Tiga puluh enam

286 21 3
                                    

***

"Kenapa Dit?" tanya Ara.

Adit menghela nafas, "gue udah ungkapin semua Ra!"

Ara mengerutkan kening, "Hm?" tanya nya.

"Emang Dinda belum cerita?" Ara menjawab dengan gelengan.

"Perasaan gue sama Dinda. Gue udah ungkapin dan nyatanya di udah sama abang lo." Adit tersenyum hambar.

"Terus sekarang kamu gimana?" tanya Ara pura-pura tidak tahu dengan masalah ini.

"Hurft.. Mungkin untuk beberapa saat gue bakal ngehindar dari Dinda. Ya setidaknya sampai luka gue sembuh."

Ara menatap Adit dengan tatapan sedih, "Apa harus sejauh itu Dit?" tanyanya lirih.

Adit hanya diam fokus dengan pikirannya membuat Ara kembali membuka suara.

"Sesakit itu ya?"

Adit menatap Ara dan mengangguk sebisa mungkin pria itu tersenyum tidak ingin membuat sahabat kecilnya khawatir. Tetapi sayangnya Ara mengetahui semuanya. Jujur hatinya sakit melihat Adit seperti ini.  Adit benar-benar terlihat terluka karena seorang gadis.

"Kamu cinta banget ya sama Dinda?" tanya Ara lirih.

Adit mengangguk lagi membuat Ara menunduk sedih.

"Tapi secepatnya gue akan lupain dia kok."

Ara mengangkat kepalanya menatap mata hitam Adit. "Jangan ngejauh dari Dinda! Jangan jadi Adit yang dingin kayak dulu. Aku gak nyaman liat aura dingin kamu-ak-uu takut!!" Ara berujar lirih sambil menggenggam tangan Adit.

Adit terkekeh kecil, "Izinin gue nenangin diri bentar ya!" ujar
nya sambil mengelus puncuk kepala Ara.

Seketika Ara manjadi panik, "Kamu mau kemana Dit? Pliss jangan tinggalin aku!"

Adit kembali terkekeh, "Gue gak akan kemana-mana Ra!"

"Hm?" tanya Ara yang sangat menggemaskan dimata Adit.

"Gue cuman minta waktu buat gak bicara sama Dinda. Gue lagi belajar mau nerima semua."

"Dit kamu?"

"Tenang aja cuman bentar kok!" ujar Adit menenangkan Ara.

Akhirnya Ara mengangguk pasrah.

"Cepet main bareng kita lagi ya! Dinda juga pasti kangen sama kamu. Mau kayak gimana pun kamu itu sahabat Dinda. Jangan biarin cinta kamu bikin persahabatan kamu sama Dinda hancur," ujar Ara sambil mengenggam tangan Adit.

"Iya bawel!" balas Adit sambil menjawil hidung Ara.

***

Setelah beberapa lama Adit dan Ara bercerita sambil berbaring dirumput. Sembari tertawa bersama dengan angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah mereka membuat Adit maupun Ara merasakan sensasi damai dan tenang. Dan sekarang Adit sudah pulang, ya karena ini sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Tidak terasa sampai gelap Adit dan Ara menikmati suasana damai itu.

Ara melihat Adit sudah terlihat baik-baik saja. Walaupun masalah hati siapa yang tahu bukan? tapi setidaknya sudah tidak ada lagi aura dingin yang terpancar dalam dirinya. Dan soal perasaan Ara untuk sekarang dia tidak ingin memaksakan dulu. Karena walau bagimana pun Adit baru saja patah hati. Dia ingin memberi ruang untuk Adit agar bisa menyembuhkan lukanya. Disini dia akan berperan sebagai sahabat dengan sebaik-baiknya. Toh cepat atau lambat Adit juga akan mengetahui perasaannya.

Dan masalah Nico yang sudah dengan Dinda, jujur Ara sama sekali tidak mengetahui tentang masalah ini. Tadi waktu di sekolah dia pikir Dinda hanya bercanda agar Adit melupakannya. Tapi entahlah nanti dia akan menanyakannya langsung pada kakak lelakinya itu. Dan tak lama orang yang ditunggu-tunggu pun datang.

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang