Lima puluh lima

479 25 11
                                    

***

Akhirnya jam pulang telah tiba, Dinda dan Aldi langsung bergegas pulang. Karena mereka ingin kerumah sakit.

"Din!"

Langkah Dinda dan Aldi terhenti. Dinda mengenali suara itu. Dinda tetap diam seakan menunggu kelanjutan kata yang akan disampaikan Adit.

Adit yang mengerti pun langsung bersuara. "Apa yang kalian sembuyiin tentang Ara?" tanyanya langsung.

Dinda terkekeh sinis.

"Apa peduli lo!" sarkas Dinda.

"Din!"

"Gak usah sok peduli! lo gak perlu tahu apa yang terjadi sama Ara."

"Gue berhak tahu!" tegas Adit.

"Apa hak lo untuk tahu tentang Ara hah?" marah Dinda.

"Dia sahabat gue!" tekan Adit.

Jujur saja lidahnya sedikit keluh mengatakan kata sahabat. Masih pantaskah dia di sebut sahabat setelah semua perlakuan buruknya pada gadis kecil cantik itu.

Dinda tertawa sinis. "Masih punya nyali lo anggap dia sahabat?"

"Din! kita harus cepet kerumah sakit! terjadi sesuatu disana!" ajak Aldi.

Wajah pria itu menyiratkan kekhawatiran.

"Ara kenapa?" tanya Dinda.

"Gue gak tahu. Tapi yang pasti gak baik-baik aja."

Dan setelahnya mereka langsung berlari menjauh. Adit menatap bingung kedua orang itu. Entah kenapa dia merasakan hatinya tidak tenang. Ara? rumah sakit? dan tidak baik-baik saja? lintasan kata itu terus terngiang ditelinga. Sungguh pikirannya sangat tidak tenang.

Satu hal yang terlintas dalam pikirannya adalah apakah Ara baik-baik saja.

***

Sampai dirumah sakit Dinda dan Aldi langsung bergegas menuju ruang rawat Ara. Disana terlihat Mommy menangis terisak, bahkan Daddy yang biasanya selalu terlihat tenang kini wajahnya tampak sangat gusar dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Dia juga melihat ada Virgo dengan menggunakan jas dokternya yang tak kalah paniknya. Ada dua orang pria yang sepetinya seumuran dengannya juga disana.

"Mom kenapa?" tanya Dinda.

"Ara-hikss..." Isak Mommy.

"Putri kita akan bertahan!" ujar Daddy menenangkan Mommy.

"Bang! apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Dinda yang tertuju pada Virgo.

Virgo mengusap wajahnya dengan gusar. Terlihat jelas raut kekhawatiran di wajah itu.

"Kondisi Ara semakin buruk. Sampai detik ini dia masih tidak sadarkan diri. Bahkan dokter yang menanganinya pun ragu apakah dia masih bisa bertahan sampai ginjal itu datang atau tidak." Jelasnya lirih.

"Ya Allah!" lirih Dinda menangis.

Aldi mengusap wajahnya dengan kasar. Pria itu berusaha terlihat tenang padahal hatinya berteriak merasakan kekhawatiran pada Ara.

"Bang Nico mana?" tanyanya karena tidak melihat keberadaan Nico.

"Kami sudah menghubunginya dari tadi tapi nomornya tidak aktif. Aldi boleh minta tolong tmui Nico dirumah!" ujar Virgo.

Aldi mengangguk.

"Aku aja!" ujar Dinda.

Sekalian dia ingin menemui Adit. Sudah cukup dia diam selama ini. Ini sudah saatnya dia memberi tahu yang sebenarnya pada pria itu.

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang