57.1. Horrible Day?

607 91 131
                                    

Dulu, Kawaki tampak sekali tidak menyukainya. Bersikap dingin dan acuh padanya. Sarada selalu berpikir kalau Kawaki melakukan hal itu karena dia adalah putri keluarga pemilik panti asuhan tempatnya bernaung.

Dan alasan itu ternyata benar adanya. Hingga pada bulan Januari awal, sekitar empat bulan lalu, saat Kawaki dengan suara gamang juga seraut ekspresi ragu di hadapannya serta-merta menyebutkan suatu perasaan absolut yang dinamakan cinta itu tiba-tiba membuat Sarada terkejut bukan main. Pasalnya, Kawaki juga turut mengatakan semua perlakuan dinginnya kepada sang putri Uchiha itu memang atas dasar rasa segannya dengan beberapa keluarga Uchiha, karena memiliki hubungan atas kekeluargaan dalam hal menyambung dan menaungi hidupnya.

Sarada butuh seminggu lebih untuk mempertimbangkan pernyataan cinta dadakan dari Kawaki, sebab ia juga masih belum benar-benar lepas dari bayang-bayang akan rasa yang barangkali memang sulit untuk dibuang.

Hingga setelah berpikir setengah matang dan ia juga butuh seseorang yang benar-benar dapat ia jadikan sandaran sesaat, akhirnya Sarada memutuskan untuk menerima Kawaki sebagai kekasih pertamanya. Tentunya dengan wajah merah dan senyum-senyum malu yang kelewat canggung.

Sekarang, Sarada tengah berjalan pelan melewati koridor sepi untuk segera ke ruang UKS. Kawaki dirawat katanya, dan lelaki itu meminta Sarada secara langsung melalui pesan singkat untuk datang dan menemaninya di sana. Tak ada dokter atau penjaga UKS saat ini.

Beruntung pula, Sarada dan satu kelasnya sedang di pelajaran olahraga. Pak Rock Lee-ayahnya Metal Lee-tidak masuk jadi yang dilakukan teman-temannya juga tidak jelas. Mereka bebas melakukan apa pun selagi jam olahraga masih berlangsung. Sarada sudah diam-diam beringsut pergi dari Chouchou, Tsubaki dan yang lainnya untuk segera menemui Kawaki. Tadinya agak sulit, sebab Chouchou dengan gayanya yang penuh karisma itu selalu menjadikan dirinya sorot topik obrolan para gadis di kelas. Menyebalkan memang.

Sarada berhenti di depan pintu dengan stiker besar bertanda ruang kesehatan. Ia kemudian mengetuk pintu sebelum membukanya perlahan, lalu masuk sambil celingukan.

"Kemarilah,"

Kawaki tepat di ranjang ketiga dari dua buah brankar di ujung ruangan. Sarada mendekat dan berhenti di sampingnya.

"Kau sakit apa?" Sarada mengangkat tangannya dan menyentuh dahi Kawaki dengan lembut. "Hangat."

"Hanya sedikit pusing."

Sarada mengangguk. Kawaki kemudian bergeser dan menyuruh sang gadis duduk di sisi ranjang. Lalu mereka berhadapan sambil terdiam.

"Sepulang sekolah nanti, kau ada waktu luang-?" tanya Kawaki. Ia menggantung pertanyaannya untuk mengangkat tangan dan mengusap rambut Sarada. "Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat."

Sarada sejenak berpikir, lalu membuat raut bingung. "Kau sedang sakit. Mau ke mana?"

"Aku akan baik-baik saja. Sebenarnya aku ke UKS bukan karena pusing, tapi malas dengan pelajaran Bu Anko,"

Sarada mendengus. "Matematika?"

Kawaki mengangguk. "Tunggu aku di depan toko kelontong dekat halte nanti, ya."

*****
{4.02 p.m}

Sarada menggigit bibir bawahnya gusar. Ia takut seseorang melihatnya bertemu diam-diam dengan Kawaki seperti ini. Dan sialnya lagi, Kawaki belum juga datang padahal sudah hampir dua puluh menit Sarada menunggu sambil berdiri di dekat toko kelontong di sebuah gang dari arah jalan raya.

"Kenapa lama sekali, sih?!"

Sarada bersandar pada sisi tembok toko dengan sebelah kaki terangkat ke belakang dan kedua tangan dilipat di depan dada.

Complicated Feeling ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang