13. Different Choices

1.2K 146 43
                                    

Dentingan antara sendok dan garpu mengudara, mengisi keheningan yang tercipta dalam ruang makan bernuansa putih dan abu-abu dengan beberapa lukisan besar naga khas Jepang yang terpajang indah di salah satu sisi tembok.

Tidak ada suara lain selain kunyahan dan tegukan tertahan dari keempat orang yang tengah makan bersama di ruang makan tersebut. Ya, itu dikarenakan kebiasaan turun-temurun di dalam keluarga mereka, 'Dilarang berbicara saat makan!', tentunya, hal itu benar-benar menjadi tradisi tersendiri bagi mereka hingga kini.

Sesaat setelah makannya selesai, Sasuke sang kepala keluarga berdeham agak kencang, membuat semua pasang mata menoleh padanya. Lantas terpaku pada tatapan elang satu-satunya pria dewasa nomor satu di rumah itu.

"Ada apa, Sasuke-kun?" Suara Sakura menjadi pertanyaan perwakilan untuk dua orang yang sama sekali belum berani membuka suara.

"Hn. Aku ingin bertanya pada Boruto dan Sarada," kata Sasuke.

"Apa yang ingin papa tanyakan?" Sarada spontan menyahut cepat.

"Tentang sekolah menengah pertama mana yang ingin kalian tuju,"

Sasuke memandang keduanya, lalu tatapannya beralih pada Sakura. Sasuke sudah membicarakan hal ini pada istrinya itu sebelumnya. Dan juga, ia juga sudah bertanya pada orang tua kandung Boruto sendiri, tentang bagaimana keputusan Boruto nantinya, Naruto dan Hinata akan menyetujui apa pun yang dipilih Boruto.

"Aku masih belum bisa memilih, Papa," kata Sarada, pelan.

"Lalu, kau?" Tunjuk Sasuke pada Boruto, yang mana membuat Boruto agak bingung harus berkata apa.

"Emm, sebenarnya, aku sudah memilih sekolah mana yang ingin aku tuju," katanya, "dan juga, aku akan bersama Mitsuki di sekolah itu."

"Wah, kau memilih di mana, Boruto?" tanya Sakura dengan raut antusias yang sedikit kentara.

"Hehe, tidak terlalu bagus kok. Aku ingin bersekolah di tempat biasa saja, jadi, aku akan lebih banyak mengenal orang-orang kalangan bawah nantinya. Aku harap, Papa dan Mama menyetujuinya." ucap Boruto.

Sakura langsung menoleh pada Sasuke, barangkali pemikiran keduanya hampir sama mengenai keinginan Boruto ini. Sarada hanya menatap Boruto yang masih berharap dengan tatapan dalam pada Sasuke, dan Sarada juga berharap, semoga Boruto diperbolehkan, kendati pilihan Boruto tidaklah sama pada pilihannya nanti.

"Hn. Aku akan mengurusnya, lusa kita ke sana untuk mendaftar." kata Sasuke pada akhirnya.

Boruto tersenyum lebar dan berucap terima kasih pada Sasuke. Sasuke membalasnya dengan senyum tipis dan tatapan lembut.

"Dan Sarada, lusa kau ikut juga. Papa akan sekalian mencarikanmu sekolah,"

"Ah, iya Papa."

Setelah mengatakan hal itu dan mendapat jawaban dari Sarada, Sasuke berdiri dan izin ke kamar untuk bersiap berangkat kerja. Sakura mengikuti sang suami setelah mengatakan pada para pelayan untuk membereskan semua peralatan makan kotor yang baru saja terpakai.

"Sarada," panggil Boruto setelah kedua orang tua mereka pergi.

"Apa?" Sarada menoleh.

"Kenapa kau belum memilih? Ini sudah seminggu sejak kita lulus, lho,"

Sarada mengangkat bahu sambil membantu para pelayan merapikan piring-piring kotor yang akan dibawa ke wastafel.

"Apa kau mau satu sekolah denganku lagi?" tanya Boruto. Tatapannya mengarah pada satu-satunya jendela yang mengarah langsung ke luar rumah dalam ruangan tersebut.

"Tidak." jawab Sarada singkat dan nadanya terkesan dingin.

Boruto terdiam, pikirannya melayang pada kejadian tahun lalu, di mana ia berubah pada Sarada karena seseorang yang ia temui bersama Mitsuki di panti asuhan milik keluarga Uchiha. Sebenarnya, ia punya alasan kenapa dirinya memilih sekolah yang biasa saja mengingat betapa kayanya keluarga Uchiha, terutama keluarga Papanya dan keluarga Paman Shisui. Jika mau, ia bisa saja memilih sekolah terbaik di negeri ini yang bayarannya bahkan melebihi biaya hidup seorang rantauan di kota Tokyo. Tapi, Boruto merasa ingin berbaur dengan lingkungan kelas menengah ke bawah, itu bukan hal yang buruk, bukan? Sekaligus belajar tentang kehidupan dari orang-orang yang barangkali sulit menjalani hidup karena ekonomi.

Complicated Feeling ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang