Tiga puluh sembilan

303 19 14
                                    

***

"Daisy?" lirih Ara.

Ternyata gadis blasteran ini yang menjadi pacar sahabatnya. Gadis cantik dengan rambut sedikit ikal, serta mata berwarna biru safir yang indab membuat daya tarik sendiri untuk gadis itu, gadis yang menjadi incaran hampir seluruh siswa high school.

Ara tersenyum miris dalam hati, kalau di bandingkan dengan Daisy dia tidak ada apa-apanya. Dia hanya seorang gadis cengeng dan menyusahkan. Rasanya percuma juga walau dia mengungkapkan rasanya pada Adit, Adit sudah memiliki pacar sesempurna Daisy, mana mungkin pria itu mau meninggalkan permata hanya karena sebuah kaca.

Ara tidak sadar bahwa permata yang sesungguhnya di mata seorang Aditya adalah dirinya.

"Hay kak!" sapa Daisy ramah.

Dia tahu kalau Adit memiliki dua sahabat perempuan.  Adit sudah memberitahunya, tapi sebenarnya dia juga memang sudah tahu. Karena Adit, Ara dan Dinda sangat fomous di sekolah ini. Memang dia sudah memiliki rasa pada Adit bahkan saat pertama melihat pria itu. Pria yang memiliki sifat sedingin es dengan tatapan tajam, tetapi saat bersama sahabatnya dia bisa berubah menjadi pria hangat dan penyayang.

Dulu dia berpikir kalau Ara dan Adit itu friendzone, nyatanya Adit malah mengajaknya pacaran dan tentu saja gadis itu akan menerimanya. Bagaimana mungkin dia bisa menolak pesona sosok Ganendra Aditya Putra.

Dinda menatap Daisy dengan sinis.

"Jadi lo pacar Adit?"

Daisy hanya menanggapinya dengan senyuman. Entahlah dia merasa ada yang berbeda dengan Dinda. Dinda memang terkenal menjadi gadis yang blak-blak an dan berani, kata-katanya sangat pedas.

Dia merasa-em Dinda seperti tidak menyukainya. Tapi apa salahnya? bukannya dia tidak pernah membuat masalah dengan kakak kelasnya itu. Tetapi kenapa Dinda terlihat seperti tidak menyukainya. Tapi mungkin saja dugaannya salah dia tidak ingin menuduh Dinda yang tidak-tidak.

Suasana hening, karena melihat semua diam akhirnya Adit membuka suara.

"Gue harap kalian bisa berteman baik!" ujar Adit.

Dinda hanya memutar bola matanya malas, sedangkan Ara hanya tersenyum tipis. Entahlah Ara merasa dia benar-benar lelah, bahkan rasanya untuk berjalan saja dia sudah tidak sanggup, nafasnya pun semakin sesak. Ara benar-benar bingung dengan dirinya kenapa dia sampai seperti ini? tidak mungkin efek patah hati sampai membuatnya selemah ini.

"Ra bang Nico gak bisa jemput!" ujar Dinda pada Ara tanpa mempedulikan Adit dan Daisy.

Ara hanya menatap Dinda bingung entahlah rasanya untuk bersuara saja Ara tidak sanggup. Dan Dinda yang mengerti dengan tatapan itu pun kembali bersuara.

"Dia lagi ada tugas kelompok, dia udah telpon lo tapi hp lo gak aktif jadi ngabarin gue karena takut kalo lo nunggu."

"Yaudah, Ra lo pulang sama gue aja! Din lo gapapa kan pulang sendiri?" tanya Adit pada Dinda.

"Gue sih gapapa ya, tapi pacar lo itu gimana?" tanya Dinda.

Bukannya ingin membuat Adit meninggalkan Ara dan mengantarkan pacarnya, Dinda hanya ingin Daisy tahu kalau Ara jauh lebih penting dibanding gadis itu. Karena Dinda tahu Adit pasti lebih memilih untuk membiarkan pacarnya pulang sendiri dari pada Ara yang harus pulang sendiri.

Adit menepuk jidatnya. Dia sampai lupa kalau sekarang dia sudah punya Daisy, karena terlalu fokus pada Ara Adit sampai melupakan pacarnya itu, tapi mau bagaimana lagi disaat Nico tidak bisa menjemput Ara maka kewajiban bagi Adit untuk mengantar Ara. Dan sekarang dia sedang membawa motor, Adit merutuki kebodohannya harusnya dia menggunakan mobil.

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang