Tidak terlalu buruk. Hari ini masih sama seperti kemarin atau sebelum-sebelumnya. Namun, ada satu hal ganjal yang dipikirkan Boruto.
Kenapa Papanya ingin mengirimnya pada Paman Naruto? Ah, Boruto tak habis pikir. Untuk apa? Ia memakai nama itu karena berpisah sekolah dari Sarada, bukan berarti keluar dari Uchiha! Ini benar-benar menyebalkan. Tidak, bukan itu. Lebih buruk malah.
"Arghhh..." Boruto menggeram. Ia kini meremas surai kuningnya. Di kamar sendirian membuatnya bebas melakukan apa pun.
Belum beberapa jam sejak konversasi yang terjadi antara dirinya dengan Sasuke namun hal itu sudah sangat membuatnya kesal dirundung bingung. Masih berpikir apa yang harus ia katakan pada Sarada? Memang masih setahun lagi tapi tak mungkin juga jika ia berkata dengan santai bahwa dirinya akan pindah, sementara kemarin Sarada sudah mendapatkan rumah di Shibamata untuk mereka berdua.
"Aku tidak mau! Ini menyebalkan! Aku seperti dibuang dan diadopsi oleh Paman Naruto."
"Yabai!"
*Yabai: Gila. Bahaya.
Boruto menarik rambut bagian atasnya agak kencang. Berusaha sekuat mungkin untuk tetap berpikir jernih agar dapat menemukan alasan apa yang bisa membuat sang papa mengirimnya pada Naruto.
Masih banyak waktu untuk menciptakan rencana menggagalkan semua itu, tapi hanya satu yang bisa membantunya. Sarada. Hanya saja, gadis itu sebaiknya tak perlu tahu sebab dirinya pun tak ingin melihat Sarada terkejut, marah atau yang lebih buruk akan membenci papa mereka sendiri.
"Bagaimana ini?!" Geramnya frustrasi.
"Ah, besok aku harus ke rumah Shikadai dan meminta saran darinya."
Keputusan yang kurang tepat. Namun, apa lagi yang harus dirinya lakukan? Ya, itulah yang bisa dilakukan. Meminta saran teman yang barangkali malah akan menambah masalah. Seumpama Shikadai tak bisa menjaga rahasia atau apa pun itu semacamnya.
*****
1 tahun kemudian.Mansion Uchiha, Tokyo, 6 April 2016 {8.00 p.m}
Atmosfer ruangan terasa beku. Tak ada suara mengudara hanya untuk sekadar mengisi kekosongan pada sekat-sekat tembok dingin di setiap sisi.
Helaan napas meluncur cepat lewat hidung. Pejaman mata terasa panas ketika sang lelaki merasakan dirinya tak berkedip selama nyaris satu menit lamanya.
Pikirannya dipenuhi pertanyaan. Mengikuti saran teman atau percaya pada Sasuke lalu melakukan semua alur yang dijelaskan sang papa padanya. Boruto bingung.
Sarada di sisi sebelah kanannya yang tengah merebahkan diri di atas kasurnya dengan mata terpejam seraya mengutak-atik gelang kayu, sekonyong-konyong malah mengejutkannya dengan suaranya yang cukup keras.
"Hei, jangan berteriak!"
"Aku mengantuk!"
"Kalau begitu ya tidur. Kau malah membuat keributan di sini." Boruto membuat raut malas.
"Aku akan ke kamarku saja."
Sarada bangkit kemudian sedikit meregangkan pinggangnya yang pegal. Saat dirinya mulai melangkah, tangan kirinya ditahan oleh Boruto, membuatnya menoleh dengan tatapan bertanya.
"Aku ingin bicara padamu."
Sarada terkekeh. "Hei, ekspresimu itu terlalu serius. Ada apa?"
Boruto malah jadi kikuk. Ia lalu menggaruk belakang kepala lalu sedikit berdeham untuk menetralkan kecanggungan. Agak aneh memang, ingin bicara pada saudari sendiri namun rasanya sangat canggung dan ... sulit dijelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Feeling ✔
Fiksi PenggemarTinggal dalam satu atap, berbagi kehangatan keluarga satu sama lain selama hampir seumur hidup. Bagaimana kisah mereka? ~Complicated Feeling~ Hidup bersama sedari bayi sampai usia dewasa, Boruto dan Sarada tentu saling menyayangi satu sama lain. Nam...