28. Selamat Tinggal

100 27 24
                                    

Kau akan pernah tiba di satu waktu, melepaskan seseorang bukan karena kau tidak lagi mencintainya. Tapi kau tidak ingin melukainya lagi. Jika aku tiba di waktu itu, maafkan aku.

_Vonny Evelyn_

.
.
.

"Yaaa? Sebentar!" jeritku saat mendengar seseorang mengetuk pintu. Aku baru saja selesai mandi saat Rangga pergi ke kantornya.

Pintu kubuka tanpa mengintip siapa tamu yang datang sepagi ini. Fenomena yang tidak biasa memang, mengingat aku jarang memiliki tamu, kecuali Rangga, Indi, Mey, Nita dan ...

"Raja?! Kok elu di sini?" tanyaku heran saat mendapati pria itu berdiri di depan pintu kamar. Tampangnya terlihat lesu dengan lingkar hitam di bawah mata yang main tebal.

"Buruan ganti baju. Kita harus ke pemakaman."

'Pemakaman siapa?"

"Ramon."

Aku terdiam beberapa saat, tidak terlalu terkejut akan berita ini, karena sudah menyadarinya sejak semalam. Hanya saja, aku ingin tau apa yang terjadi pada Ramon kali ini. Karena Lili tidak akan bisa mencelakakan Ramon lagi setelah kejadian semalam.

.

.

.

"Loh, kita mau ke ... rumah Indi?" tanyaku bingung. Kali ini tidak ada kendaraan roda dua yang biasanya dia pakai. Entah sejak kapan Raja memiliki mobil, tapi ini jauh lebih ramah di telinga, daripada kuda besi miliknya kemarin.

"Iya, gue janji mau jemput dia juga. Tempat tinggal gue lebih dekat ke tempat elu tadi, Jadi gue jemput elu duluan, biar nggak bolak balik," jelasnya dengan kalimat yang lebih panjang dari dugaanku. Karena apa peduliku jika memang di antara mereka memang ada hubungan spesial.

Indi segera keluar setelah Raja membunyikan klakson mobil. "Eum, gue pindah belakang kalau begitu," kataku yang bersiap melepas sabuk pengaman. Tapi Raja menahan tanganku dan menggeleng.

Indi membuka pintu belakang mobil, lalu segera masuk dengan wajah riang. Tidak ada beban dengan wajah itu pagi ini, walau dia tau kalau kami akan menghadiri acara pemakaman salah satu kenalan kami. Dalam perjalanan Raja menceritakan penyebab kematian Ramon. Katanya Ramon mengalami over dosis obat-obatan terlarang. Hal yang sangat aneh bagiku. Bagaimana bisa pasien di rumah sakit itu justru meninggal karena over dosis obat. Apakah dokter maupun perawat di sana tidak memperhatikan apa saja yang dilakukan pasien, dan barang apa yang mereka miliki.

"Kami kecolongan yang jelas. Ramon sangat pandai menutupi barang itu. Padahal setiap hari pasti ada pemeriksaan rutin," jelas Raja.

"Dia dapat barang itu dari mana, ya?" gumam Indi sambil berpikir keras.

"Kemungkinan besar orang-orang yang selama ini datang berkunjung. Karena Ramon termasuk sering menerima tamu sejak dia masuk ke sana."

Hal ini akan diselidiki oleh polisi, dan memang sudah bukan urusan kami lagi. Mungkin dia memang sudah lama memakai barang haram itu, dan menambah dosisnya setelah apa yang ia alami selama ini.

Kami sampai di rumah Ramon. Jenazahnya segera dikebumikan siang ini juga. Banyak kerabat, dan teman-teman yang datang. Tak terkecuali orang tua Lili. Sepertinya orang tua Lili sudah memaafkan apa yang sudah terjadi, mereka terlihat akur dengan orang tua Ramon juga. Yah, nasi sudah menjadi bubur. Takdir tidak bisa diubah, apalagi kematian.

.

.

.

[Rosi, bisa kita ketemu sebentar? Mama Rangga]

Mirror : Death NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang