Bias cahaya matahari pagi yang merambat masuk lewat celah-celah ventilasi agaknya membuat Boruto mengernyit, refleks membalik tubuh untuk menghindar dari silau dan kembali larut pada alam bawah sadar.
Namun, tatkala jiwanya masih meronta-ronta minta untuk segera kembali tidur, matanya tak kunjung dibuat terpejam seperti tadi. Kelopaknya malah sulit tertutup dan telinganya tak dapat dibuat tuli sebab suara-suara menenangkan yang-harusnya-membuat seseorang mengantuk, malah membuat Boruto terbangun dengan segenap hawa yang berbeda.
Ia bangkit duduk. Mengusap kedua mata dan menguap asal sebelum meregangkan seluruh tubuhnya. Kemudian memandangi sekeliling ruangan dengan pandangan aneh.
"Ah, aku baru ingat, aku bukan sedang di rumah."
Boruto merasakan nostalgia di mana ia kali pertama menginap dan tinggal di rumah Paman Naruto, semuanya terasa mengejutkan ketika ia bangun. Dan sekarang Boruto mengalami hal itu lagi, tetapi yang ini rasanya lebih menyegarkan walau sedikit terasa masih asing pada lingkungan sekitarnya.
Beberapa menit ketika ia hanya terdiam di dalam kamar bernuansa kuno yang akan ia tempati sampai besok, Naruto mengetuk pintu sambil meminta izin untuk masuk.
Pria dengan tiga kumis di kedua pipi itu masuk setelah mendapat izin dan ia lantas mendekat pada sang putra yang menatapnya skeptis.
"Aku tahu ini masih pukul enam dan masih terlalu pagi untuk bangun di akhir pekan, tapi, bersiaplah karena ayahku akan mengajak kita ke air terjun!" bisik Naruto.
"Air terjun?" Boruto membelalakkan kedua mata. Naruto mengangguk.
Dan Boruto spontan mengambil ponsel pintarnya untuk melihat waktu. Ternyata benar, masih pukul enam lewat dua menit. Ia pikir hari sudah agak siang. Aneh sekali karena pantulan cahaya dari luar menunjukkan pukul sembilan pagi. Namun, karena tak mau berlama-lama dan ia juga tak ambil pusing perihal sinar matahari di luar, Boruto sekonyong-konyong mengambil kebutuhan bersih-bersihnya dan melaju ke kamar mandi yang terletak di sebelah rumah. Ia meninggalkan Naruto yang terkekeh atas tingkah antusiasmenya.
Naruto menggeleng sebelum keluar kamar untuk menemui sang ayah di halaman belakang rumah.
*****
Mansion Uchiha, Tokyo, 22 April 2018 {6.25 a.m}Sarada tersenyum memperhatikan tiap detail kain berbahan katun campur dengan satin berwarna hitam pekat dipadukan pernak-pernik sewarna yang malah menambah kesan gelap namun memesona dari gaun pemberian Boruto di tangannya yang merentang.
"Dia selalu tahu apa yang akan kusukai. Walau aku tidak terlalu menyukai warna hitam, tapi dia memang yang terbaik dan tak pernah asal pilih dalam hal apa pun untukku." monolognya, terdengar rendah dan penuh akan rasa haru yang menyendu di akhir kalimat.
Senyumannya luntur tatkala mengingat bahwa Boruto juga berkata kalau ia bukan cuma membelikan gaun untuknya, namun juga untuk Himawari dan untuk ... Sumire.
Pahitnya lagi, Boruto baru mengatakannya kemarin. Saat ketika lelaki itu akan pergi bersama Naruto ke Akita. Seminggu yang lalu, saat Boruto memberikannya gaun hitam ini, lelaki remaja itu hanya berkata kalau ia juga membelikan satu untuk Himawari. Namun ternyata, Boruto membeli tiga, di mana satunya adalah untuk seorang gadis bersurai ungu yang bernaung di panti asuhan milik keluarganya.
Bukan bagaimana, Sarada berpikir barangkali Boruto hanya ingin membagikan sesuatu pada seseorang yang mungkin memang membutuhkan. Namun, kejujuran lelaki itu kemarin entah mengapa malah membuatnya sedikit tak rela. Sebab Sarada tak mengetahui, apakah memang benar Boruto membelikan gaun juga untuk Sumire karena hal yang baik, atau hal lain? Hal yang merupakan segala kemungkinan bahwa di balik pemberian tersebut ada sesuatu yang menjerumus pada perasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Feeling ✔
FanficTinggal dalam satu atap, berbagi kehangatan keluarga satu sama lain selama hampir seumur hidup. Bagaimana kisah mereka? ~Complicated Feeling~ Hidup bersama sedari bayi sampai usia dewasa, Boruto dan Sarada tentu saling menyayangi satu sama lain. Nam...