***
Nico Memperhatikan punggung Dinda yang berjalan menjauh, dia tidak habis pikir dengan gadis itu, bagaimana bisa dia terlihat santai padahal dia terluka. Entahlah apakah gadis itu benar-benar kuat atau hanya berpura-pura kuat.
Nico menggelengkan kepalanya kenapa dia malah memikirkan gadis itu? seakan peduli kepadanya. Tetapi, mungkin karena gadis itu adalah sahabat Ara, dan dia sudah menganggap Dinda seperti adiknya juga.
***
Saat Nico masuk kedalam rumah ternyata ada Adit diruang tengah, Adit sedang berbincang dengan Ara. Hanya berdua? Ya, entahlah kemana Dinda mungkin sedang istirahat.
Nico memperhatikan cara Ara menatap Adit, terlihat jelas bahwa adiknya itu menyukai Adit, mata coklatnya berbinar melihat kedatangan Adit. Nico tersenyum tipis Ara sudah mengerti tentang cinta. Hanya satu yang ditakutkan Nico, akankah cinta pertama adiknya terbalas? atau malah kandas? dan tentunya itu akan merusak persahabatan mereka.
"Bang!" Nico tersentak karena panggilan Adit.
"Ehh? kalian ngapain disini?" tanya Nico.
"Abang yang aneh ngapain melamun disini?" tanya Ara heran.
Nico hanya diam bingung harus menjawab apa.
Sampai akhirnya Adit bersuara. "Yaudah bang gue pulang dulu."
"Ehh udah mau pulang aja lo, padahal belum sempat ngobrol."
"Adit males ngomong sama abang," ujar Ara meledek abangnya.
"Males sama kamu kali," balas Nico tak mau kalah.
"Enak aja dalam kamus Adit itu gak ada kata males buat Ara," ujar Ara dengan percaya diri.
"Yakan Dit?" tanya Ara.
Adit hanya mengangguk sambil tersenyum tulus. Nico memperhatikan Adit, entahlah pria itu tidak bisa ditebak sangat sulit bagi Nico untuk menebak isi hati Adit. Adit terlihat sangat menyayangi Ara lebih dari apapun, bahkan Nico sempat berpikir bahwa Adit benar-benar mencintai Ara. Tapi, siapa yang tau isi hati seseorang bukan?
"Yaudah gue pulang dulu," ujar Adit.
"Hati-hati!" balas Nico dan Ara serempak.
***
Setelah Adit pulang Nico duduk di sofa berniat memejamkan matanya, hari ini terasa sangat melelahkan untuknya, semakin hari tugas kuliahnya semakin menumpuk membuat kepalanya sangat pusing. Maklum ini adalah tahun pertama Nico kuliah.
Tiba-tiba Nico merasakan ada orang yang duduk di dekatnya dan dengan seenaknya merebahkan kepalanya dibahu Nico. Padahal baru saja Nico ingin beristirahat sudah ada saja yang mengganggunya, kalau saja tidak sayang sudah disembabkan adiknya itu kelaut.
"Bang!" panggil Ara.
Nico masih memejamkan matanya tanpa menghiraukan panggilan Ara.
"Bang!" panggil Ara lagi berusaha sabar.
Namun, tetap saja hening.
"Bang Ishhh!" Ara mengangkat kepalanya dan menarik-narik baju Nico.
Nico akhirnya mengalah. "Kenapa hm?"
"Ara mau curhat nihh," ujar Ara dengan senyum malu-malu.
Nico mengerutkan kening, ada apa dengan adiknya ini tidak seperti biasanya sangat aneh.
Merasa tidak ada respon dari Nico Ara membuka suara lagi. "Abang mau kan dengerin curhatan Ara?"
"Males ahh, abang capek mending kamu tidur sana kasihan Dinda sendirian, kalo kenapa-napa gimana coba?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Araselly
Teen Fiction(End) Revisi ~~~ Araselly Salsabela "Mencintaimu adalah keinginanku, dan memilikimu adalah dambaanku." Ganendra Aditya Putra "Kau telah pergi, dan lukanya membuat aku tidak bisa berjalan seperti dulu lagi." ~~~ 💙💙 Happy reading Jangan lupa mampir...