Lima puluh tujuh

536 24 12
                                    

***

Adit duduk ditaman rumah sakit. Tubuhnya bersandar di kursi dengan mata terpejam. Pria itu menghela nafas berkali-kali, mencoba untuk tenang, perbincangannya dengan Ara tadi membuat hatinya risau. Dia ingin menenangkan diri di taman.

Sedari tadi dia dan Daisy selalu mendapat sindiran keras dari Nico dan dua sepupu Ara. Tapi Adit sama sekali tidak masalah dengan itu, dia memang bersalah dan pantas menerimanya bahkan lebih.

"Kak!"

Adit membuka matanya. Dilihatnya Daisy menghampirinya. Pria itu menghela nafasnya dengan pelan, matanya kembali tertutup.

"Mending lo pulang aja!" ujarnya datar.

"Kakak masih marah?" tanya Daisy sedikit gugup.

Jujur saja dia takut saat Adit marah. Sejak tahu kebenarannya sifat Adit berubah drastis, bahkan pria itu terlihat enggan mentap wajahnya.

Adit sama sekali tak bergeming.

"Kak aku minta maaf! aku tahu aku salah. Aku nyesel, harusnya aku dari awal kasih tahu kakak yang sebenernya walau kak Ara ngelarang aku. Kalo aku tahu akhirnya aku malah bikin kakak marah gini aku lebih baik kasih tahu semuanya dari awal."

Dan Adit pun tetap sama, masih tak bergeming dan tidak menghiraukan omongan Daisy. Tetapi tangannya mengepal menahan amarah.

"Kakak pantes marah kok aku emang udah kelewatan. Yang dibilang sama kak Dinda itu bener. Aku dengan gak tahu dirinya bahagia diatas penderitaan kak Ara. Aku nyesel, aku ngerasa aku bodoh banget harusnya dari awal aku kasih tau semuanya sama kakak," Daisy bahkan sekarang sudah meneteskan air matanya.

"Yang gue gak habis pikir itu kenapa lo malah biarin gue salah paham sama Ara dan nyakitin dia berkali-kali. Jujur aja gue bener-bener kecewa sama lo Daisy. Lo-ahh udahlah mending sekarang lo pulang!"

Daisy menghapus air mata yang ada pipinya, gadis itu memaksakan senyumnya.

"Sampain maaf dari aku buat kak Ara! aku pulang. Aku sadar aku emang salah dan gak pantes terus ada disini.. Tapi aku cuma mau bilang, setiap aku berusaha jelasin yang sebenarnya kakak selalu tutup telinga dan gak mau denger omongan aku."

"Aku udah coba kak, berkali-kali mau jelasin kalo kakak cuma salah paham. Tapi kakak selalu marah dan suruh aku diem. Tapi tetep aja aku salah kok, harusnya aku tetep jelasin semuanya walau kakak marah."

Adit tetap diam melihat itu Daisy berbalik hendak berjalan menjauh. Tapi ada tangan yang menahan pergelangan tangannya, dan tentu saja Daisy langsung berbalik melihat Adit.

"Hati-hati! ini udah malem. Sorry gue gak bisa anter!"

Daisy mengangguk. "Gapapa kok aku ngerti!" balasnya tersenyum.

***

"Hey! gue boleh duduk disini?"

Pertanyaan itu membuat Adit langsung membuka matanya. Dan setelah melihat siapa yang pria itu menggeserkan tubuhnya mempersilahkan gadis itu duduk.

"Ada apa?" tanya Adit to the poin.

Pasalnya dia tidak begitu akrab dengan Dini.

"Setahu gue lo deket banget sama Ara."

Adit mengerutkan kening karena belum mengerti apa yang sebenarnya ingin di sampaikan Dini.

"Gue heran aja kenapa lo bisa setega itu sama dia, padahal kedekatan kalian itu gak bisa dibilang biasa. Setahu gue kalian saling percaya banget. Lo selalu ada dipihak Ara walau dia salah sekalipun. Lo selalu dengerin penjelasan dia dengan baik. Tapi kenapa lo bisa berubah sedrastis itu sekarang?" Dini berujar dengan panjang.

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang