Empat belas

304 38 4
                                    

***

Sekarang mereka telah sampai dirumah Ara, Dinda masih memejamkan matanya akhirnya Adit memutuskan untuk menggendong Dinda.

"Bawa di sofa aja dulu Dit, kita obatin dulu lukanya," ujar Ara.

"Hm," balas Adit singkat.

Ara langsung mengambil kotak Frist aid, saat Ara hendak mengobati Dinda, Adit langsung mengambil alih kapas yang berada di tangan Ara. Gadis itu sempat tersentak tapi dia mencoba menepis pikirannya.

"Biar gue aja, Mending lo ganti baju," suruh Adit.

Ara mengangguk dan bergegas kekamar.

Adit mengobati kembali luka yang berada di sudut bibir Dinda. Gadis itu masih terpejam, entalah mungkin memang sangat pusing.

Ara telah selesai berganti baju dan langsung menghampiri Adit dan Dinda.

"Mom dan Dad kemana?" tanya Adit saat Ara sudah duduk di sampingnya.

"Kerja," balas Ara seadanya.

"Ditt!" panggil Ara.

"Kenapa hm?" tanya Adit.

"Mending kita bawa Dinda ke rumah sakit aja, aku takut dia kenapa-napa!"

Melihat kerisauan di wajah sahabatnya Adit membawa Ara kedalam pelukannya.

"Dinda baik lo tenang aja!"

"Dia selalu terlihat baik, tapi kita gak pernah tahu apa yang sebenernya dia rasain," ujar Ara lirih.

Adit melepas pelukannya, dia tersenyum kepada Ara. "Dia gak pernah mau telihat lemah di depan siapa pun. Gue suka sama sikapnya."

"Hmm, dia hebat. Aku bahkan pengen jadi kayak Dinda jadi gadis yang berani dan gak nyusahin orang."

"Gue lebih suka Ara yang selalu jadi dirinya sendiri."

Ara menatap dalam bola mata hitam milik Adit.

"Aku selalu nyusahin kamu dan bang Nico, aku cuman gadis lemah dan cengeng."

Adit mengerutkan kening, tidak biasanya Ara seperti ini. Dari dulu Ara tidak pernah membandingkan sikapnya dengan orang lain, dia selalu bangga menjadi diri sendiri. Tetapi, sekarang kenapa dia seakan lelah dengan sikapnya sendiri.

"Gue suka direpotin sama lo. Gue suka sama sikap lo, gue seneng lo selalu manja sama gue. Karena, gue ngerasa gue punya adik yang harus gue lindungi," ujar Adit dengan senyumnya.

Ara terdiam! bolehkah dia meminta lebih, Ara ingin hubungannya dan Adit lebih dari sekedar sahabat ataupun adik.

"Melamun!" ujar Adit sambil mencolek hidung Ara.

"Hah? apaan gak kok aku gak melamun," elak Ara.

"Ya, anggap aja gue percaya."

"Uwuw soswitnyaa." Adit dan Ara di kagetkan oleh suara Dinda.

"Din kamu udah sadar? kamu mau minum apa? apa yang kamu rasain sekarang pusing? bilang sama aku!" tanya Ara beruntun.

Dinda memutar bola matanya malas. "Lo pikir gue pingsan."

"Ishh," sebal Ara.

Dinda tertawa kecil.

"Masih pusing?" tanya Adit.

"Kalian lebay banget sih, gue baik tadi gue tidur karena kecapean, lahh pas bangun gue liat drama," ujar Dinda.

Adit dan Ara hanya menggelengkan kepala.

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang