55. serangan lagi

65 16 0
                                    

Rangga terus menuntunku sampai ke kamarnya. Ini memang bukan kali pertama hal ini terjadi. Masih teringat jelas saat di Bali kemarin, dia pun pernah melakukan hal Yang sama. Tapi kali ini kondisinya lain. Karena aku belum memakai pakaian apa pun sekarang. Rasanya aku tidak mungkin bisa bergerak bebas.

Tanganku dilepas, pria itu memunggungi ku sambil mengambil kaus dari tas. "Udah, tidur sini aja. Biasanya Rahma pulangnya lewat tengah malam. Acara sebelumnya juga gitu soalnya. Apalagi ini Jogja, pacarnya kan di sini, " jelasnya. 

"Oh, gitu. " Dengan ragu, aku lantas mendekat ke ranjang. Duduk di sana, sambil terus memperhatikan Rangga yang tidak tenang.

"Aku ambil minum dulu," kata Rangga, lalu membuka pintu kamarnya.

"Duh, gimana nih. Kalau aku ambil baju, pasti itu setan masih di sana. Mana ini udah malam," gumam ku berdiskusi dengan diri sendiri.

Aku lantas mondar mandir di kamar Rangga, memikirkan hal yang harus kulakukan selanjutnya. Namun tiba-tiba pintu dibuka, dia lantas masuk Dan memergokiku sedang gelisah. 
"Kenapa? " tanyanya,  lalu menyodorkan segelas susu putih,  Yang saat kuambil dari tangannya masih terasa hangat. "Biar enak tidurnya. Biasa minum susu, kan, sebelum tidur?"

"Hm, iya sih." Aku lantas meneguk susu buatan Rangga hingga habis setengah. Kembali pikiranku melayang jauh, terakhir kali kami berdebat, adalah tentang panggilan "aku, kamu" Yang berganti menjadi "Lo,  gue." Rangga kesal saat aku memanggilnya kembali seperti saat pertama kali kami berkenalan dulu. Padahal dia kerap mengganti dengan seenaknya panggilan itu, Dan aku tidak mempermasalahkan nya.

"Kenapa sih? Kok gelisah gitu?" tanyanya lagi.

"Eum, gini ... Aku belum pakai baju. Temani ambil baju dulu, mau?" tanyaku.

"Yakin? Mau diambil? Pakai bajuku aja," katanya lalu mengambilkan sebuah celana boxer pendek serta kaus lengan pendek miliknya. "Pakai itu dulu."

Akhirnya tanpa pikir panjang aku menerima pemberiannya, dan memakai pakaian ini di kamar mandi. Rupanya kaus ini panjang sampai paha,  tapi justru celana yang kupakai sangat pendek. Setidaknya dengan kaus ini, pahaku tidak terekspose terlalu jelas nanti.

Aku membuka pintu kamar mandi lalu mendapati Rangga sedang duduk di meja yang memang disediakan oleh hotel di tiap kamar. Di depannya ada laptop dan sepertinya dia sedang mengejar design dekorasi untuk gedung. Dia menoleh. "Udah makan belum? " tanyanya.

"Udah kok. " Aku, lantas menempatkan diri,  duduk di sampingnya. Karena aku juga penasaran pada apa yang sedang dia kerjakan. "Ini bukan pertama kalinya, lo ngerjain proyek ini? " tanyaku.

Rangga berhenti menatap layar monitor di depan, menarik nafas dalam lalu menoleh padaku. Tiba-tiba dia mencium bibirku dengan cukup ganas. Tapi untungnya baru beberapa detik ia lepaskan kembali. Sorot matanya tajam. "Jangan panggil aku dengan sebutan 'lo' lagi! Aku nggak suka, kamu panggil aku sama seperti kamu panggil yang lain!" katanya mirip dengan sebuah ancaman.

Aku terpaku atas tindakan kasar Rangga. Tidak menyangka kalau dia akan seberani ini melakukan hal ini padaku. Padahal saat kami pacaran dulu, tidak pernah sekali pun dia bertindak kasar seperti tadi. Dia selalu memperlakukan ku dengan lembut. "Tapi ... Rangga. Kamu juga ...." Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, dia lantas memegang daguku hingga membuat wajahku sedikit mendongak.

"Nggak ada tapi, Rosi! Aku udah nggak tahan lagi dengan hubungan kita yang seperti ini! Jangan munafik! Aku yakin, kalau perasaan mu masih sama seperti dulu! Jangan terus menghindariku, Ros! Kamu nggak tau, seberapa menderitanya aku selama ini?!  Tau?!" Tanyanya Dan membuatku sedikit melotot.

"Mm... Ma... Maaf." Kalimatku terbata-bata. Sedikit takut dengan sikap Rangga yang seperti ini. Tapi kini aku tau, bahwa ternyata dia memendam perasaan Yang begitu menyakitkan karenaku. Aku pikir dia baik-baik saja.  Walau kesal, tapi aku pikir dia bisa mengendalikan dirinya. Tapi ternyata aku salah.

Mirror : Death NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang