"Paman, kenapa jadi seperti ini? Aku takut, aku sudah menyayangi Boruto. Sasuke dan yang lain sudah tahu hal ini. Aku ... benar-benar lelah dengan lubang besar ini. Rasanya sungguh rumit ketika dihadapi oleh sebuah pilihan yang semu untuk masa depan."
Temari meringis di balik pintu geser berbahan kertas itu. Ia menutup mata dan menghela napas dalam, bersandar pada tembok kayu dekat ambang pintu yang terbuka sedikit itu.
"Aku—,"
"Aku tidak bisa menjalaninya lagi. Aku lelah, Paman."
Suara Sakura terdengar sendu. Tampak sekali rasa sakit yang teramat dalam di hatinya dan ia lelah dengan semuanya. Temari hanya bisa menunduk sambil menguping di sana. Menunggu suara Sakura lagi.
"Ya?"
Sakura diam beberapa saat. Temari mengintip lewat celah pintu, lantas khawatir setelah melihat keadaan Sakura yang menutup mulut dengan paksa agar napas yang keluar dari mulutnya tak terdengar lirih. Wanita itu sesenggukan.
"Aku ... percaya hal itu," suaranya pelan. "tapi ... rasanya sungguh berat dan menyakitkan untuk semuanya. Aku hanya takut, semuanya akan berantakan dan menghancurkan kehidupan salah satunya, ah—,"
"Tidak. Bahkan yang terburuk adalah ... kami telah mempermainkan hidup keduanya dan kemungkinan yang akan terjadi di masa depan adalah—, ... saat di mana mereka merasa hancur, Paman. Paman, aku takut dengan hal itu." kata Sakura di sana, menangis kembali dengan suara dan air mata deras yang sudah tak bisa lagi ia bendung dengan pertahanan rapuh.
"Sakura," Temari berujar lirih, ingin sekali masuk dan memeluk temannya. Barangkali hal itu bisa membuatnya lebih tenang kendati tak akan mengubah apa pun. Karena yang menimpa mereka adalah suatu masalah permainan takdir yang dibuat oleh mereka sendiri. Dan kefatalan yang sudah terlihat di depan mata tak bisa lagi mereka hindari sebab sebuah risiko karma besar sudah menanti sejak lama.
Beberapa menit setelah perkataan Sakura tadi, akhirnya istri dari Uchiha Sasuke itu menutup panggilannya. Setelah itu, ia serta-merta meluruhkan segalanya. Semua luka yang telah lama tergores dan dipendam bertahun-tahun akhirnya bocor begitu saja. Temari lantas masuk dan langsung memeluk Sakura, erat.
"Sakura, tenanglah. Semua akan baik-baik saja." kata Temari. Ia ikut menangis di samping wajah Sakura yang terisak kencang.
Sakura tersentak namun tetap meluruhkan air mata beserta seluruh rasa sakit yang ia pendam. "Kau mendengarnya?" tanyanya lirih.
Temari mengangguk dan Sakura bisa merasakan gerakan kepalanya di sampingnya.
"Kenapa?"
Temari melepaskan pelukannya, lantas menatap serius pada kedua mata Sakura yang berlinang. "Karena aku tahu, kau menyembunyikan sesuatu dari kami semua. Bahkan pada Sasuke." Temari berkata tegas, namun cepat-cepat mengubah raut mengibai pada Sakura setelah mendapati tatapan memohon dari si wanita Uchiha.
"Tidak apa-apa, aku mengerti kenapa kau melakukan ini,"
"Temari senpai,"
Temari menggeleng. Ia mengusap air mata yang mengalir di kedua pipi Sakura. "Panggil aku Temari, Sakura, kita ini teman, bukan lagi seorang senior dan adik kelasnya."
Sakura menatapnya haru. Lalu tersenyum mengangguk, masih seraya menahan sesenggukan yang mulai lindap setelah mendapat senyum balasan hangat dari Temari.
"Dengarkan aku! Sakura, apa pun yang kaulakukan dan yang akan kaulakukan nanti, aku akan mendukungmu jika itu untuk kebaikan kita semua, jadi lakukanlah dan aku akan membantumu semampuku," kata Temari, terdengar pelan namun serius.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Feeling ✔
FanfictionTinggal dalam satu atap, berbagi kehangatan keluarga satu sama lain selama hampir seumur hidup. Bagaimana kisah mereka? ~Complicated Feeling~ Hidup bersama sedari bayi sampai usia dewasa, Boruto dan Sarada tentu saling menyayangi satu sama lain. Nam...