Sembilan

437 107 10
                                    

***

Sesuai rencana Dinda menginap dirumah Ara. Adit ikut menginap juga.

Malam ini mereka menonton hanya berlima karena Daddy belum pulang mungkin sebentar lagi.
Tak lama terdengar suara salam. Dan yah Daddy pulang dan Daddy langsung ikut bergabung.

"Adit apa kabar? sudah lama Dad tidak melihat kamu," tanya Daddy.

"Alhamdulillah baik Dad," jawab Adit.

"Apakah Putri Daddy membuat ulah di sekolah?" tanya Daddy.

"Dad!" Rengek Ara.

Daddy tertawa kecil. "Jadi, siapa ini Ara? kamu tidak ingin memperkenalkannya kepada Daddy?" tanya Daddy.

Tiba tiba Dinda menyela. "Haii Om saya Dinda!"

"Sahabat baru Ara?" tanya Daddy lagi.

"Emm gimana ya Om sebenarnya saya pacar bang Nico," ujar Dinda dengan wajah tanpa dosanya.

Sedangkan yang lain langsung melongo karena ucapaan Dinda. Apalagi Nico dia tidak habis pikir dengan gadis itu.

Seakan tersadar Daddy kembali membuka suara.
"Hah? Oh ya! benarkah itu bang?"

Belum sempat Nico menjawab Dinda sudah menyela.
"Haha ngga om, Dinda main-main aja. Dinda sahabat Ara dan Adit," ujar Dinda sambil menunjukkan deretan giginya.

Semua hanya menggeleng-geleng kepala.

"Udah yuk makan!" ajak Ara. Yang lain pun akur.

***

Setelah makan yang lain sudah kekamar berbeda dengan Ara dan Dinda yang malah duduk di taman belakang.

"Lo beruntung Ra," ujar Dinda tiba-tiba.

Ara mengerutkan kening. "Maksud kamu?"

"Ahh gak kok lagi eror kali gue. Udah lupain aja! " 

Mereka terdiam melayan pikiran masing-masing. Ara tahu ada yang ingin Dinda sampaikan tapi sepertinya dia masih ragu. Biarlah Ara tidak ingin memaksa Dinda.

"Emm Din! kapan-kapan aku main kerumah kamu ya!" Ara berusaha mencairkan suasana.

Dinda hanya mengangguk sambil tersenyum.

Dan tak lama Adit datang. Tak lupa dengan senyum hangat yang sangat jarang terlihat dia mengelus pelan kepala Ara. Dinda tersenyum melihatnya, bersama Ara Adit menjadi sosok yang sangat berbeda. Bola mata hitam pekat dingin itu seketika berubah menjadi tatapan hangat saat bersama dengan Ara.

"Ra boleh biarin gue ngomong berdua sama Dinda!" pinta Adit.

Seakan mengerti Ara pun langsung mengangguk dan bergegas masuk.

Adit heran karena Dinda terlihat murung. Apa dia masih takut karena kejadian tadi? tapi, tadi dia sudah lebih baik, ahh sebaiknya dia tanya langsung.

Belum sempat Adit membuka suara Dinda sudah lebih dulu berkata.
"Kenapa lo?"

Adit kaget Dinda benar-benar tidak terduga. Mengujutkan saja pikirnya.

"Gue cuma mau minta maaf soal tadi!" ujar Adit.

"Santai aja lagian gue udah baik kan sekarang," jawab Dinda.

Adit tersenyum lega. "Tapi ingat apa yang gue bilang tadi!" Dinda tersenyum jail.

"Lo emang nyebelin Din!" sarkas Adit.

Dinda tertawa. "Dahh jangan lupa minggu nanti bye Adit!"

Adit tersenyum sambil melihat punggung Dinda yang semakin menjauh.

***

Keesokan harinya mereka telah berkumpul di meja makan.

"Ra mau abang anter?" tawar Nico.

"Gue bawa mobil bang. Jadi sekalian aja bareng gue," ujar Adit. Nico hanya mengangguk singkat.

Setelah selesai makan mereka langsung berpamitan untuk kesekolah.

Dan mereka sudah sampai disekolah saat tengah berjalan sambil bercanda tiba-tiba ada seorang gadis menghampiri mereka. Sepertinya kakak kelas.

"Hai Dit!" sapa nya.

Adit hanya menatap gadis itu datar tanpa berniat menjawab sapaan gadis tersebut.

Sedangkan Ara sudah mengecutkan bibirnya karena kesal. Sungguh Ara tidak suka saat ada gadis lain menghampiri Adit, dia tidak suka Adit kenal dan dekat dengan gadis lain kecuali dirinya.

"Sorry kak kita mau ke kelas." ujar Ara berusaha sopan.

"Ehh songong banget sih lo," jawabnya kasar.

"Heh! temen gue ngomong baik-baik ya kenapa lo ngegas!" Dinda menjawab tak kalah kasar.

"Gue gak ada urusan sama lo!" kesal nya.

"Di kira gue mau kali berurusan sama dia dih males banget," cebir Dinda.

"Udah-udah gak usah di ladenin!" Adit menarik tangan Dinda dan Ara menuju kelas.

***

"Kenapa lo Din muka kusut banget?"ujar Rizky.

"Diem lo!" jawab Dinda.

"Buset galak bener ni anak," jawab Rizky.

"Mending dedek Ara cantik imut baik lucu lagi," tambahnya lagi tersenyum genit menatap Ara.

Ara hanya terkekeh kecil. Gadis itu sedari kecil sudah terbiasa menerima pujian atau bahkan kebencian karena parasnya yang memang sangat cantik dan menggemaskan.

Sedangkan Adit hanya memutar bola matanya malas. Jujur saja dia mulai jengah dengan gombalan mereka pada gadisnya? Sahabatnya.

"Iya Din jadi cewek tuh kayak gini bukan jadi-jadian kayak lu!" tambah Dito.

"Serahh guee hidup-hidup gue ngapain lo susah!" ketus Dinda.

Yang lain sudah tertawa karena berhasil membuat Dinda kesal. Sebenarnya Dinda juga termasuk gadis yang cantik hanya saja gadis ini sedikit bar-bar.

"Ra lo kok ngomongnya kaku banget?" tanya Dinda karena Ara selalu berbicara menggunakan Aku-kamu.

"Udah kebiasaan kalo ngomong pake lo-gue aku ngerasa gak sopan," jawab Ara seadanya.

"Adit juga gitu kok," ujar Ara.

"Ohh ya?" jawab Dinda tertarik.

"Ya, waktu kecil," jawab Ara dengan polosnya. Sedangkan Dinda langsung menjawab datar.

"Gue waktu kecil juga gitu kali Ra!"

"Haha aku gak salah kan Din?" Ara menaikkan sebelah alisnya.

"Ya lo selalu bener!" jawab Dinda ogah-ogahan.

"Emm Din emang kamu beneran suka ya sama bang Nico?" tanya Ara.

"Gak lahh! Yakali Ra gue suka sama orang tua," jawab Dinda.

"Ihhh abang aku gak setua itu ya Din!" kesal Ara.

"Hahah..." Dinda malah tertawa.

"Ihh kamu gak jelas!" ujar Ara.

Tak lama guru datang dan mereka mulai belajar.

***

Sampe sini dulu ya guyss wkw
Sorry membosankan:)
Di part ini lurus-lurus aja soal nya gaje bat lagi wkwk bingung gw guys:v
Makasih buat yang sudah baca:)
Jangan lupa Support terus cerita ini ya:*
See you next partt:)

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang