Lima puluh enam

530 34 2
                                    

***

Dinda sudah sampai dirumah sakit. Saat melihat dia datang terlihat Nico bergegas menghampirinya.

"Lo dari mana?" panik Nico melihat mata sembab Dinda.

Tidak ada jawaban dari Dinda yang ada hanyalah tatapan datar.

"Hey are you okey?" tanya Nico. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan Dinda.

Dinda menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis.

"Hai! kenalin gue Dini!" gadis itu mengulurkan tangannya pada Dinda dengan senyum manisnya.

"Dinda!" balas Dinda singkat.

Dini tertawa kecil melihat Dinda yang terkesan sangat cuek padanya.

"Sorry ya udah buat lo salah paham. Gue emang sering bareng sama bang Nico, kebetulan kita satu kampus. Kita udah deket banget dari kecil." Dini berniat mengerjai Dinda.

"Ohh haha iya-iya." Dinda menjawab dengan acuh.

"Hahaha lo lucu banget sih. Gue sepupu Bang Nico." Akhirnya Dini menjelaskan yang sebenarnya.

Dan saat itu juga rasanya Dinda ingin menenggelamkan wajahnya dilautan sangking malunya. Apa lagi saat melihat senyum tertahan yang ditunjukkan oleh orang yang ada disana.

"Assalamualaikum!"

Sontak mereka semua langsung mengalihkan pandangannya pada dua orang yang baru datang itu.

Pria itu datang dengan keadaan yang sangat berantakan. Bahkan darah di tangan pria itu belum di obati.

"Ngapain lo kesini?" pertanyaan itu keluar dari mulut Rio.

Pria itu sangat marah mengetahui Adit mendatangi adiknya. Dia sudah tahu semua ceritanya, tentu saja sebagai sepupu Ara dia sangat marah adiknya diperlakukan seperti itu.

"Gue mau ketemu Ara!" ujar Adit berani.

"Masih punya nyali lo nyamperin adik gue?" kali ini Nico yang membuka suara. Pria itu terlihat berusaha menahan amarahnya.

Melihat Adit diam Nico kembali membuka suara. "Emang gak cukup lo nyakitin dia selama ini? masih kurang? dan sekarang lo mau nyakitin dia lagi dengan datang sama cewek ini?"

"Bang gue-"

Nico memotong ucapan Adit. "Dit mending lo pergi deh. Udah cukup lo nyakitin Ara! jangan bikin emosi gue naik. Selama ini gue udah cukup sabar dan selalu nahan diri buat hajar lo."

"Pukul gue bang! pukul gue sepuas lo! gue rela babak belur asal lo izinin gue buat ketemu Ara." ujar Adit.

Tangan Nico terangkat hendak memukul Adit, tapi dengan cepat Mommy menghalanginya.

"Abang stop! jangan seperti ini, selesaikan lah masalah dengan baik."

"Gapapa Mom. Adit emang pantes dapetin ini!" lirih Adit.

Sungguh dia benar-benar merasa bersalah dan sangat malu. Keluarga ini sangat baik kepadanya, tapi dia malah dengan teganya menyakiti putri kesayangan mereka. Padahal keluarga Ara bagaikan keluarga keduanya, sejak orang tuanya meninggal keluarga Ara lah yang selalu berada disisinya, menguatkannya. Dia memang tidak tahu diri.

"Kalo pukulan itu bisa buat Adit ketemu sama Ara dengan senang hati Adit terima Mom!" lirih Adit lagi.

"Jadi ini perempuan beruntung yang bisa mendapatkan hati kamu?" tanya Mommy mengalihkan pembicaraan.

"Iya Mom. Cewek itu yang bikin Adit berubah total." Dinda berkata sambil menatap sinis pada Daisy.

Daisy hanya menundukkan kepalanya, dia juga sangat merasa bersalah. Harusnya dari awal dia bisa menjelaskan semuanya pada Adit. Dia telah menyakiti Ara sangat dalam. Sedangkan Adit tidak bisa berbuat apa-apa dia dan Daisy memang salah. Jujur saja dia sempat marah dan kecewa pada Daisy, tapi nasi sudah menjadi bubur.

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang