"Menjauh dari dia!" perintah Bang Cen.
Kami semua sudah menyingkir dari lorong rumah sakit, memilih berada di sekitar taman, agar sosok tadi tidak bisa mendekat. Tapi ternyata kami salah. Wanita mengerikan itu lantas menatap kami satu persatu. Setelah turun dari ranjang, ia mendekat ke Raja yang sedang berdiri dekat dengan Indi.
"Ndi! Awas! Pergi!" jeritku, khawatir terjadi hal buruk padanya.
Raja berdiri di depan Indi, seolah sedang menjadi tameng dari sosok wanita penghuni rumah sakit ini. Tangan mereka masih saling menggenggam. Indi menatap Raja cemas. Tapi Raja justru terlihat tegar dan baik-baik saja. Mungkin dia sudah kebal akan kejadian supranatural seperti ini. Mengingat apa yang kami alami sebelumnya, jauh lebih membahayakan. Tapi tentu kami tidak boleh lengan. Bahkan aku sendiri tidak tau, siapa wanita itu dan alasan apa yang membuat dia seolah menghalangi kami masuk ke ruangan Ramon.
Aku tau, kalau kami sedang diajak berputar-putar sejak tadi. Tapi oleh siapa? Apakah Lili? Sehebat itu, kah, pengaruh Lili terhadap penghuni rumah sakit ini?
Raja tercekat, dia memegangi lehernya seperti kehabisan napas. Indi panik, dia berusaha membantu Raja. Tapi tidak tau apa yang membuat Raja seperti itu. Bang Cen mendongak ke atas, menggumam sesuatu yang tidak aku ketahui.
"Neng! Pergi ke ruangan Ramon sekarang! Biar Bang Cen yang tangani di sini!" katanya serius.
Aku diam beberapa saat, menatap Raja dan Indi yang masih fokus pada sosok di dekat mereka. Rangga lantas menggandeng tanganku, dan mengangguk saat aku melihatnya. Kami berdua akhirnya menuruti kata-kata Bang Cen. Terus berjalan ke lorong yang akan membawa kami ke tempat Ramon.
"Sayang ... Tolong bilang kalau ini mimpi," kata Rangga saat kami berhasil menjauh dari mereka. Dia tidak menatapku, hanya fokus pada jalan di hadapan kami, sekaligus memeriksa sekitar.
Aku lantas mengangkat tanganku yang masih menggenggam tangan Rangga. Lalu aku gigit punggung tangannya cukup keras. "Aww! Sakit! Kok malah digigit! Pakai cara lain dong kalau mau membuktikan. Astaga, cewek gue kanibal juga lama-lama," gumamnya.
Aku hanya tersenyum, tak menanggapi serius perkataannya. Tapi saat kami sampai di dekat lorong kamar Ramon, aku kembali di hadapkan sosok lain.
Kali ini wujudnya seperti kera. Kera yang cukup besar. Hanya duduk seolah sengaja menunggu kami datang. Aku teringat, kalau lingkungan sekitar sini memang masih banyak kebun-kebun dan dulunya tempat ini juga termasuk kawasan hutan sebelum dibangun rumah sakit ini. Aku menahan tangan Rangga. Dia menoleh lalu memperhatikan sekeliling. "Di mana? Kok aku nggak lihat yang ini?" tanyanya. Sepertinya Rangga memang tidak melihat sosok yang berada di depan kami. "Sayang? Sayang? Rosi?" panggilnya berulang kali.
Aku memandang Rangga. Sungguh tidak tau harus melakukan apa kali ini. Menunggu Bang Cen adalah usaha terakhir, tapi aku pun sedang diburu oleh waktu.
Tiba-tiba aku mendengar bunyi daun yang terinjak sesuatu. Tak lama, ada suara auman harimau yang samar. Aku segera mencari asal suara tersebut. Saat aku masih penasaran pada sosok lain yang mungkin akan muncul, tiba-tiba dari belakang kami, muncul seekor harimau putih dengan belang-belang hitam. Aku melotot, karena takut jikalau akan diterkam.
Tubuhku makin menempel pada Rangga, sementara Rangga justru tidak melihat apa yang sedang terjadi kali ini. Sungguh aneh. Saat sosok wanita tadi muncul, kami semua bisa melihatnya. Tapi sekarang sosok kera dan harimau datang, kenapa Rangga tidak melihatnya sepertiku?
Harimau itu justru hanya lewat di samping ku. Sesekali dia mengeluarkan suara khas yang cukup membuat bulu kudukku meremang. Dia berdiri di depan kami. Menatap sosok kera yang sedang duduk dan menunggu kami. Ini adalah hal aneh yang pertama kali kulihat. Aku pikir harimau ini adalah teman kera itu. Tapi sepertinya dugaan ku salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror : Death Note
HorrorInestia Rossi Sagala, mulai bisa melihat makhluk tak kasat mata sejak kecelakaan setahun lalu. Tak hanya itu, dia juga bisa mencium aura kematian seseorang. Dalam cermin, para hantu tidak akan bisa memanipulasi nya, karena bagi Ines, cermin tidak ak...