***
Setelah menerima telpon dari Dinda, Nico benar-benar panik. Dan tanpa berpikir panjang langsung saja pria itu bergegas pulang, bahkan dia langsung meninggalkan tugasnya. Sungguh dia benar-benar khawatir sekarang.
Saat sampai di dalam rumah langsung saja pria itu masuk ke kamar adiknya."Ra?" panggilnya langsung duduk disisi kasur Ara.
"Kamu kenapa bisa gini hm? kita kedokter ya!" ajaknya sambil mengelus puncuk kepala Ara dengan sayang.
"Gak usah bang Ara baik-baik aja kok! tadi Ara cuman kecapekan," ujar Ara pelan.
Memang benar setelah beristirahat beberapa saat tubuh Ara sudah mulai membaik nafasnya pun kini sudah mulai teratur.
Nico menghela nafas. "Kamu bikin abang takut Ra!"
"Beneran gapapa kan?" tanya Nico memastikan.
Ara hanya mengangguk dengan senyum tipis.
"Kamu tidur ya! abang telpon Dad sama Mom dulu!" ujar Nico dan mengecup singkat kening Ara.
"Bang!" panggil Ara menahan tangan Nico.
Nico menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa?"
"Gak usah kasih tau Dad sama Mom! Ara gak mau ganggu kerjaan mereka, kasian nanti kerja nya gak fokus."
Melihat tatapan memelas adiknya membuat Nico mau tak mau menghela nafas pasrah.
"Yaudah sekarang kamu tidur ya!"
***
Setelah memastikan bahwa Ara sudah tidur Adit dan Dinda pun pulang. Nico tidak bisa mengantar Dinda karena tidak bisa membiarkan Ara sendiri dirumah akhirnya Dinda pulang dengan Adit.
"Kamu pulang sama Adit ya! Aku gak mungkin tinggalin Ara," ujar Nico sambil mengelus singkat puncuk kepala gadis yang di cintainya itu.
Entahlah Nico tidak tahu pasti kapan cinta itu mulai tumbuh. Tapi entah kenapa saat bersama Dinda dia merasa nyaman dia juga kagum dengan ketegaran gadis itu menghadapi masalah.
"Aku pulang sendiri aja bang," ujar Dinda sungguh dia benar-benar malas jika harus satu mobil dengan Adit.
"Din! Aku gak bisa anter kamu. Seenggaknya aku bisa tenang biarin kamu pulang sama Adit."
Melihat Dinda yang hendak protes Nico pun kembali bersuara. "Din please!"
"Oke fine!" pasrah Dinda.
Nico menghela nafas lega. "Take care!" ujarnya sambil mengelus kepala Dinda.
Adit sedari tadi hanya memperhatikan kedua sejoli itu. Jujur saja hatinya masih sakit melihat semua itu, tetapi dia akan berusaha ikhlas menerima semua, lagi pula sekarang ada hati yang harus dia pikirkan dia akan belajar mencintai Daisy.
"Gue pamit bang!" pamit Adit pada Nico.
"Hati hati!" pesan Nico sambil menepuk pelan punggung Adit.
Keadaan mobil hening tidak ada satu pun yang membuka suara, baik Dinda maupun Adit sangat tidak nyaman berada dalam situasi seperti ini.
Setelah sampai dirumah Dinda gadis itu langsung saja keluar dari mobil Adit tanpa satu kata pun. Adit hanya bisa menghela nafas pasrah.***
Adit telah sampai di apartment miliknya. Pria itu memasuki kamarnya dan langsung rebahan di kasur king size miliknya memikirkan masalah yang di hadapinya saat ini. Memikirkan hubungan persahabatannya dengan Dinda yang semakin renggang, bahkan tadi saat di mobil Dinda sama sekali tidak berbicara satu kata pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Araselly
Teen Fiction(End) Revisi ~~~ Araselly Salsabela "Mencintaimu adalah keinginanku, dan memilikimu adalah dambaanku." Ganendra Aditya Putra "Kau telah pergi, dan lukanya membuat aku tidak bisa berjalan seperti dulu lagi." ~~~ 💙💙 Happy reading Jangan lupa mampir...