***
Sekarang Ara rasanya sudah tidak sanggup untuk membuka matanya, kepalanya sangat pusing, ditambah nafasnya semakin lama semakin sesak. Kondisi hatinya pun sedang tidak baik sekarang. Dan tak lama setelah itu Ara jatuh pingsan dalam pelukan Dinda membuat Dinda seketika panik dan langsung berteriak.
"Ra? bangun Ra!" teriak Dinda menangis.
"Pliss jangan gini!"
Melihat Ara pingsan Adit merasakan hatinya teriris melihat sahabat yang mati-matian dia jaga dan dia lindungi terkapar tak berdaya seperti itu. Dan dia merasa bersalah tentu saja karena penyebab Ara sakit adalah dirinya sendiri. 'Lo emang brengsek Dit. Brengsek! kenapa bisa lo kelepasan emosi gini!' batin Adit.
Pria itu meraup rambutnya kasar. Hatinya sakit dan panik melihat keadaan Ara, dia juga melihat Dinda menangis terisak. Dia sudah menyakiti kedua sahabatnya, Adit gagal menjadi seorang sahabat untuk Ara dan Dinda.
Baru saja hendak membantu Ara sudah ada pria yang menghampiri Ara dan menggendong gadis itu ala bridal style, wajah pria itu juga terlihat panik.
"Bawa dia kerumah sakit secepatnya please!" ujar Dinda.
Aldi mengangguk dan langsung bergegas membawa Ara ke mobilnya. Ya pria yang menolong Ara adalah Aldi, masih ingat kan dengan ketua kelas Ara ini? tadi Aldi menyusul Adit dan Dinda yang main nyelonong keluar kelas. Sebagai ketua kelas dia ingin memastikan bahwa anggota kelasnya tidak bolos.
Tapi saat sampai ditaman dia malah melihat pertengkaran hebat di antara tiga sahabat itu. Aldi memperhatikan Ara yang sepertinya memang benar-benar kesakitan, tanpa sadar pria itu menguping pembicaraan mereka.
Saat hendak pergi dia malah melihat Ara pingsan dan entah kenapa naluri membawanya untuk menolong Ara. Jujur saja dia sedikit panik tadi.
Sedangkan Dinda sebelum pergi gadis itu menghampiri Adit dan Daisy. Dinda menatap penuh kebencian pada Adit dan Daisy.
"SEKARANG LO PUAS HAH?" Teriak Dinda marah.
"Lo puas udah bikin Ara kayak gitu? udah puas lo bikin dia sakit dan jatuh. Dia udah sakit Ditt! dia butuh support dari kita, tapi kenapa dengan teganya lo malah bikin dia semakin sakit!"
Dinda menangis didepan Adit. Rasanya Dinda ingin berteriak pada Adit mengatakan bahwa Ara sedang sakit, tapi Dinda sudah berjanji pada Ara bahwa dia tidak akan memberitahu Adit tentang penyakitnya.
"Kalo aja dia gak egois gue gak akan gini Din! lo tau sendiri gimana sayangnya gue sama Ara," ujar Adit berusaha membela diri.
Dinda menggelengkan kepalanya dan tertawa sinis. "Gini yang lo bilang sayang? haha brengsek. Gak ada gunanya ngeladenin lo."
Setelah itu Dinda langsung pergi dan menelpon Nico memberitahu bahwa Ara masuk rumah sakit. Meninggalkan tatapan tajam dan penuh kebencian pada Adit dan Daisy.
***
Sekarang ditaman tinggal tersisa Adit dan Daisy. Adit sibuk dengan pikirannya sedangkan Daisy masih terisak pelan. Adit memikirkan keadaan Ara, sungguh dia sangat panik melihat keadaan Ara. Tapi dia juga kecewa pada sahabatnya itu, dia ingin Ara menyadari kesalahannya dan meminta maaf pada Daisy.
Mau bagaimana pun Adit tidak akan bisa diam saja saat melihat Ara terluka. Tapi sekarang biarlah dia memberikan sedikit pelajaran pada gadis itu agar tidak egois. Lagi pula disamping Ara sudah ada Dinda, Nico dan Aldi?
Untuk sekarang Adit belum bisa menemui Ara dia harus menjaga perasan Daisy. Mana mungkin Adit harus kembali meninggalkan Daisy sendiri. Adit tidak ingin egois untuk saat ini, meski pikirannya selalu tertuju pada Ara. Jujur saja dia tidak tenang sebenanya berada disini. Ingin sekali dia berlari pergi dari sini dan menghampiri Ara. Memastikan sendiri keadaannya.
"Ka-kk-" ujar Daisy seraya menahan isakannya.
Adit mengalihkan pandangannya pada Daisy. Sampai detik ini Daisy tidak berhenti menagis. Entah apa yang sudah Ara bicarakan pada gadis itu sebelum dia datang. Melihat Daisy terus menangis membuat Adit kembali merasakan kekecewaan pada Ara.
"Sshhh udah! lo gak perlu dengerin omongan Ara!" ujar Adit berusaha menenangkan Daisy.
Daisy menggelengkan kepalanya. "Kak ini-"
"Udah please jangan gini! lo bikin gue sakit dan bikin gue makin kecewa sama Ara."
"Kak tap-"
"Please! gue gak mau bahas dia untuk saat ini!" ujar Adit memohon.
Akhirnya Daisy pun mengangguk pasrah.
'Maafin gue kak! yang egois gue bukan lo.' Batin Daisy menangis dan mengucapkan beribu maaf dalan hatinya untuk Ara.Adit menghapus sisa air mata yang ada dipipi Daisy dengan lembut. "Jangan nangis lagi!"
***
Nico berlari dengan kencang dari parkiran menuju IGD. Jantungnya berdetak kencang. Sungguh dia benar-benar panik saat mengetahui bahwa Ara kembali drop, Nico merasa gagal menjadi seorang abang. Saat sampai didepan IGD Nico melihat Dinda dan seorang pria tapi sepertinya itu bukan Adit.
"Din! gimana keadaan Ara?" ujar Nico panik.
"Gak tahu bang dari tadi dokternya belum keluar."
"Kenapa bisa gini?" ujar Nico lirih.
Pria itu benar-benar merasa bersalah dan tidak becus menjadi seorang abang, harusnya dia melarang Ara sekolah, kondisi Ara belum baik. Entah bagaimana panik orang tuanya nanti saat mendengar kabar ini, Nico memang belum mengabari Daddy dan Mommynya, dia ingin melihat langsung keadaan Ara.
Dinda menjelaskan semuanya dari awal. Wajah gadis itu memerah menahan amarah. Sama halnya dengan Nico yang sudah mengepalkan tangannya, rahang pria itu mengeras dan wajah yang sudah memerah menahan amarah. Nico benar-benar emosi saat mengetahui bahwa Adit membentak dan menuduh adiknya.
'Kurang ajar!" Batin Nico. Pria itu hendak pergi untuk memberi pelajaran pada Adit tapi seseorang menahannya.
"Ini bukan saatnya buat marah! oke gue tahu kalo lo gak terima adik lo di gituin tapi ini bukan saat yang tepat buat luapin emosi lo. Kondisi Ara jauh lebih penting untuk saat ini!" ujar Aldi menahan Nico.
Nico menghela nafasnya berkali-kali dan meraup rambutnya kasar. Berusaha menahan diri agar tidak dikuasai emosi. Pria itu duduk dikursi tunggu sembari menutup mukanya dengan tangan. Pria itu berusaha menahan air mata yang ingin keluar, berusaha tetap tegar walau hatinya sedang hancur. Nico takut keadaan Ara semakin memburuk.
"Sorry bang gue gagal jagain Ara."
Nico mengangkat wajahnya menatap Dinda yang sekarang matanya sudah berkaca-kaca, dan tak lama satu tetes air mata berhasil lolos dipipi gadis itu. Nico menghela nafasnya sejenak, lalu pria itu berdiri menghapus air mata Dinda dan membawa Dinda kedalam pelukannya.
"Jangan salahin diri sendiri!" ujar Nico lembut setelah melepas pelukannya.
"Sekarang kita doain yang terbaik aja buat Ara ya!" Dinda mengangguk sembari tersenyum tipis.
Aldi memutar bola matanya malas melihat kedua sejoli itu. Tanpa banyak bicara pria itu menjauh dan berjalan menuju toilet.
***
Didalam toilet Aldi meraup rambutnya kasar.
"Aarrghhh shitt! gue nyakitin dia lagi!" frustasi Aldi.
Jadi tadi saat dia menggendong Ara dia melihat Santi menatap kecewa padanya dengan air mata yang mengalir. Gadisnya pasti salah paham lagi, dia ingin menghampiri Santi dan menjelaskan semua tapi kondisinya tidak memungkinkan. Dia harus menyelamatkan Ara.
"Sorry!"
***
YEAYY AKHIRNYA UP LAGI😍
MULAI SEKARANG AKU AKAN USAHAKAN BUAT UP CEPAT😍JADI MENURUT KALIAN GIMANA PART INI? SUKA GAK? SEMOGA AJA SUKA YA WKW😍
OHH YA AKU MINTA MAAF KALO CERITA INI GAJE DAN NGEBOSENIN XIXI AKU UDAH MENGUSAHAKAN YANG TERBAIK💙MAKASIH BANGET BUAT YANG SUDAH BACA DAN SELALU SUKA SAMA CERITA INI💙
JANGAN LUPA VOTE KOMEN💙
AND SEE YOU NEXT PART😍FLLW IG AKU DI @Kinantimllny_21😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Araselly
Teen Fiction(End) Revisi ~~~ Araselly Salsabela "Mencintaimu adalah keinginanku, dan memilikimu adalah dambaanku." Ganendra Aditya Putra "Kau telah pergi, dan lukanya membuat aku tidak bisa berjalan seperti dulu lagi." ~~~ 💙💙 Happy reading Jangan lupa mampir...