Semuanya terasa hampa, aneh, menyebalkan dan memuakkan. Ya, setidaknya hanya bagi Boruto.
Ia kini terdiam di teras, memandangi kolam ikan Koi dengan ikan-ikannya yang berenang-renang bebas ke sana-kemari. Ia membayangkan bahwa rasanya barangkali sangat nikmat. Tidak seperti dirinya yang kini tengah dirundung oleh rasa sesal dan sakit.
Keterdiamannya sejak satu jam yang lalu tak mendapat hirauan sama sekali dari siapa pun yang ada di rumah besar ini. Ya, itu karena permintaan sang Putri Uchiha. Jika Boruto tidak sedang dalam rasa sesal mungkin saja ia akan membantah dan mengklaim dirinya pula bahwa ia pun Pangeran Uchiha. Begitulah perkiraannya jika Sarada seorang putri di rumah ini. Tapi, pada kenyataannya, sang pangeran malah tengah dirundung rasa bingung dan sesal. Alih-alih mencari cara untuk memperbaiki semuanya, ia malah termenung sendirian di teras sambil mengonversasikan perihal pangeran dan putri dalam pikirannya.
Bodoh memang.
Makan malam bahkan hampir mulai beberapa menit lagi. Naruto sudah meneleponnya dan berkata ia mengizinkan Boruto menginap di mansion Uchiha sehari atau selama apa pun yang Boruto mau. Asal bukan satu tahun. Dan Boruto mencibir kalau ia tak perlu izin apa pun darinya. Ah, sifat tak peduli Boruto itu benar-benar membuat Naruto tergelak namun hatinya terasa ngilu tak tertahan.
Entah apa yang terjadi pada Naruto setelah Boruto menutup telepon sepihak dengan cepat tanpa menunggu perkataan selanjutnya dari Naruto. Boruto tidak peduli dan ya ... itu bukan urusannya. Pikirnya.
Pintu bergaya khas Jepang dengan kertas berlambang kipas merah putih itu terbuka. Boruto menoleh ke belakang, Sakura datang membawa sebuah nampan berisi sekiranya beberapa makanan lezat yang masih hangat.
"Maaf ya, kau jadi tidak bisa ikut makan malam bersama di dalam."
"Mama, kau malah memperlakukanku seperti orang asing, tahu!" ujar Boruto. "tidak perlu minta maaf, aku tahu aku salah di sini."
Sakura sekonyong-konyong terkekeh, "Makan ini, aku membuatkan makanan favoritmu."
"Aku pikir, ini bukan waktu yang tepat untuk menyenangkanku. Tapi, terima kasih, Ma!" Boruto tersenyum.
"Ya, nikmatilah ... kau ingin ditemani?"
"Mama lebih baik makan malam bersama Papa dan Sarada. Jika Sarada tahu kau di sini maka amarahnya akan lebih besar padaku. Itu akan membuat kami sulit berbaikan, tahu," Boruto mengambil kentang goreng dan menyoleknya pada saus tomat. "Aku akan baik-baik saja ditinggal sendiri."
Sakura menggeleng. "Sarada makan di kamar, lalu Sasuke makan di luar, katanya ada urusan mendadak di kantor."
"Malam-malam begini?"
"Ya, itu hal yang wajar. Karena ini selasa malam dan masih banyak karyawan yang lembur di perusahaan."
Boruto mengangguk. Ia sedikit merasa aneh tentang suatu hal, namun lupa perihal apa. "Ma, aku ingin menanyakan sesuatu,"
"Ada apa?"
"Em—, hehe, aku lupa." Ia terkekeh. Sakura mengetuk kepala bersurai kuningnya lalu ikut tertawa.
"Kau ini! Oh iya ... bagaimana kabar semuanya di sana?"
"Mereka semua baik. Ya, baik. Hanya Himawari yang jahat." Boruto cemberut ketika mengatakan kalimat terakhir.
"Bukan begitu maksudku! Ah, kau benar-benar menyebalkan!" Sakura menjitak kepala Boruto untuk kedua kalinya malam ini. "Kau tampak sangat tidak menyukai Himawari, hei, apa yang membuatmu begitu?"
Boruto mengelus kepalanya, "Tanyakan saja pada Bibi Hinata, dia akan menceritakan semuanya padamu. Himawari benar-benar menyebalkan! Aku tidak tahu apa yang membuatnya begitu, tapi ia benar-benar berubah sejak Inojin pindah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Feeling ✔
FanfictionTinggal dalam satu atap, berbagi kehangatan keluarga satu sama lain selama hampir seumur hidup. Bagaimana kisah mereka? ~Complicated Feeling~ Hidup bersama sedari bayi sampai usia dewasa, Boruto dan Sarada tentu saling menyayangi satu sama lain. Nam...