44. Ratu Ular

98 26 12
                                    

Angin berembus kencang di luar. Sampai-sampai jendela yang tadinya tertutup rapat, tertimpa sebuah batang pohon besar yang tumbang begitu saja. Jam sudah mendekati hampir tengah malam, namun kami masih berkumpul di ruang tengah dengan sedikit was-was. Iqbal dan Rangga sudah menaburkan garam kasar ke sekeliling rumah, terutama jalan keluar masuk, seperti pintu dan jendela. Menurut Bang Haikal, kemungkinan ular kembali sangat besar, karena kemunculan hewan melata tadi, sedikit aneh.

Aku sudah menyeduh teh satu teko, karena kopi untuk mereka bertiga sudah habis, dan hanya meninggalkan ampas kopinya saja. Bang Haikal memerintahkan kami berjaga sampai pukul 02.00. Karena setelah jam itu, maka keadaan akan kembali terkendali. Rupanya teror di rumah beberapa hari lalu, bukan sesuatu yang biasa. Karena itu adalah awal mula teror lain akan datang, termasuk kedatangan ular tadi. Semua bersumber dari aku sendiri. Bang Haikal bilang, kalau ada orang yang sedang ingin mencelakaiku. Seseorang dari masa lalu, dan menaruh dendam padaku sejak lama.

"Sejak kapan Abang tau tentang hal ini?" tanyaku penasaran.

"Sejak kita pulang. Bahkan perasaan Abang mulai nggak nyaman saat kita sampai di bandara. Ada aura gelap yang menyelimuti kamu. Awalnya sedikit, tapi makin hari makin membesar. Semua diperkuat dengan mimpi kamu tempo hari."

"Mimpi? Maksudnya mimpiku yang ketemu sama sosok perempuan depan kamar itu?"

"Iya. Ada orang yang punya niat jahat ke kamu, Nes. Hanya saja saat di Korea kemarin, jarak yang cukup jauh itu nggak bisa menembus kamu. Tapi setelah pulang ke Indonesia, semua mulai bekerja."

"Ya ampun. Siapa, ya, yang tega begitu?"

"Nggak perlu dipikirkan siapa orangnya. Biarkan saja, yang penting kamu fokus membentengi diri dari serangan mereka."

"Iya, Bang."

"Jadi kita nggak boleh tidur dulu sampai jam 2 malam nih, Bang?" tanya Iqbal yang sudah menguap beberapa kali sejak tadi.

"Iya, karena walau Ines sasaran utamanya, tapi kalau kita, orang-orang di sekitarnya juga lengah, maka akan masuk ke salah satu dari kita, dan menularkan ke Ines. Jadi sebaiknya kita waspada. Karena demi kebaikan kita juga."

"Oke." Iqbal menyalakan tv, beberapa acara tv malam memang tidak menarik untuk di tonton, untungnya tv di sini memiliki akses ke tv kabel juga, jadi pilihan acara lebih banyak, walau berakhir dengan film yang sudah pernah kami tonton sebelumnya. Tapi itu lebih baik daripada keadaan terlalu hening.

Tangan kanan Bang Haikal terus bergerak dengan tasbih yang terus ada di genggamannya. Mulutnya diam, tapi aku tau kalau dalam hatinya sedang berdzikir. Rangga duduk di sofa paling ujung, hanya memainkan ponselnya dengan headset di telinga, sepertinya dia sedang menonton acara kesukaannya sendiri.

Aku dan Iqbal tenggelam dalam film barat tentang misi penyelamatan kepala negara yang cukup ramai. Walau sudah beberapa kali menonton pun aku tidak pernah bosan. Jagung bakar masih ada, dan cukup untuk camilan kami sampai nanti malam. Suara guntur terdengar keras. Sampai-sampai Rangga yang telinganya disumpal, juga mendengar. Dia melepas headset dan mematikan ponselnya. Lalu ikut bergabung bersama aku dan Iqbal.

"Ada petir, tapi kok nggak hujan, ya?" tanyaku bergumam sendiri.

"Ines, jangan melamun, ya," pinta Bang Haikal.

Kini perhatian kami kembali terusik dengan suara gagang pintu depan yang bergerak-gerak, seperti ada seseorang yang hendak masuk dengan paksa. Kami saling tatap, lalu Bang Haikal menyuruh kami membiarkan saja. "Mereka nggak akan bisa masuk. Ada garam yang menghalangi, juga sedang aku bentengi dari dalam."

Garam memang sering dipakai untuk media seperti ini. Bahkan saat aku masih tinggal di kampung dulu, setiap malam jumat kliwon dan selasa kliwon, nenek masih melakukan hal ini. Menabur garam di tiap jendela dan pintu rumah. Bahkan beberapa film yang aku tonton, tentang hantu di barat, juga menggunakan media garam untuk menangkal makhluk astral tersebut. Garam juga menjauhkan dari hewan melata, seperti ular.

Mirror : Death NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang