"Apa yang terjadi pada saat itu?"
Neji memandang lipatan jingga yang mulai lindap pada cakrawala. Senja perlahan tergulung digantikan pancaran menjelang malam berwarna ungu kebiruan. Lamunannya terbang pada memori gelap masa lalu.
"Pamanku tahu, kalau Naruto dan Shion putus. Sejak saat itu, Hinata mulai berani maju, ia didukung oleh Sasuke, begitupun sebaliknya. Hinata mendukung Sasuke untuk mengejar Sakura. Lalu paman merencanakan sebuah peristiwa yang bisa membuatnya memisahkan Naruto dan Hinata ketika hubungan keduanya sudah hampir melekat sepenuhnya,"
"Aku ada di sana saat itu. Begitu pula Shion dan para antek-antek paman. Paman sengaja memberi Naruto alkohol yang sudah dimasukkan obat perangsang oleh Shion. Ah, maaf-, kau masih kecil, aku takut kau tidak mengert-,"
Himawari menggeleng, "Tidak. Lanjutkan, aku tahu apa obat itu. Ya, walau aku tidak mengerti kegunaannya secara keseluruhan."
"Aku seperti sedang meracuni pikiran seorang gadis polos, ya." Neji tertawa seraya menggaruk belakang kepala. Himawari balas terkekeh. Konversasi yang tidak buruk. Mereka santai mengobrol dan Himawari seperti orang dewasa yang bijak dalam mendengar dan memahami.
"Baiklah, kulanjutkan," kata Neji, berdeham sebelum masuk kembali ke cerita. "yang Shion tahu, obat itu diberikan pada Naruto agar ia dan Naruto bisa melakukan sesuatu. Namun, ternyata yang sebenarnya adalah paman sengaja membuat Naruto meniduri Hinata, agar nama Hinata hancur di mata Kushina, begitu pun Naruto, agar paman mudah menolaknya dengan sebuah alasan-karena berani menyentuh putri sulungnya."
Himawari mengangguk. Ia mengerti hal ini. Usia hampir sepuluh tahun bukan berarti dia seorang gadis polos yang tidak tahu apa maksud dari perkataan barusan. Toh, ia terlahir di Jepang, di mana pelajaran seperti itu sudah ditanamkan sejak kecil oleh orang tuanya. Agar lebih bijak untuk menjaga diri nantinya.
"Padahal, Naruto dan Shion sudah beberapa kali tidur bersama sebelumnya, saat mereka masih menjalani hubungan kekasih. Bahkan, bagi Hinata, itu juga bukan yang pertama kali. Pamanku tahu kalau Hinata sudah pernah tidur dengan Sasuke. Dan ia sangat senang pada kejadian it-,"
"Tunggu," Potong Himawari, agak lambat sebab tercekat dan sempat tak paham sebelumnya. "Apa maksud Paman barusan? Ibuku? Dengan Paman Sasuke?"
Neji membuang napas kasar. "Ya. Mereka sahabat, seharusnya kau tidak kaget dengan hal itu. Ah iya, maaf, aku lupa sedang bicara dengan anak kecil." Ia tergelak kembali.
Himawari yang masih dalam kebingungan malah semerta-merta membuat raut tak dimengerti. Antara kesal namun tak percaya. Lalu pada akhirnya ia menghela napas dan berkata pada Neji untuk tidak menganggapnya anak kecil lagi. Oh, Himawari sepertinya akan lebih besar duluan, bahkan sebelum Boruto dan Sarada.
Neji akan melanjutkan kisahnya lagi setelah melihat Himawari yang tampak tak senang dengan candaan garingnya. Ia sedikit mengusap bahu si gadis kecil lalu serta-merta berkata gamang. "Ini hampir malam, kau tidak takut orang tuamu khawatir?"
"Mereka pasti akan khawatir, tapi tak apa. Lagi pula aku baik-baik saja di sini," jawab Himawari, terdengar sekali nada ketus dalam suaranya. Namun dalam lubuk hati ia merasa jahat pun cemas karena membuat orang tuanya tak tenang di rumah. "lanjutkan saja ceritanya."
"Bagaimana kalau kita pindah? Udara akan semakin dingin."
Himawari setuju dan akhirnya mereka pergi dari sana ke tempat yang lebih nyaman.
*****
Sarada berjalan mondar-mandir seakan tengah dirundung bingung. Ia masih menimbang-nimbang saran Chouchou tadi siang dan masih takut jika berani meluncurkan pertanyaan dengan lantang. Ia tentu tahu kalau hal itu tidaklah mudah dan barangkali akan memicu sebuah kecurigaan yang malah menambah masalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Feeling ✔
FanfictionTinggal dalam satu atap, berbagi kehangatan keluarga satu sama lain selama hampir seumur hidup. Bagaimana kisah mereka? ~Complicated Feeling~ Hidup bersama sedari bayi sampai usia dewasa, Boruto dan Sarada tentu saling menyayangi satu sama lain. Nam...