21. Bang Cen datang

94 28 7
                                    

Ada beberapa orang di dunia ini yang ditakdirkan hanya akan menjadi hujan untukmu.
Membuat rindumu menggigil, tapi hanya bisa kau pandangi dari jauh, tak bisa kau sentuh, karena takut sakit.
.
.
.

Sorot mata sosok yang selama ini mengusik hidupku, kini sudah berada tepat di depan. Bahkan aku baru benar-benar bisa melihatnya dari jarak sedekat ini setelah sekian lama dibayangi olehnya. Wajahnya memang tidak terlihat jelas, sebagian masih tertutup hoddie yang tersambung dengan jubah hitam yang terus ia pakai. Tapi dari tempatku berdiri seringainya terlihat jelas. Dia mirip seorang pembunuh berantai yang menemukan mangsanya di film yang biasa aku tonton. Aku terus mundur sampai berhenti karena terjebak di depan pintu kamar. Tatapannya sangat mengintimidasi. Membuat keberanian ku perlahan menciut.

Aku lantas dikejutkan oleh hantaman pintu dari samping. Raja muncul dan berhasil mengalihkan perhatian akan situasi mencekam ini. Dia menarik tanganku dan membuat kami masuk ke dalam kamarnya. Tempat yang sebenarnya baru pernah aku datangi. Pintu ditutup, ia juga menguncinya dengan kunci ganda. Raja memberikan keamanan lapis dua pada pintu kamarnya. Dia terus mengintip dari lubang pintu, sementara aku terus berada di belakangnya.

"Ja, kali ini gue korbannya, kan?" tanyaku datar.

"Enggak. Sebelum keadaan semakin runyam, elu harus segera pergi dari tempat ini. Gue bakal bawa elu pergi!"

"Dia masih di depan, kan?"

Raja menarik nafas panjang lalu mulai mundur dari pintu. Wajahnya terlihat frustrasi. Kepalanya terus menunduk dengan tangan kanan yang ia sandarkan di pintu.

"Kita pasti bisa keluar dari tempat ini! Lagi pula sasarannya bukan cuma elu, tapi kita berdua. Gue yakin dia juga nggak akan membiarkan gue selamat kali ini."

"Terus apa rencana elu?"

"Belum ada," katanya lalu menoleh padaku.

Sudah hampir satu jam kami hanya diam tanpa berbuat apa pun. Berkali-kali Raja mengintip ke pintu, dan makhluk itu masih berada di tempatnya. Tidak bergerak sedikit pun. Sementara aku memperhatikan jendela kamarnya, yang dapat melihat keadaan di halaman apartemen yang tentunya sangat sunyi. Satria tidak terlihat sejak pagi. Bahkan Bu Dahlia yang biasanya pergi berbelanja, tidak juga tampak batang hidungnya. Sosok lain yang terkadang tetap terlihat walau keadaan siang hari, sampai sekarang tidak muncul. Mereka semua seolah raib, tidak meninggalkan jejak, seperti menghilang begitu saja secara serempak.

"Elu nggak punya tali?" tanyaku. Raja menoleh lalu menggeleng.

Aku berpikir jika keluar dari jendela bukan hal yang mustahil, apalagi lantai ini tidak terlalu tinggi. Kalau pun kami terjatuh, kemungkinan tidak akan mati.

"Walau kita lewat jendela sekali pun, dia tetap tau kalau kita keluar dari kamar ini. Untuk sementara kamar ini adalah tempat paling aman. Tapi tidak setelah malam. Mereka pasti bisa menembus pintu itu dan menyeret kita keluar."

"Mereka?"

"Kalau elu pikir sosok yang selama ini muncul di sini enggak ada, itu cuma kamuflase, karena mereka semua akan muncul saat malam datang. Mereka semua. Bahkan yang mungkin belum pernah elu lihat sebelumnya."

Aku mulai merasa berada di situasi lebih serius. Aku pun makin takut, dan berkali-kali melirik ke ponsel yang selalu aku genggam. Sejak tadi sinyal ponselku tidak dapat menerima jaringan dengan baik, seolah-olah seperti tidak ada sinyal di tempat ini. Padahal aku tidak memakai jaringan wifi, karena data internetku masih banyak, jadi walau listrik di tempat ini padam, aku seharusnya masih dapat berselancar di dunia maya. Jadi aneh sekali jika aku tidak dapat terhubung dengan luar, bahkan untuk mengirim pesan saja tidak bisa.

Mirror : Death NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang