"Ines! Ines! Kamu nggak apa-apa, sayang?" Suara Papa terdengar jelas di telinga. Namun aku kesulitan membuka mata. Rasanya seluruh tubuhku terasa sakit, terutama bagian perut. Pipiku mulai ditepuk-tepuk pelan. Kini suara Mama mendominasi. Tapi aku masih enggan membuka mata.
"Ros ... Bangun. Rosi, bangun!"
"Rangga?!"
"Iya, aku Rangga. Bangun, ya. Ayo, Ros!"
Perlahan mataku berusaha bergerak, sinar cahaya lampu sedikit menyilaukan, walau aku belum membuka sepenuhnya kedua bola mataku ini. Masih dalam pandangan yang buram, sosok-sosok di hadapanku mulai terlihat. Makin lama makin jelas.
"Papa?"
"...."
"Mama?"
"Iya, sayang. Syukurlah kamu sudah sadar." Mama membelai pipiku dengan mata yang sembab.
"Aku kenapa? Perut! Perutku!" aku segera melihat ke bagian perut. Ingatan yang aku punya membuatku sadar ada yang tidak beres dengan perutku. Tapi ternyata semua baik-baik saja.
"Minum dulu," Bang Haikal menyodorkan segelas air mineral. Papa membantuku duduk. Rupanya aku masih berada di ruang tengah. Tidur di sofa. Jadi apakah tadi hanya sebuah mimpi? Tapi kenapa rasa sakitnya, terasa sangat nyata.
Aku meneguk habis air minum dari Bang Haikal. Kini semua orang sudah berada di ruang tengah. Jam menunjukkan pukul 02.00.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Mama lagi.
"Tadi ... Apa aku mimpi?" tanyaku dengan menatap satu persatu dari mereka. Anehnya semua orang justru saling pandang. Tidak langsung menjawab dan tentu membuatku bertanya-tanya.
"Pah? Mah? Bang?"
.
.
.POV Author
Setengah jam berlalu, Ines sudah tidur nyenyak. Musik klasik pengantar tidur rupanya cepat bekerja. Dua pria yang masih menonton acara bola itu, mulai menguap. Hingga acara selesai, keduanya beranjak ke kamar, berencana untuk tidur. Kamar Iqbal rupanya bersebelahan dengan Rangga, belum sempat Iqbal menutup pintu, dia justru melihat Rangga kembali keluar kamar membawa selimut.
"Eh, mau ke mana lu?" tanya Iqbal yang berdiri di ambang pintu kamarnya.
"Tidur di sofa. Banyak nyamuk."
Iqbal merasa aneh pada sikap Rangga. Dia pun memeriksa kamar Rangga, di sana sudah terpasang obat nyamuk elektrik. "Aneh."
Masih penasaran, Iqbal mengikuti Rangga. Rupanya kini pemuda yang disinyalir menjadi mantan kekasih kakak tirinya itu, justru merebahkan diri di sofa yang berada di seberang sofa Ines. Iqbal akhirnya mendekat.
"Ngga? Kenapa tidur di sini?"
"Banyak nyamuk, Bal."
"Jangan bohong, ya."
"Elu nggak percaya banget sih."
Iqbal lantas duduk di samping Rangga. Menatap Ines yang sudah terlelap tidur. Sementara Rangga masih merapikan selimut yang hendak ia pakai.
"Gue tau kalau elu sama Ines pernah dekat."
Rangga diam sejenak lantas tersenyum. "Dia cerita apa saja?"
"Semua. Awal kalian ketemu, dekat, bahkan sampai kalian berpisah. Semua dia ceritakan ke gue."
"Oh." Rangga terlihat cuek, dia langsung merebahkan diri di sofa tersebut dan membuat Iqbal terpaksa pindah ke sofa lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror : Death Note
HorrorInestia Rossi Sagala, mulai bisa melihat makhluk tak kasat mata sejak kecelakaan setahun lalu. Tak hanya itu, dia juga bisa mencium aura kematian seseorang. Dalam cermin, para hantu tidak akan bisa memanipulasi nya, karena bagi Ines, cermin tidak ak...