***
Ara berlari kearah taman. Gadis itu menangis terisak disana, menahan sesak di dadanya. Kenapa Adit sangat tega kepada Ara? kemana tatapan hangat dengan senyum dan tutur lembut yang dulu selalu di berikan Adit padanya.
Dulu Ara adalah yang terpenting, tidak peduli kalau dia salah sekalipun Adit akan tetap membelanya. Tapi kini Adit sudah tidak lagi berada dipihaknya, bahkan Adit sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasannya.
Pria itu juga belum mengucapkan selamat ulang tahun untuknya. Biasanya Adit selalu ikut serta akan perayaan ulang tahun Ara. Ara menangis terisak hidupnya berubah sangat drastis dalam waktu singkat. Dalam sekejap semuanya berubah, dulu hari ulang tahunnya adalah hari yang sangat membahagiakan, selalu ada pesta perayaan, kejutan bertubi-tubi dari keluarganya termasuk Adit.
Sekarang semuanya telah berubah, tidak ada yang istimewa di hari ini, yang ada hanya tangisan dan kesakitan yang Ara rasakan. Hidupnya sekarang harus serba terbatas karena penyakit ini, dan ditambah lagi masalahnya dengan Adit, dia takut kehilangan sahabat yang sedari kecil bersamanya.
Pria kecil yang dulu dia beri uluran tangan dan dia kuatkan dalam keterpurukannya, tapi saat dia sudah tumbuh dewasa dan Ara membutuhkan support sepenuhnya dari Adit, pria itu malah tidak ada disisinya dan malah berada disisi gadis lain.
"Ck, gak capek apa nangis mulu kerjaan lo? lo sebenernya mau sekolah apa cuma numpang nangis sih?" suara dingin itu membuat Ara menoleh.
"Aldi?"
Aldi menghela nafas pelan, setelahnya pria itu duduk disebelah Ara dan kembali berujar dengan nada dingin.
"Nangis gak akan bisa nyelesain masalah."
Tangan mungil itu menyerka air mata yang berada dipipinya.
"Tapi seenggaknya nangis bisa bikin aku lega," ujarnya berusaha membela diri.
"Hanya kelegaan sesaat," balas Aldi datar.
Ara terdiam nyatanya yang dikatakan Aldi memang benar, mungkin setelah meluapkan tangisnya memang dia akan merasa lega, tetapi masalahnya memang tidak selesai. Tapi Ara tidak tahu lagi harus dengan cara apa dia meluapkan sesak yang ada di dadanya selain dengan cara menangis.
"Aku gak tahu lagi apa yang harus aku lakuin selain nangis," lirih Ara.
Aldi tertawa sinis. "Lo bisa selesain masalah lo baik-baik. Minta maaf! semua beres."
"Aku harus minta maaf untuk apa disaat aku sama sekali gak salah?" tanya Ara sedikit meninggikan nada suaranya. Bahkan air matanya kini kembali mengalir.
"Kalo lo gak salah kenapa lo harus nangis kayak gini? lo bisa jelasin semuanya. Dan masalahnya bakalan selesai," ujar Aldi masih acuh.
"Bahkan aku gak punya sedikit pun kesempatan untuk jelasin semua," ujar Ara hampa.
"Lo adalah orang berharga bagi dia, bahkan kendali dia ada ditangan lo. Jadi gue rasa gak mungkin dia nuduh lo tanpa bukti." Aldi berusaha memberi pendapat.
"Jadi maksud kamu aku salah?" tanya Ara sinis.
Gadis itu kesal karena kalimat Aldi seakan menyalahkannya. Padahal tahu apa pria di depannya ini tentangnya.
Aldi hanya mengangkat bahunya acuh.
"Dia marah karena dia denger dan liat dengan mata kepalanya sendiri. Kalo dari orang lain dia gue yakin dia gak akan percaya."
Ara mengusap pelan air mata yang ada dipipinya.
"Adit salah paham! dia gak denger semuanya dari awal. Aku juga gak tahu kenapa Daisy gak ngasih tahu Adit tentang yang sebenarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Araselly
Teen Fiction(End) Revisi ~~~ Araselly Salsabela "Mencintaimu adalah keinginanku, dan memilikimu adalah dambaanku." Ganendra Aditya Putra "Kau telah pergi, dan lukanya membuat aku tidak bisa berjalan seperti dulu lagi." ~~~ 💙💙 Happy reading Jangan lupa mampir...