"Sarada-chan!"
Izumi berteriak histeris. Sarada jatuh tepat di pelukannya. Gadis remaja keponakannya ini tiba-tiba ambruk setelah ia membukakan pintu dan langsung menangis histeris di dadanya. Pelukannya erat sekali, sekujur tubuhnya bergetar hebat.
Itachi turun dari lantai dua, langkahnya yang cepat membuat deritan keras dari papan kayu tangga rumahnya yang minimalis. Rautnya panik ketika mendengar Izumi meneriaki nama ponakannya ditambah jerit tangis Sarada yang teredam, membuatnya tergesa-gesa.
"Ada apa?!"
"Sarada?" Itachi benar-benar terkejut. Menemukan keponakannya menangis histeris dalam pelukan sang istri membuat ia bingung sekaligus panik.
Sebenarnya apa yang terjadi? Pikir Itachi.
Suara Sarada terdengar begitu pilu. Gadis itu seolah menumpahkan segala beban yang telah ia panggul sendirian sejak lama. Tangisannya sungguh membuat hati siapa saja turut teriris mendengarnya.
"Apa yang terjadi?" tanya Itachi pada Izumi. Istrinya hanya menggeleng tak mengerti, sambil terus-terusan mengusap-usap kepala hingga punggung Sarada.
"Sarada-chan, ada apa? Kau mengalami hari yang buruk? Ceritakan pada kami jika itu membuatmu lebih baik," Izumi berujar lembut ketika Sarada sudah agak tenang. "keluarkan saja semua tangisanmu jika itu dapat membuatmu lebih tenang."
Sarada masih terisak kencang namun tak sehisteris tadi hingga membuat orang lain panik. Namun, suaranya kini malah menarik siapa pun agar iba padanya. Terdengar sangat menyedihkan.
Itachi hanya menunggu dengan perasaan kalut disertai raut yang penuh kekhawatiran. Hei, apa yang dilakukan adik gilanya itu sampai membuat putri semata wayangnya sendiri terluka hingga menangis kencang seperti ini?! Itachi akan memutuskan apa yang akan ia lakukan pada Sasuke setelah keponakan kesayangannya ini berbicara.
.
.
.Sarada akhirnya benar-benar berhenti. Masih sesenggukan hebat, tentunya. Itachi dan Izumi membawanya duduk di sofa, dan memberinya minum seraya mengusap dahinya yang basah karena keringat dan rambut hitamnya yang kacau sehabis menangis.
"P-paman, Bibi ...," Sarada bersuara pelan, lirih.
"Ya," Keduanya menyahut bersamaan.
Sarada alih-alih kembali bersuara, malah tersenyum tipis. Ia menghela napas sulit, sesak membuat ia agak sulit mengambil udara untuk paru-parunya.
"Aku punya satu pertanyaan untukmu, Paman Itachi," Suara Sarada bercampur dengan isakannya yang tak kunjung selesai. "kau bisa menjawabnya dengan jujur, kan?"
"Ya. Apa yang mau kautanyakan? Aku akan menjawabnya jika itu membuatmu lega." jawab Itachi.
Sarada tersenyum tambah lebar. Kelopaknya bahkan terpejam, suaranya didominasi oleh perpaduan antara kekehan dan isakan bersamaan. "Kau berjanji akan benar-benar menjawabnya dengan jujur, kan?"
Itachi mengangguk pasti. "Apa pun, akan kujawab." Ia tersenyum lembut pada ponakannya.
Sementara Izumi di seberangnya mendadak memiliki perasaan kurang enak perihal pertanyaan apa yang akan Sarada utarakan, namun suaminya sepertinya tidak menyadari hal itu.
Di antara keduanya, Sarada kini mengembuskan napas dalam-dalam. Rasanya memang sulit untuk dikeluarkan, padahal sudah di ujung lidah. Namun, entah mengapa pertanyaan berat ini benar-benar sulit untuk disampaikan.
Dengan seluruh emosi yang masih ia tahan, Sarada akhirnya buka mulut. Paman dan Bibinya yang mengapit dirinya kini terpaku, tak ayal tampak sekali tertohok dengan apa yang baru saja ponakan mereka katakan dengan suara parau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Feeling ✔
FanfictionTinggal dalam satu atap, berbagi kehangatan keluarga satu sama lain selama hampir seumur hidup. Bagaimana kisah mereka? ~Complicated Feeling~ Hidup bersama sedari bayi sampai usia dewasa, Boruto dan Sarada tentu saling menyayangi satu sama lain. Nam...