Mansion Uchiha, Tokyo, 10 Juni 2007 {1.20 p.m}
Angin musim panas berembus perlahan. Harum aroma khas masakan terlewat begitu saja, ikut bersama angin yang berlalu dalam senyap.
"Besok kau sekolah ya?" tanya Sarada, memecahkan keheningan yang telah lama menemani mereka.
"Hm."
"Kenapa aku tidak ya?"
Sarada memandang langit biru dengan beberapa awan putih menggumpal membentuk bermacam-macam sesuatu saat dirinya membayangkan sebuah sekolah dengan banyak anak-anak di dalamnya. Tubuh kecil itu terjatuh di atas tanah ketika ia mendorong tubuhnya sendiri untuk rebah di sana.
"Mama bilang, kau sudah pintar. Kau tidak perlu belajar di sekolah. Di rumah, Papa dan Mama bisa mengajarkanmu apa saja," kata Boruto, surai kuningnya sedikit melambai terkena angin.
"Tapi aku mau bersamamu!" rajuk Sarada. Matanya mulai berkaca-kaca. "Aku juga mau sekolah, Boruto!"
"Kenapa tidak protes pada Papa?! Itu Papa yang bilang, kan? Kalau kau di rumah saja, tidak perlu sekolah!" seru Boruto, nadanya meninggi, membuat Sarada menangis.
Gadis kecil itu membalikkan tubuh membelakangi Boruto, ia menangis sejadinya. Tak peduli Mamanya akan marah jika ia rewel seperti sekarang ini.
"H-hei... Salad, jangan menangis, maafkan aku!" Boruto berujar sendu, ia pikir, dirinyalah penyebab Sarada menangis. Suara isakan yang semakin kencang itu membuat Boruto ingin ikut menangis juga, biarlah dibilang 'Cengeng', ia tak peduli.
Sarada makin mengencangkan isakannya, ia bangun dari posisi rebahan kemudian berlalu masuk ke dalam Mansion. Menaiki tangga hati-hati ketika melihat Mamanya tengah duduk di sofa ruang tamu. Saat sampai pintu, ia masuk ke dalam kamar, menguncinya lalu menangis di dalam.
Sungguh, perasaannya tak enak jika ia jauh dari Boruto. Ia juga ingin pergi sekolah, namun apa daya jika sang Papa sudah membuat titah. Ia sadar, dirinya anak yang pintar, yang tak perlu masuk ke taman kanak-kanak lagi. Belajar di rumah pun, ia pasti akan menjadi juara saat masuk sekolah dasar nanti tanpa pengalaman bersekolah sebelumnya.
Sarada mengusap air mata namun tak urung, air mata itu kembali keluar dari pelupuk mata sehitam jelaga miliknya.
Beberapa menit kemudian, sebelum rasa kantuk menguasai diri, Sarada menggumamkan terus nama Boruto di ambang batas rasa kantuknya. Hingga mata itu terpejam dengan napas yang teratur.
*****
Fuji Kindergarten, Tachikawa, Tokyo, 11 Juni 2007 {7.50 a.m}
"Jangan nakal ya, berkenalan dan bermainlah dengan baik. Nanti akan ada sensei-mu yang akan selalu menemani hari-harimu selama di sini, mengerti?" Sakura tersenyum manis sambil berjongkok di hadapan Boruto.
Boruto mengangguk, ia agak takut sebenarnya. Pandangannya menerawang ke seluruh penjuru taman kanak-kanak itu, ia rasa dirinya akan betah di situ. Mengingat betapa luasnya tempat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Feeling ✔
FanfictionTinggal dalam satu atap, berbagi kehangatan keluarga satu sama lain selama hampir seumur hidup. Bagaimana kisah mereka? ~Complicated Feeling~ Hidup bersama sedari bayi sampai usia dewasa, Boruto dan Sarada tentu saling menyayangi satu sama lain. Nam...