Smart key door, adalah salah satu alasanku memilih apartemen ini. Aku adalah tipe orang yang pelupa. Terutama terhadap kunci. Entah kunci rumah, motor, atau mobil. Tapi bukan itu alasan aku tidak pernah mengendarai kendaraan sendiri. Jadi solusi paling tepat adalah dengan teknologi tersebut, yang memang sedang marak di kehidupan penduduk kota. Selain lebih mudah, aku pun tidak perlu repot jika ada teman yang datang ke rumah. Yah, temanku hanya mereka bertiga. Indi, Mey, dan Nita. Hanya mereka yang tau sandi apartemenku. Karena hanya mereka saja yang paling sering datang, dan yang akan dengan cepat tanggap muncul jika aku tidak bisa dihubungi.
Pintu terbuka dengan sandi yang sudah kubuat sejak pertama menginjakkan kaki di tempat ini. Riuh cekikikan dua orang wanita terdengar nyaring sampai luar. Aku dan Mey lantas segera masuk karena yakin dua teman kami sudah ada di dalam.
"Wah, ada tamu," tutur Indi saat melihat kami masuk.
"Dasar tamu tidak tau diri kalian. Bawa makanan nggak?" tanya Mey sambil memeriksa meja dan menatap dapur.
"Makanan melulu anda, ya," tukas Nita.
"Laper, Sis. Belum makan. Selesai dari rumah Rangga, langsung balik kita." Mey menghempaskan tubuhnya di samping Indi. Mereka berdua sedang menonton drama Korea kegemaran dua sejoli itu.
"Film apa tuh?" tanyaku, melepas sweater dan tas.
"Hwarang. Bagus nih, Ros!" sahut Indi.
Aku ikut duduk di sofa, hanya melirik tanpa berminat ikut terjun bersama mereka. Rasanya tubuhku terlalu lelah.
"Itu makanan. Di meja," tunjuk Nita ke meja makan.
"Mana?" Netra Mey liar mencari keberadaan benda yang disebut makanan tadi.
"Buka tudung sajinya, Dodol!" tukas Nita lagi, masih fokus pada Tv layar datar di depan kami. Wanita bergigi gingsul tersebut segera berjalan ke meja makan. Dia terlihat asyik memeriksa tiap mangkuk dan wadah yang berada di dalam penutup makan berwarna pink tersebut.
"Ros, makan nggak?" tanya Mey.
"Nanti saja. Kamu duluan deh," sahutku lalu segera beranjak menuju kamar. Rasanya tubuhku sangat lengket, ingin mandi. Walau hari sudah malam, bukan berarti aku tidak akan mandi. Justru aku paling tidak suka dengan badan lengket. Tidur akan terganggu.
"Eh, bagaimana tadi? Lancar?" tanya Indi yang seolah kembali pada kehidupan nyata.
"Aman kok kata Bang Cen. Bukan gangguan yang parah," Mey menjawab sambil membawa piring dan kembali duduk di sofa. Mereka bertiga terlibat obrolan tentang apa yang terjadi di rumah Rangga. Samar-samar aku juga mendengar pembicaraan mereka mengenai penghuni apartemen ini. Mey belum tau banyak tentang gangguan yang aku alami tadi. Jadi momen seperti ini adalah camilan renyah bagi mereka. Obrolan tentang makhluk tak kasat mata terbaru cukup menarik bagi kami. Tentu aku juga memiliki ide untuk menuangkan dalam novelku selanjutnya.
Memiliki teman seperti mereka adalah sebuah berkah tersendiri bagiku. Di depan mereka aku tidak perlu menjadi orang lain. Bahkan mereka yang paling memahamiku selama ini. Nita dan aku pernah menjalani bahtera rumah tangga dan berujung kegagalan. Bukan pengalaman indah, tapi justru membuat kami menjadi tempat curhat untuk Indi dan Mey. Mey dan Indi adalah tipe wanita yang sering sekali galau karena masalah percintaan. Semua masalah akan kami hadapi bersama. Susah, senang, tangis, dan tawa, sudah menjadi makanan pokok kami selama ini.
"Mandi lu?" tanya Nita saat aku membawa handuk dan pakaian ganti.
"Iya, panas banget udaranya."
"Iya, kah, perasaan malah dingin," kata Indi menimpali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mirror : Death Note
HorrorInestia Rossi Sagala, mulai bisa melihat makhluk tak kasat mata sejak kecelakaan setahun lalu. Tak hanya itu, dia juga bisa mencium aura kematian seseorang. Dalam cermin, para hantu tidak akan bisa memanipulasi nya, karena bagi Ines, cermin tidak ak...