akhirnya aku membuka pintu lebar-lebar saat dia menatapku dengan bola di tangannya.

"Hei ... nama kamu siapa?" tanyaku membungkuk agar sejajar dengan dirinya.

"Ali, tante."

"Kok main di sini?"

"Iya, Mama mau bawa Oma pindah dari sini, jadi sibuk banget. Aku nggak boleh pergi jauh-jauh," jelasnya sambil menatap ke ujung koridor. Di sana tampak jelas kerabat Oma sedang memindahkan beberapa tas dan kardus.

"Oh gitu. Oma di mana? Sudah sehat?" tanyaku kembali menatapnya.

"Sudah. sekarang sudah pulang ke rumahku. Tante ...," panggilnya pelan, ia masih sibuk memutar-mutar bola di tangannya, dan terlihat tidak nyaman dengan sekitar kami.

"Iya, kenapa, Ali?"

"Sebaiknya tante pindah juga. Tempat ini mengerikan," bisiknya sambil tengak-tengok ke samping kanan kiri kami. Tiba-tiba dia terkejut dengan terus menatap lurus ke sebelah kamarku.

"Kenapa?" tanyaku ikut menatap pintu tersebut.

"Eng ... Enggak apa-apa!" Ali segera pergi tanpa berkata apa pun lagi, mendekat ke Ibunya dan terakhir kali menoleh padaku dan segera turun ke bawah.

Apartemen kembali sepi. Apalagi setelah Oma pindah ke rumah anak bungsunya. Untungnya kondisi Oma sudah membaik pasca kejadian tempo hari. Di lantai ini sepertinya hanya aku dan Raja saja yang masih tetap tinggal. Setelah Desi meninggal, beberapa orang mulai pindah, atau membiarkan apartemen mereka kosong begitu saja.

Raja sepertinya masih berada di kamarnya. Sejak pagi aku belum mendengarnya keluar kamar. Aku memutuskan berjalan-jalan sebentar, sambil memeriksa penghuni yang masih tinggal di tempat ini. Agar aku tau siapa saja yang masih bertahan di tempat ini. Sebelah kamar Raja sudah kosong sejak lama. Lalu kamar Oma baru saja dibereskan, dan pasti akan kosong tak berpenghuni. Kamar Desi dibiarkan begitu saja, entah kenapa keluarganya tidak ada yang membereskan barang-barang gadis itu, atau mengapa Pak Seno juga tidak melakukan tindakan apa pun agar kamar tersebut tidak lagi meninggalkan kesan mengerikan. Bahkan garis batas polisi masih menempel di sana, pintu kamarnya juga dibiarkan tetap terbuka. Akhirnya dua kamar di sebelah Desi pun ditinggalkan penghuninya. Mungkin kalau Raja tidak tinggal di sini, aku juga pasti sudah pergi dari tempat ini sejak jauh-jauh hari kemarin. Rasa penasaran yang masih berkecamuk dalam benakku, menuntut agar mendapatkan penjelasan masuk akal tentang apa yang sebenarnya terjadi di tempat ini. Lagi pula aku belum genap satu bulan menempati tempat ini.

Mirror : Death NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang