11. Pemilik apartemen baru

95 24 5
                                    

"Elu mau pindah nih? Beneran?" tanya Mey, menyeruput cokelat hangat yang tadi dia buat bersama Nita. Selesai makan, kami ngobrol santai sambil membahas rencana selanjutnya.

Roy, ternyata tidak terbukti bersalah. Tidak ada saksi atau bukti yang menunjukkan keterlibatan Pak Roy atas kematian Bu Lia. Tidak dapat dipungkiri kalau Pak Roy masih mengkonsumsi narkoba, tapi dia tidak sampai masuk jeruji besi. Dia hanya diwajibkan lapor setiap beberapa hari sekali, sambil menunggu tahap untuk rehabilitasi.

"Jadilah. Nggak bisa hidup tenang gue di sini. Udah teror hantu belum selesai, eh ini ada lagi. Makhluk yang lebih mengerikan ketimbang hantu. Gue takut, gaes. Ya ampun," ucapku sambil menyapu wajah.

"Bener sih, Ros. Parah banget sih kalau terus menerus diteror gini," tukas Nita.

"Terus kalian udah ada info belum, apartemen yang murah?"

"Kalau yang dibawah dua juta belum ada, Ros. Semua di atas segitu sebulan." Indi menanggapi.

"Nge-kost aja kenapa sih?" tanya Rangga.

"Duh, enggak deh."

"Kenapa?"

"Rosi itu nggak suka suasana tempat kost. Lu tau sendiri dia ini lebih suka suasana sepi, yang privasi. Nggak banyak orang lalu lalang," jelas Mey.

"Ah, belum juga nyoba lu, Ros!" hardik Rangga sambil menyulut rokok.

"Enggak mau, Rangga. Aku nggak betah di tempat gitu. Udah pernah nyoba. Sebulan tuh, itu juga ditahan-tahanin. Terlalu berisik, kadang penghuninya gitu banget."

"Gitu banget gimana?"

"Ya gitu. Pokoknya nggak suka ah!"

"Iya deh iya. Ribet banget elu ih. Atau rumah kontrakan aja?"

"Mahal, Rangga. Harus bayar tahunan. Gue cuma bisa bayar bulanan. Honor nulis gue nggak sebanyak itu."

"Iya juga. Hm. Nanti deh gue coba cari tau, ya. Nanti gue tanya temen-temen."

"Ngapa nanti? Sekarang aja!" tukas Indi.

"Iya ih. Lagian Rangga udah tau, kalau Rosi pengen cepet pindah, malah nanti-nanti."

"Iya deh iya. Nih gue tanya-tanya. Sambil ngerokok gue di situ, ya," tunjuk nya ke balkon mini.

.
.
.

Senja mulai terlihat jelas di angkasa. seakan semesta ingin aku mengistirahatkan tubuh serta otak dengan menatapnya. Aku menyusul Rangga duduk di balkon. Teman yang lain sibuk menonton drama Korea yang sudah masuk ke episode 15. Aku yang tidak menonton sejak awal, tidak begitu tertarik karena tidak mengerti alur ceritanya. Malas bertanya atau memahami lebih dalam.

"Belum ada info, Ngga?"

"Ada sih. Cuma masih dipastikan. Ada yang kosong nggak. Kata temen gue malah sewa perbulan cuma 1,5 juta. Murah, kan? Tapi perlu cek dulu deh, Ros. Kali aja nggak cocok."

"Kasih aja alamatnya. Biar nanti gue cek ke sana."

"Ya bareng gue aja sekalian."

"Eum, nggak usah, Ngga. Gue bener-bener nggak enak sama elu. Sampai-sampai bolos kerja karena nemenin gue di sini."

"Santai aja. Lagian gue juga lagi malas kerja, Ros. Tanggung. Besok libur soalnya, sampai weekend. "

"Ya ampun, jiwa HARPITNAS jaman sekolah masih mendarah daging sampai dewasa, ya?"

"Tapi gimana? Elu mau ke sana sendiri? Ajak aja mereka," kata Rangga melirik ke dalam.

"Iya, nanti gue sama mereka aja. Elu pulang aja, nggak apa-apa kok. Istirahat. Pasti capek, kan? Kurang tidur gitu."

Mirror : Death NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang