***
"RA!" teriak Dinda karena Ara pergi. Dan dengan sigap gadis itu berlari mengejar Ara.
Aldi yang melihat Ara kembali menangis menggeram marah. Pria itu menatap tajam kearah Adit. Susah payah dia membuat Ara tidak menangis lagi, tapi Adit malah dengan seenaknya membuat Ara kembali menangis.
Aldi menghampiri Adit dengan tatapan sinis dan meremehkan.
"Heran gue apa sih kelebihan cowok brengsek kayak lo sampe Ara sesedih itu cuma karena lo!"
Adit terdiam mendengar perkataan Aldi, dia mengepalkan tangannya, rahangnya pun ikut mengeras. "Maksud lo apa?"
Aldi tertawa sinis.
"Cuma cowok brengsek yang tega bikin sahabatnya nangis hebat kayak gitu. Gak guna banget jadi sahabat."
"Sialan emang lo! susah-susah gue bikin Ara berhenti nangis."
Setelah mengatakan itu Aldi langsung pergi menyusul Ara dan Dinda.
Adit terdiam ditempatnya. Apa dia sudah keterlaluan? sekarang kalimat itu yang ada didalam benaknya, melihat Ara menangis sedih seperti itu membuat hatinya merasakan sakit.
Adit melihat mata itu memancarkan luka yang sangat dalam, mata yang selalu membuat Adit merasakan bahwa Ara tidak bersalah. Tapi Adit sudah mendengar dan melihat dengan mata kepalanya sendiri.
Tapi tetap saja melihat Ara menangis seperti tadi membuat dada Adit merasa sesak. Cukup! sudah cukup Adit mengabaikan Ara seperti ini, walau pria itu ingin tapi hatinya seakan menolak. Dia tidak bisa melihat Ara menangis terus seperti ini, lagi pula Ara juga sudah meminta maaf, itu yang dia mau kan? permasalahan ini harus segera diselesaikan.
Adit takut Ara akan kembali pingsan. Entah apa yang terjadi pada sahabatnya itu, apa Adit memang sudah terlalu jauh dari gadis kecilnya itu? Adit mengusap wajahnya sebentar pria itu berniat menyusul Ara dan meminta maaf kepada gadis itu.
***
Ara berhenti berlari dikoridor sepi. Gadis itu berusaha mengatur nafasnya agar tetap teratur, tapi nyatanya itu sangat sulit. Apa lagi sekarang posisinya dia sedang menangis. Kepalanya sudah sangat sakit karena sudah terlalu lama menangis. Ara menghapus air mata yang ada dipipinya. Dia memegangi dadanya yang terasa sesak. Gadis itu jatuh terduduk dilantai.
"Ra!"
Dinda langsung menghampiri Ara yang terlihat kesakitan. Dinda sangat panik sekarang.
"Din!"
Ara berujar lirih membuat Dinda semakin panik.
"Tahan Ra! Kita kerumah sakit ya!"
Tetapi Ara menggelengkan kepalanya dengan lemah.
"Ara?"
Aldi datang dan langsung berjongkok didekat Ara.
Ara tersenyum tipis melihat dua orang didepannya ini terlihat khawatir. Dari kejauhan Ara juga melihat Adit menatap khawatir dan penuh tanya kepadanya.
"Bantu aku berdiri Aldi!" pinta Ara lemah.
"Gak!"
Tolak Dinda dan Aldi secara bersamaan.
"Biar gue gendong aja!" ujar Aldi.
"Iya biar Aldi yang gendong lo!" balas Dinda menyetujui ucapan Aldi.
Ara kembali mengatur nafasnya disaat dia merasa nafasnya kembali sesak.
"Aku gak lumpuh. Masih bisa jalan kok tenang aja." ujarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Araselly
Teen Fiction(End) Revisi ~~~ Araselly Salsabela "Mencintaimu adalah keinginanku, dan memilikimu adalah dambaanku." Ganendra Aditya Putra "Kau telah pergi, dan lukanya membuat aku tidak bisa berjalan seperti dulu lagi." ~~~ 💙💙 Happy reading Jangan lupa mampir...