***
"Gue butuh sandaran!!" ujar Dinda dengan suara serak nyaris tak terdengar.
Nico terkejut saat tiba-tiba Dinda memeluknya, dengan refleks tangan besar itu mengelus lembut punggung Dinda.
Pria itu juga khawatir saat melihat gadis dengan rambut sebahu itu menangis di pinggir jalan. Dia belum pernah melihat Dinda serapuh ini sebenarnya ada apa dengan Dinda kenapa keadaannya bisa sampai seperti ini.
"Gue gak tau seberat apa masalah yang sedang lo hadapi sekarang. Tapi gue harap lo bisa tenang dulu! lo bisa cerita ke gue pelan-pelan kalo lo mau!" ujar Nico masih dalam keadaan memeluk Dinda.
Dinda melepaskan diri dari pelukan Nico, gadis itu menarik nafas panjang dan menghapus sisa air matanya, perlahan gadis itu tersenyum.
"Gue pergi!" ucapnya serak karena habis menangis.
Baru beberapa langkah Nico sudah menahan tangannya, "Lo mau kemana malam-malam gini hujan lagi?" tanya Nico dengan sedikit berteriak.
Dinda menggeleng pelan.
Nico menghela nafas, Dinda sedang tidak baik sekarang, dan tidak akan bagus jika membiarkan gadis itu pergi sendiri akhirnya Nico memutuskan untuk membawa Dinda.
"Ikut gue!"
Dinda tetap diam entah apa yang ada dipikiran gadis itu, pandangannya terlihat kosong. Nico menarik tangan Dinda dan mengajaknya masuk kedalam mobil, pria itu menyerahkan hoddienya kepada Dinda.
Nico mengajak Dinda ke mall banyak yang menatap aneh mereka berdua karena pakaiannya basah. Tanpa memeprdulikan itu Nico membawa Dinda ketoko pakaian khusus wanita.
"Lo bisa ganti disini gue pergi bentar!" ujar Nico.
Dinda tidak menjawab tapi gadis itu berjalan masuk dan memilih pakaian begitu juga dengan Nico ditoko khusus pakaian pria. Selesai mengganti baju Dinda melihat Nico sudah menunggunya, Nico langsung mengajak Dinda membawanya makan.
Dinda hanya diam di depan makanannya, gadis itu bahkan enggan hanya untuk melihat makanan. Pandangannya tetap sama seeprti tadi kosong! karena sudah mulai jengah akhirnya Nico mulai bertanya.
"Lo kenapa?"
Dinda hanya menggeleng, Nico menghela nafasnya kasar, dan tanpa diduga pria itu membawa Dinda kedalam dekapannya mengelus punggung Dinda dengan lembut.
"Apapun masalah lo, lo bisa cerita sama gue!" ujar Nico.
Dinda berdeham sebentar sebelum akhirnya melepaskan pelukan Nico.
Nico memperhatikan Dinda yang sedari tadi hanya diam. Nico membiarkan saja mungkin Dinda masih butuh waktu untuk menenangkan pikiran tapi ini sudah dua jam dan Dinda tetap saja tak bergeming."Orang tua gue mau pisah."
Nico tersentak! Dinda mengatakannya dengan pelan tidak ada air mata dipipi mulus gadis itu, gadis itu hanya memandang lurus kedepan.
"Apaa?" Nico masih tidak percaya.
"Dari kecil orang tua gue selalu sibuk sama urusan masing-masing. Mereka gila kerja, mereka jarang perhatiin gue, gue selalu berusaha buat memahami kesibukan orang tua gue. Karena gue sadar mereka bekerja untuk kebahagiaan gue," Dinda menjeda sebentar ucapannya.
"Gue tumbuh besar tanpa perhatian dan kasih sayang dari mereka, selama ini gue selalu coba ngerti. Disaat anak sd pada umumnya yang pulang sekolah di jemput oleh papa atau mamanya atau saat sampai dirumah bisa bermanja sama orang tuanya, sedangkan gue enggak. Lo mau tau apa yang gue jumpai saat gue pulang? kosong, sepi, sunyi."
Dinda menghela nafas panjang sebelum akhinya melanjutkan ceritanya lagi.
"Mereka selalu pulang larut, mereka seakan lupa kalo mereka punya anak yang butuh kasih sayang mereka. Dan lo tau saat pagi apa yang gue temui? jawabannya adalah sama. Orang tua gue selalu berangkat pagi bahkan sebelum gue bisa lihat mereka. Gue gak pernah masalahin ini. Dari kecil gue selalu berusaha buat ngerti sampe sekarang pun sama. Tapi tadi gue denger mereka bertengakar hebat, gue gak tau apa penyebabnya. Pas gue turun! pas gue turun mereka bilang mereka mau pisah, mereka mau pisah bangg!"
Dinda berucap sayu kepada Nico, Nico hanya membisu mendengar cerita Dinda. Ternyata gadis yang selama ini selalu terlihat kuat menyimpan beban di hatinya. Nico memperhatikan Dinda yang sama sekali tidak mengeluarkan air matanya, tetapi tatapan mata itu kosong, Nico tahu betul bahwa Dinda sedang terluka sekarang tapi gadis itu berusaha tegar.
Sekali lagi Nico memeluk Dinda dan mengelus punggung Dinda dengan lembut. "Lo boleh nangis! ayo keuarin keluh kesah lo sekarang! jangan di pendem sendiri itu akan buat lo tambah sakit."
Pertahanan Dinda pun runtuh! cairan bening itu berhasil keluar, "Orang tua gue mau pisah bang, mereka mau pisah hikss.. Gu-gue. Ini salah gue bang!"
"Sttsss! bukan salah lo," Nico menenangkan Dinda.
"Gu-gue perasaan gue gak per-nah ngeluh sama kesibukan mereka hiks ta-tapi..Kenap-paa.. Gini hiks? Gu-gue gue salah ap-apa.. Bangg hiks?"
"Sshhhh! udahh ini bukan salah lo. Lo udah jadi yang terbaik buat mereka, semuanya udah takdir Din!" ujar Nico seraya menghapus air mata Dinda.
"Hiksss guee--gue ben-ci-gue benci terlihat lemah kayak gini!" Dinda memukul-mukul dada Nico saat sadar dia telah bercerita terlalu banyak kepada Nico.
"Aww! coyy! sakit. Lo gila?" marah Nico karena tidak terima dipukul oleh Dinda.
Dinda mengecutkan bibirnya. Setelahnya gadis itu berteriak. "Aarrgghhhhh! hhmmpp!"
Dengan cepat Nico menutup mulut Dinda saat orang-orang sudah mulai memperhatikan mereka karena teriakan Dinda. bisa-bisa dia dituduh melakukan yang tidak-tidak nantinya apalagi kondisi Dinda yang sehabis menangis.
"Lo gilaa!! Bisa-bisanya lo masih ngeselin pas keadaan kayak gini?" Nico menggeleng-gelengkan kepala karena tingkah Dinda benar-benar tidak bisa ditebak.
"Gue benci terlihat lemah kayak gini," kesal Dinda.
"Lo satu-satu nya orang yang liat sisi lemah gue! Aarrgghhh kenapa juga gue harus cerita ke lo tadi?" sesal Dinda kali ini memukul punggung Nico.
Diam-diam Nico tersenyum tipis karena Dinda sudah tidak terlalu down seperti tadi. Setidaknya sekarang gadis itu jauh lebih baik. Dia rela kena pukul asalkan dia tidak melihat gadis yang awalnya selalu ceria kini menjadi rapuh dengan derai air mata.
"Yayaya ternyata lo cukup nyeremin kalo lagi nangis haha," Nico sengaja mengusik Dinda agar gadis itu bisa melupakan masalahnya walau hanya sebentar.
"Loo-!!" Dinda menatap Nico dengan tajam dan dengan cepat gadis itu langsung memukul kembali punggung Nico.
"Aww!! Iya iy-aww iya ampunn!" ujar Nico.
Dinda tetap tidak berhenti dengan sekuat tenaga Nico berusaha memegang tangan Dinda agar Dinda berhenti. Dan dalam sekejap gadis itu sudah kembali kedalam pelukan Nico. Dinda memberontak dalam pelukan Nico, tetapi pria itu tetap menahannya, sesaat keduanya menatap satu sama lain sebelum akhirnya Dinda tersadar karena ucapan Nico.
"Gapapa gue sakit asalkan gue bisa ngeliat lo senyum lagi. Dan yah gue jauh lebih suka ngeliat lo versi ganas gini dari pada ngeliat lo seperti beberapa jam yang lalu. Gue gak suka ngeliat lo rapuh dengan derai air mata, hati gue bahkan juga ikut sakit ngeliatnya. Jangan sedih lagi Dinda! mulai sekarang gue bakal selalu ada buat lo dan akan selalu support lo!" ujar Nico dengan senyumnya sambil mengelus kepala Dinda.
***
Hallo guys apa kabarr? maaf banget lama up soal nya lagi writers block harap maklum ya wkw
Btw part ini khusus banget cuma ada Dinda sama Nico aku oh iya btw ini bukan konflik intinya yaww nanti bakal ada konflik utama nya jadi tunggu aja dan pantau terus cerita ini, bukan dipantau doang ikutin terus dan support cerita aku Yaww🤩Makasihh bangett buat yang sudah Baca💙
Jangan lupa vote and Komen💙
And See you next Part💙
Semoga aja setelah ini aku bisa up Rutin🤩
KAMU SEDANG MEMBACA
Araselly
Teen Fiction(End) Revisi ~~~ Araselly Salsabela "Mencintaimu adalah keinginanku, dan memilikimu adalah dambaanku." Ganendra Aditya Putra "Kau telah pergi, dan lukanya membuat aku tidak bisa berjalan seperti dulu lagi." ~~~ 💙💙 Happy reading Jangan lupa mampir...