***
Kata dokter kondisi Ara semakin parah. Dokter menyarankan agar Ara jangan kesekolah dulu sampai tubuhnya benar-benar sehat. Kalau Ara memaksakan beraktivitas seperti biasa takutnya kondisinya akan semakin parah.
Ara harus bisa menyimpan energinya dengan baik, harus chek-up rutin dan minum obat dengan teratur. Yang tak kalah penting juga hatinya harus selalu bahagia, karena kalau dia bersedih maka dia akan berakhir drop.
Setelah satu hari dirawat dirumah sakit, Ara akhirnya diizinkan pulang. Jangan kalian tanya bagaima paniknya Daddy dan Mommy saat tahu putri mereka kembali drop dan berujung kerumah sakit. Mommy terus menyalahkan diri sendiri karena membiarkan Ara sekolah. Hal itu membuat Daddy dan Nico merasakan sakit yang mendalam.
Daddy merasa gagal menjadi seorang ayah, Mommy merasa gagal menjadi seorang ibu, begitu juga dengan Nico yang merasa gagal menjadi seorang abang. Hati mereka serasa teriris saat melihat tatapan terluka dari mata coklat itu. Mata coklat yang dulunya selalu berbinar saat berbica kini tampak berbeda.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 23:45 tapi Ara belum juga tidur. Matanya sangat sulit untuk terpejam, gadis itu menghela nafas berkali-kali berusaha untuk tenang.
"Lo egois!" Kata itu bahkan sampai detik ini masih terngiang dalam benak Ara.
Sungguh bentakan itu membuat hatinya sangat sakit. Tidak pernah terlintas sedikit pun dalam benak Ara Adit membentak dan mengatainya egois.
Mulut yang dulu selalu marah saat ada sedikit saja bentakan yang tertuju pada Ara kini membentak Ara dengan kasar. Sekarang tangan hangat pria tidak lagi menghapus air matanya, Adit yang dulu dengan sigap langsung menolong Ara saat gadis itu sakit kini juga telah hilang.
Air mata Ara menetes, air mata yang dia tahan dari dua hari yang lalu. Dia berusaha sebisa mungkin terlihat tegar didepan keluarganya. Walau sebenarnya Ara ingin sekali berteriak dengan kencang dan meluapkan tangisnya. Kenapa disaat bersamaan dia harus merasakan sakit fisik dan hati.
Jika dulu dia dengan sengaja menangis manja didepan keluarganya agar mendapat perhatian, kini harus menangis diam-diam dan pura-pura tegar agar tak membuat mereka khawatir.
"HAPPY BIRHDAY!"
Teriakan itu membuat Ara langsung menghadap kearah pintu. Dia melihat ada Daddy dengan kue ditangannya, Mommy membawa boneka, serta Nico dan Dinda yang membawa balon dan bunga.
"Putri Daddy kenapa nangis hm? ada yang sakit?" tanya Daddy menghampiri Ara dengan satu tangan memegang kue dan tangan satunya lagi mengelus kepala Ara.
"Ara okay Dad!" ujar Ara sembari tersenyum tipis.
Karena terlalu larut dalam kesedihan Ara bahkan lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke 17.
"Yasudah kalau begitu ayo make a wish setelah itu tiup lilinnya sayang!" suruh Mommy.
Ara tetap diam membuat Dinda membuka suara.
"Ayo Ra!"
"Eh? iya!"
Ara menghela nafas setelah itu berkata.
"Harapan Ara semoga Ara bisa kuat ngelawan penyakit ini. Semoga Ara bisa sembuh total dan gak bikin Dad, Mom sama Abang sedih lagi. Ara gak mau buat mereka selalu nyalahin diri sendiri karena penyakit Ara. Ara berdoa semoga Ara segera sembuh agar gak ngebuat mereka panik lagi saat ngeliat Ara drop. Ara pengen hidup normal kayak remaja pada umumnya."
Ara berujar sembari memejamkan matanya. 'Semoga juga Adit gak marah lagi.' Lanjut Ara dalam hati setelahnya gadis itu meniup lilinnya.
Setelah itu mereka semua mengucapkan selamat ulang tahun untuk Ara. Mereka memakan kue dan menerbangkan balon. Dan kini saatnya untuk membuka kado. Ini adalah hal yang biasanya dinanti Ara dengan sangat antusias.
KAMU SEDANG MEMBACA
Araselly
Teen Fiction(End) Revisi ~~~ Araselly Salsabela "Mencintaimu adalah keinginanku, dan memilikimu adalah dambaanku." Ganendra Aditya Putra "Kau telah pergi, dan lukanya membuat aku tidak bisa berjalan seperti dulu lagi." ~~~ 💙💙 Happy reading Jangan lupa mampir...