Tujuh belas

270 34 14
                                    

***

Hari ini adalah hari perpisahan kelas XII. Siang adalah acara inti, sedangkan malam adalah acara hiburan sekaligus momen-momen terindah untuk kelas XII.
Acara diadakan di aula milik sekolah.

Tidak banyak para adik kelas yang ikut sedih dan tidak rela akan perpisahan ini, karena mereka harus melepas idola mereka, terlebih para cewek-cewek.

Adit, Ara dan Dinda baru saja tiba di sekolah. Sekolah tampak lebih ramai dari biasanya. Para kelas XII sedang berbaris dengan pakaian almamater. Tampak kebahagiaan dan kesedihan di wajah mereka, bahagia karena telah menyelesaikan masa SMA dan akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dan juga sedih tentunya karena harus berpisah dengan teman-teman mereka, dan ini adalah hari terakhir bagi mereka menggunakan jas kebanggaan ini.

Adit, Ara dan Dinda berkumpul dengan teman sekelas nya.  Mereka memperhatikan para kakak kelas yang sedang berbaris, bercanda, dan bernyanyi bersama.

"Wahh asiknya, tapi kok sedih juga ya," ujar Ara.

"Nanti kita juga gitu kok," balas Dinda santai.

"Emm, kira-kira aku bisa gak ya nyelesain masa SMA ini?" ujar Ara tiba-tiba.

Semua tersentak! dan menoleh ke Ara.

"Perasaan lo pinter Ra, jadi gak mungkin gak tuntas SMA nya, beda lagi kalo sih Rizky," ujar Deni tiba-tiba.

"Sialan lo! gue gak bego-bego amat kali," kesal Rizky.

Yang lain sudah tertawa.

"Kalo masalah bodoh bisa belajar, tapi aku takut aja kalo aku gak bisa nyelesain semuanya karena aku harus pergi, dan gak akan bisa kembali," ujar Ara membuat semua nya melongo.

"Lo apa-apaan sih?" ujar Adit tidak suka. Tersirat ada nada kemarahan dari ucapannya.

"Kita bakal ngerayain kelulusan kita bareng-bareng, sukses sama-sama, lo gak boleh ngomong gitu! Gak baik asal ngomong kayak gitu," ujar Adit lebih lembut dari sebelumnya sambil merangkul Ara dan mencium singkat puncuk kepala Ara.

Banyak cewek terpekik karena perlakuan Adit yang sangat manis. Bagaimana tidak? Adit termasuk deretan cogan high school. Pria jangkung, dan bertubuh kekar, Alis tebal, bulu mata yang cukup panjang, hidung mancung, memiliki rahang yang cukup tegas, dengan bibir dan dagu belah, uhh bisa dibayangkan betapa tampan nya Adit. Bisa di bilang Adit adalah coppy-an Nico. Tetapi, Nico versi lebih dewasa.

Terlebih pria itu sangat lihai dalam bidang olah raga, terutama dalam bermain basket. Tetapi, tidak mau ditawari menjadi kapten dengan alasan sibuk.
Adit adalah adik kelas tertampan dan terkenal agak dingin, tetapi jika bercicara dengan Ara dan Dinda Adit bisa menjadi pria yang lembut. Banyak cewek yang mencuri pandang saat Adit sedang berjalan.

Teman-teman sekelasnya sudah menatap Adit dengan tatapan jailnya, mereka sangat heran dengan Adit dan Ara, padahal sangat cocok kenapa tidak jadian saja, jika ditanya maka Adit akan menjawab mereka hanya sahabat. Huhh alasan klasik sekali, padahal mereka sudah seperti orang pacaran.

Dinda tersenyum simpul memperhatikan Ara yang wajahnya merona, entah karena malu atau karena perlakuan manis Adit. Dinda bisa menebak bahkan sangat mudah untuk menebak bahwa Ara memiliki rasa lebih terhadap Adit. Ya, sepertinya Ara mencintai Adit, itu pikiran Dinda.

"Ehmm! sorry mas mbak kalo mau mesra-mesraan mending ngejauh deh, jangan bikin orang lain baper, enak kalo yang punya pacar bisa ngikut, lah gimana nasib yang jomblo kayak si Rizky, udah bego jomblo lagi," ujar Dinda dengan polosnya.

"Ehh? busett nih anak minta di sleding kayaknya," ujar Rizky tidak terima. Yang lain sudah tertawa.

"Makanya Ky belajar! seenggaknya walaupun lo jelek masih ada enaknya dikit karena pinter. Lah ini? bego iya, jelek iya," tambah Deni.

Rizky mengelus dadanya berusaha sabar karena kali ini dia menjadi bahan bullyan teman-teman nya. Lagi pula Rizky itu gak jelek-jelek amat kok dengan kulit hitam manis dan lesung pipi. Malah pria itu terlihat manis.

"Ayang Chika abang Rizky ganteng kan?" ujar Rizky sambil mengdipkan mata kepada Chika.

Chika bergidik ngeri menatap Rizky yang membuat muka sok imut.

"Makin enek gue sama lo," ujar Chika kejam.

Seketika tawa mereka semakin pecah.

"Hamba sabar YaAllah,"

"Ngenes banget sih idup lo," ujar Dinda.

"Bully aja teros!"

Dan mereka kembali tertawa.

***

Ara berniat pergi ketoilet Dinda sudah menawari untuk mengantar Ara. Tetapi, gadis itu tidak mau akhirnya Dinda mengalah, dia dan yang lainnya duluan ke kantin.

Didalam toilet Ara mencuci muka, jujur saja dia masih gugup karena kejadian tadi, jatungnya berdetak dengan cepat.

"Uhh Aditt! kenapa kamu cute banget sihh?" guman Ara.

Gadis itu akhirnya memutuskan untuk menyusul yang lainnya dikantin, ini sudah sore dan malam ini akan ada acara, makanya acara siang ini hanya sampai sore.

Bukk...

"Aww!" ringisnya.

Ara tersungkur karena tersandung oleh tali sepatunya sendiri yang ternyata tidak terikat. Gadis itu menghela nafas pelan melihat lututnya memar, Huhh dasar ada-ada saja yang bikin susah.

Saat hendak berdiri tiba-tiba ada yang menyodorkan tangan di depan Ara, orang itu berniat membantu Ara. Ara mendongak melihat siapa pemilik tangan besar itu.

Ara tersentak saat melihat orang itu, ternyata dia Aldo ya dia adalah pria yang dulu mengancam Ara.

"Ka-kamuu mau apa?" ucap Ara sedikit gugup.

"Ck." Decakan keluar dari mulut pria itu.

"Ak-uu mohon jangan ganggu aku lagi-!" lirih Ara  sedikit terbata, dengan mata berkaca.

"Dasar lemah! lo tu lemah banget sih! padahal gue sama sekali gak ngapa-ngapain lo. Heran gue sama lo, kalo tuh cowok liat pasti udah di hajar gue," guman Aldo.

Ara melihat Aldo beguman namun tidak begitu jelas.

"Sini gue bantu!"

Ara tetap diam.

"Ck, kalo gak mau yaudah, dan mending lo berdiri jangan keliatan kayak gembel gitu," setelah mengatakan itu Aldo langsung pergi.

Ara menghela nafas dan langsung berdiri, gadis itu sedikit heran karena Aldo tidak menggangunya bahkan berniat membantu. Apakah pria itu berubah karena sudah lulus, atau karena takut kepada Adit? Ara menggeleng pelan, kenapa dia jadi memikirkan pria itu. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke tujuan awalnya untuk menghampiri teman-temannya di kantin, sedikit pincang karena kakinya baru saja terjatuh dan memar.

***

Adit terkejut melihat Ara berjalan dengan sedikit pincang. Dengan sigap pria itu langsung menghampiri Ara dengan memegang kedua bahu gadis itu.

"Lo kenapa?" tanyanya khawatir.

"Siapa yang bikin lo jadi pincang?" belum sempat Ara menjawab Adit sudah bertanya kembali.

Dinda tertawa kecil melihat Adit sudah seperti seorang ayah yang khawatir karena anaknya jatuh dari sepeda. Dia bisa melihat bahwa Adit benar-benar menyayangi Ara.

"Aku gapapa kok tadi cuman jatuh," jawab Ara dengan senyumnya.

"Kok bisa jatuh?"

"Tali sepatu aku lepas,"

"Lain kali hati-hati!" ujar Adit sambil membawa Ara duduk.

***

Akhirnya up lagi:') jujur aku akhir²ini lagi writers blcok:'/  akhirnya hari ini bisa up lagi:)

Maaf kalo membosankan:')
terima kasih buat yang sudah baca💙
semoga suka sama cerita ini dan selalu support cerita ini💙

Jangan lupa vote dan komen😍
And See you next part😍

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang