Lima puluh dua

395 22 3
                                    

***

Daddy mengusap lembut kepala Ara. Dua hari putri kecilnya tidak sadarkan diri. Tapi alhamdulillah tuhan masih memberinya kesempatan untuk menyembuhkan putrinya. Daddy juga sudah berusaha mencari pendonor ginjal yang cocok untuk Ara, tapi sayangnya sampai detik ini mereka belum menemukannya.

"Dad Ara mau pulang!" ujar Ara.

"Iya nanti kalau dokter mengizinkan kita pulang ya!" ujar Daddy mengelus lembut kepala Ara.

Baik Mommy Nico dan Daddy sendiri sama sekali tidak membahas kejadian satu minggu yang lalu. Ya sekarang sudah terhitung satu minggu Ara dirawat dirumah sakit. Tidak ada yang membahas kejadian itu atas perintah Daddy. Daddy tidak mau putrinya akan kembali drop saat membahasnya.

***

Sekarang Ara sudah pulang. Akhirnya dia diperbolehkan pulang setelah dua minggu dirawat dirumah sakit. Baik Dinda maupun Aldi selalu menyempatkan diri setiap pulang sekolah untuk menjenguk Ara. Keadaan mental gadis itu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya, sekarang dia sudah terlihat baik-baik saja.

Jujur saja Ara tidak tahu apa yang menyebabkankannya tidak mau untuk cuci darah kemarin. Pikirannya kosong dan benar-benar terasa kacau. Hatinya sakit memikirkan bahwa penyakitnya sudah separah itu. Dia merasa tidak mempunyai harapan lagi untuk hidup, rasanya percuma jika dia harus selalu menahan sakit saat cuci darah kalau hasilnya tetap sama, penyakitnya tidak akan sembuh hanya dengan melakukan cuci darah.

"Ara capekk..!" lirih gadis itu pada diri sendiri.

Selama ini dia selalu memaksakan senyumnya didepan keluarga dan sahabatnya, dia selalu berusaha kuat dan terlihat baik-baik saja di depan mereka agar mereka tidak khawatir. Tapi dia merasakan lelah juga akhirnya, lelah harus selalu membuat keluarganya khawatir, lelah harus menelan kenyataan pahit bahwa dia harus mengidap penyakit separah ini.

Kalian mungkin bisa berkata bahwa Ara terlalu berlebihan. Tapi kalian tidak pernah tahu bagaimana kehidupan gadis itu sebelum penyakit parah ini menyerangnya. Lagi pula penyakit ini bukan penyakit biasa. Bayangkan saja gadis yang sedari kecil selalu diperlakukan bagai putri harus menerima kenyataan pahit seperti ini.

Tapi jujur saja Ara menyesali perbuatannya kemarin. Dia tahu dia salah, bukannya mengurangi kekhawatiran keluarga dia malah membuat mereka bertambah khawatir, dia malah menambahi beban keluarganya. Ara terisak kecil mengingat kebodohannya, perbuatan kekanakannya kemarin ternyata malah berakibat fatal, penyakitnya semakin bertambah parah sekarang, dia kembali menambah beban keluarganya.

Lihat betapa sayang mereka kepanya, bahkan tidak ada satu pun yang membahas kejadian itu, mereka sangat menjaga perasaan Ara.

Puas dengan tangisnya gadis itu menghapus air mata yang ada dipipinya berjalan pelan menuju kamar mandi. Gadis itu mencuci wajah pucat dan sembabnya, meneliti wajah pucatnya dikaca. Dia harus berusaha kuat demi keluarganya.
Ara keluar berjalan pelan menuju pintu, tujuannya hanya satu, ingin menemui orang tua dan abangnya.

***

"Sayang kenapa? ada yang sakit? kamu butuh apa hm?" ujar Mommy yang sedang duduk diruang keluarga bersama Daddy dan Nico.

Wanita paruh baya itu langsung berjalan menuju putrinya yang sedang berjalan pelan kearahnya. Daddy dan Nico pun langsung mengalihkan pandangannya pada Ara.

"Ara okay. Cuma mau duduk dekat Daddy!" ujarnya sembari tersenyum.

"Come!" Daddy mengulurkan tangannya pada Ara. Membawa putrinya duduk diantara dirinya dan Nico.

Ara memeluk Daddy membenamkan wajahnya divdada bidang cinta pertamanya. Tempat bersandar ternyamannya.

"Kenapa hm?" tanya Daddy.

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang