Tiga puluh delapan

273 20 0
                                    

***

"Aku gapapa kok. Tadi sedih aja pas tau ternyata di hidup kamu ada cewek lain." Ara berujar sambil tersenyum tipis.

"Sorry!" ujar Adit lirih sambil menggenggam tangan Ara.

Pria itu menatap dalam iris coklat menenangkan itu. Rasanya sangat sakit melihat sahabat yang paling dia sayangi menangis seperti tadi.

Mata coklat yang dulu selalu mengeluarkan binar saat berbicara, yang selalu menularkan kebahagiaan, sekarang terlihat hampa dan terluka. Adit benar-benar merasa bersalah, padahal tidak salah bukan kalau dia memiliki seorang pacar? toh status mereka tidak akan berubah.

Mata Ara kembali berkaca membuat Adit semakin merasa bersalah apalagi mendengar kalimat yang baru saja di ucapkan Ara.

"Ternyata kita emang udah jauh ya Dit. Aku gak akan nyalahin kamu cuma karena kamu punya pacar, tapi aku ngerasa beda aja. Disaat dulu cuman aku satu-satunya cewek yang ada di hati kamu sekarang sudah di tempati oleh orang lain."

"Aku cuma kaget aja! Jujur aku belum terbiasa untuk nerima ini Dit!"

Ara benar, nyatanya sedari dulu hanya Ara prioritas utama Adit. Hanya Ara satu-satunya gadis yang ada disisinya. Jujur dia juga tidak tahu kenapa dia bisa langsung saja mengajak gadis lain pacaran. Sungguh dia benar-benar tidak sadar, yang ada di pikirannya hanya ingin secepatnya menghapus perasaannya pada Dinda.

Dia pikir ini adalah jalan terbaik untuknya dan Dinda. Saat Adit mengajak gadis itu pacaran Adit sama sekali tidak terpikir soal Ara yang bisa saja terluka seperti ini. Kalian sudah tahu bukan bagaimana dulu Ara bahkan tidak mengizinkan Adit berteman dengan seorang gadis kecuali dia. Sungguh kalau dia tahu Ara akan menangis dia tidak akan pacaran.

Ya, Adit memang hanya memanfaatkan gadis itu untuk menghapus rasanya pada Dinda. Dia pikir kalau dia sudah mempunyai pacar kemungkinan besar hubungannya dan Dinda akan membaik dan mungkin secepatnya dia akan menghapus rasanya pada Dinda.

Tapi ternyata dugaannya salah. Sekarang masalahnya dan Dinda malah bertambah parah. Terlebih dia sudah membuat Ara menangis, dia sudah membuat sahabat kecilnya terluka.

Sungguh sakit rasanya melihat air mata Ara mengalir dengan bebas dipipi gadis itu, air mata dengan beraninya turun diwajah cantik itu  Tapi dia juga tidak mungkin langsung saja memutuskan hubungan dengan pacarnya itu secara tiba-biba, dia tidak seberengsek itu.

"Ra pliss! jangan nangis! lo tahu betul kalo itu kelemahan gue."

Adit menghapus air mata yang kembali mengalir dipipi Ara dan membawa gadis itu kedalam dekapannya. Sungguh pria itu menyayangi gadis cantik ini lebih dari apa pun. Melihat air mata tak berhenti mengalir dari mata indah itu membuatnya sakit.

Tapi bukannya mereda tangis Ara malah semakin menjadi membuat Adit merasa sesak sendiri. Pria itu terlihat frustasi

"Oke lo mau apa Ra? bilang! lo mau gue putusin dia?" tanya Adit setelah melepas pelukannya.

Pria itu berujar tanpa ragu. Dia tidak peduli nanti dia akan di tampar atau bagaimana pun oleh pacarnya, karena bagi Adit Ara lebih penting dari apa pun. Dia tidak peduli di cap brengsek oleh satu sekolah asalkan Ara-nya? tidak seperti ini.

"Kamu cinta sama dia?" bukannya menjawab Ara malah bertanya.

Adit menatap Dinda sekilas sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada Ara. Dan dengan sedikit ragu pria itu mengangguk. Nyatanya dia tidak benar-benar mencintai gadis itu, dia hanyalah pria brengsek yang memanfaatkan gadis itu.

Ara tertawa hambar dalam hati karena jawaban Adit. Sekali lagi gadis itu bertanya dia ingin memastikan bahwa keputusan selanjutnya tidak akan salah.

"Kamu bahagia?"

ArasellyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang