Lima puluh empat

420 25 9
                                    

***

Sampai saat ini Ara masih tetap berada dirumah sakit. Gadis itu tidak diperbolehkan pulang, karena sekarang keadaannya benar-benar mengkhawatirkan, terpaksa dia harus rawat inap dirumah sakit sampai bisa mendapatkan donor ginjal.

Aldi dan Dinda tidak pernah absen mengunjungi gadis itu setiap harinya. Sedangkan Adit entahlah, Dinda sama sekali tidak mempedulikan pria itu, karena kekecewaannya terhadap Adit sudah semakin besar. Apa lagi saat mengingat Ara sudah pingsan didepan kakinya tapi pria itu bahkan tidak bergeming dari tempatnya. Dinda semakin benci terhadap Adit.

***

Sekarang diruang rawat Ara ada Daddy Mommy dan Abangnya. Mereka selalu menjaga Ara dengan baik. Tak jarang juga sepupu-sepupunya bahkan Om dan Tantenya datang menjenguk. Ara sudah merasa senang saat mereka memperhatikannya.

Tapi hanya satu yang kurang. Adit sampai detik ini pria itu sama sekali belum menjenguknya, Ara merasakan ruang hatinya ada yang kosong karena Adit belum menemuinya.

"Abang boleh keluar dulu gak? Ara mau bicara sama Dad dan Mom," ujar Ara pada Nico.

"Oke!" balas Nico tersenyum.

"Mau ngomong apa hm?" tanya Daddy mewakili Mommy.

Sekarang Daddy sudah duduk dikursi yang ada didekat brankar Ara. Sedangkan Mommy dia ikut duduk disamping Ara.

"Ara gak tahu harus ngomong apa. Yang terpenting harus kalian tahu. Kalo Ara sayang banget sama kalian, Ara bener-bener bersyukur bisa terlahir dari keluarga ini. Dad dan Mom adalah sosok terhebat dalam hidup Ara," ujar Ara.

"Daddy dan Mommy juga beruntung memiliki putri hebat seperti kamu."

"Kalian sayang bangetkan sama Ara?" tanya Ara menatap Daddy dan Mommy bergantian.

"Of course!" ujar Mommy, tangannya tidak berhenti mengelus kepala Ara.

"Kalo kalian sayang sama Ara. Kalian pasti gak mau kan liat Ara sakit?"

Daddy menghela nafas. Merasa bersalah pada putrinya.

"Maafkan Daddy karena sampai sekarang Daddy belum bisa mendapatkan donor itu. Kamu pasti sangat kesakitan ya?" tanya Daddy.

Mata Ara berkaca-kaca. "Iya Dad. Sangat sakit!" ujarnya menangis pelan.

Mommy juga tak kuasa menahan tangisnya.

"I'am sorry!" lirih Daddy.

"Ara pengen istirahat! Ara kesakitan Dad! Ara capek! Ara rasanya udah gak sanggup," lirih Ara sembari terisak pelan.

"Kamu kuat! Mom tau putri Mommy kuat!" ujar Mommy berusaha menyemangati putrinya.

"Dad, Mom! bolehkan Ara nyerah? Ara gak lemahkan kalo Ara nyerah sekarang? soalnya Ara udah cukup lama berjuang, ini saatnya Ara berhenti. Ara udah gak kuat nahan sakit ini.. Hikss.. Ara juga capek harus selalu bikin kalian khawatir.. Hikss.."

"Sayang!!" Isak Mommy.

Rasanya dia tidak kuat untuk mendengar kalimat yang akan keluar dari mulut putrinya.

"Ara.. Hikss.. Ara mau tidur dengan tenang.. Ara mau istirahat.. Hikss.. Ara mohon!!! izinin Ara istirahat.. Hikss.. Anggap aja.. Ini.. Hiks... Permintaan terakhir.. Ara..." Ara tak berhenti terisak. Dia juga sebenarnya tidak mau menyerah, tapi rasanya dia sudah tidak kuat.

"Putri Daddy akan sembuh! kamu hanya perlu berjuang sedikit lagi sayang! kamu kuat. Putri Daddy hebat." Daddy berusaha memberi semangat pada putrinya.

"Dad, Mom! izinin Ara istirahat ya!"

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang