31. Petunjuk Baru

91 23 4
                                    

Yuna dan Antonio sudah menjalin hubungan rahasia sejak dua tahun terakhir. Ternyata pandangan orang tentang kehidupan yang sempurna pada diri Antonio dipatahkan oleh Yuna. Di antara kami berempat tidak ada yang menghujatnya, justru kami mencoba mencari tau, alasan di balik kematian Antonio. Karena menurut Yuna, kekasih gelapnya itu tidak mungkin bunuh diri. Memang benar, kalau Yuna dan Antonio sempat terlibat cekcok. Tapi katanya itu hanya akan berlangsung sebentar. Biasanya Antonio akan muncul dengan beberapa kejutan manis sebagai bentuk ungkapan damai dengan Yuna. Tapi Antonio justru tidak muncul setelah tiga hari, dan berakhir dengan kabar kalau dia meninggal.

"Yuna, apa mungkin ada orang yang memergoki hubungan kalian, dan akan melaporkan ke istri Antonio?"

"Tidak mungkin. Kami tidak pernah menunjukkan hal romantis saat di kantor. Bahkan sekali pun Antonio dan aku tidak akan saling sapa, apalagi saat banyak orang."

"Yakin, tidak ada yang tau tentang hubungan kalian?"

"Tidak mungkin, Wong Sik. Kami cukup pintar menutupi semuanya. Aku yakin itu!"

"Sebentar. Kalian bisa mengingat, siapa saja karyawan di kantor kita yang meninggal beberapa bulan terakhir ini. Ah, tidak, satu tahun ini?" tanyaku.

"Untuk apa?"

"Yah, aku hanya ingin tau saja. Apakah kematian Antonio berhubungan dengan kematian orang-orang sebelumnya."

"Oke. Mana kertas dan pena?" pinta Ye Jun.

Malam semakin larut. Obrolan kami makin serius. Deretan nama yang sudah ditulis Ye Jun, menjadikan hal ini target baru bagi kami.

"Apakah ini kebetulan atau memang disengaja, ya," gumam Wong Sik.

"Maksud mu?"

"Lihat nama-nama ini. Beberapa nama yang meninggal selama satu tahun belakangan ini, pasti memiliki riwayat buruk. Maksudku, mereka memiliki kejahatan, baik yang terbuka atau sembunyi-sembunyi, dan Antonio salah satunya. Dia berselingkuh dengan Yuna, bukan?"

"Apa mungkin, ada orang yang sengaja bertindak sebagai Tuhan di kantor kita?" tanyaku.

"Maksudmu dengan menghukum pelaku kejahatan dengan caranya?"

"Mungkin saja, kan?"

"Kalau itu memang terjadi, Yuna ... Juga pasti berada dalam bahaya. Karena pelaku itu, pasti tau skandal mereka berdua!" tukas Yeon Seok.

.
.
.

Aku sampai di apartemen saat lewat tengah malam. Wong Sik mengantarku pulang sampai depan pintu. Tempat tinggalnya tidak begitu jauh dari tempatku.

Tubuhku terasa penat, karena pekerjaan ku selama seharian. Ditambah kejadian yang mungkin akan berdampak panjang nantinya, dan melibatkan teman satu tim ku.

Jika analisa kami benar, maka Yuna pasti akan menjadi sasaran berikutnya. Pertanyaan ku, siapa orang yang melakukan semua pembunuhan ini, dengan kedok kecelakaan, bunuh diri dan yang lainnya. Aku yakin dia pasti orang yang telah bekerja lama di kantor kami, dan mengetahui semua karyawan serta kehidupannya.

Aku memutuskan berendam air panas sebelum tidur. Tubuhku terasa lengket karena aktifitas hari ini. Ponsel sengaja kubawa, karena sejak aku di sini, benda pipih yang biasanya selalu aku mainkan setiap saat, justru jarang aku buka. Apalagi tidak ada satu orang pun yang kutunggu untuk berkirim pesan. Tapi entah mengapa, aku seolah masih menunggu sebuah pesan singkat, seperti ... "Kamu lagi ngapain?" atau "Capek, ya?" dan pesan-pesan receh yang biasa aku kirim ke Rangga dulu. Obrolan receh yang pasti akan membuka obrolan selanjutnya, bukan hal tabu. Karena dengan begitulah kami dekat.

Aku membuka galeri foto, di sana beberapa wajah yang aku kenal masih tersimpan rapi. Tidak ada yang kuhapus satupun. Wajah Rangga yang terus melebarkan senyum, membuat rinduku terobati. Rasanya hanya dengan melihat fotonya saja, sudah cukup bagiku. Tapi entah mengapa kali ini aku ingin lebih.

Mirror : Death NoteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang