Lingkup cahaya yang dapat ditangkap oleh netranya hanya sekelumit, hingga ruangan yang terlihat hanya remang-remang bagai berada di sebuah bangsal rumah sakit tak berpenghuni.
Kepalanya pening. Ia masih belum bisa menyesuaikan sorot cahaya lampu yang terpancar tepat ke arah kedua matanya. Ketika dua kelopak pucat itu terbuka, menampilkan iris biru langit yang indah namun tersirat kekosongan, ia spontan memejam kembali sejemang. Dari samping, seseorang lantas memeluknya dengan erat, menyembunyikan wajahnya tepat di ceruk lehernya.
"Akhirnya kau sadar, Boruto."
Suara kecil Sarada bergema hingga menciptakan getaran besar di telinga hingga hati Boruto. Ia membuka mata kembali.
"S-Sa-rada?" Bisiknya, berusaha menoleh ke kiri.
Perlahan, sorot matanya kini mulai menampilkan genangan cahaya yang sempat hilang. Dalam hati ia bersyukur, mereka berdua baik-baik saja.
"Ini ... bukan mimpi, kan?" tanya Boruto, pelan, tepat di telinga kanan Sarada.
Sarada di lehernya menggeleng. "Tidak. Aku yakin ini bukan mimpi, kita sama-sama sadar, dan kita berdua sudah mendapat pertolongan,"
Boruto mengembuskan napas, penuh kelegaan. "Syukurlah, kau baik-baik saja." Ia terpejam sembari tersenyum lembut.
"Tidak," Sarada menggeleng kuat. "akulah yang bersyukur karena kau selamat. Kau tahu, kulitmu membiru dan aku benar-benar ketakutan saat itu." Ia menangis kembali, isakannya membuat hati Boruto teriris, inilah tangisan Sarada yang ada dalam halusinasi Boruto ketika ia tak sadar karena tengah di ambang kematian.
Boruto lantas mengelus punggung ringkih sang gadis sambil tersenyum perih. Air matanya berlinang haru sekaligus tak suka dengan suara tangis si gadis. Namun, pelukan mereka ini ... rasanya sangat hangat, berbeda dengan yang ia rasakan semalam. Kendati perasaan senang menjalar sepanjang malam, namun suhu dingin dan rasa khawatir membuat keduanya melupakan kehangatan pada hati masing-masing. "Tidak apa-apa. Tenanglah, aku baik-baik saja. Bahkan, aku rasa aku bisa bernapas lancar sekarang." katanya, berusaha menghilangkan rasa khawatir yang masih hinggap dalam hati Sarada.
"Aku baru bisa tenang ketika kau ...,"
Sarada berhenti, perlahan mengambil napas dalam namun setelah Boruto menunggu beberapa detik, ucapannya tak kunjung dijawab.
"Apa?" tanya Boruto.
Sarada tak bicara apa pun lagi setelah itu. Boruto merasakan berat tubuh sang gadis sedikit bertambah dan ia yakin Sarada bersandar penuh di atas dadanya.
"Sara? Sarada? Kau baik-baik saja?"
Boruto berusaha untuk bangun, ketika ia menoleh, Sarada tak sadarkan diri dalam pelukannya. Wajahnya pasi, cepat-cepat ia menekan tombol nurse call untuk memanggil dokter, perawat atau siapa pun yang bisa membantu pada situasi mereka saat ini.
Dua menit berlalu, Sakura datang dengan raut agak panik namun sesegera mungkin melangkah dengan tenang agar tidak membuat keributan.
"Syukurlah kau sudah sadar, Boruto. Kau baik-baik saja, kan? Ada apa?" Sakura menelisik ke ranjang samping Boruto. Sarada tampak memejamkan mata dan Boruto setia menunggu di sampingnya sambil berdiri.
"Ya. Aku baik, Ma. Tapi ... Sarada pingsan, aku tidak tahu apa penyebabnya. Tolong periksa dia," kata Boruto, khawatir.
Cepat-cepat Sakura memeriksa keadaan sang putri. Kemudian menghela napas lega hingga Boruto di sana mulai tenang melihat raut Sakura yang menunjukkan keadaan Sarada masih terbilang baik.
"Dia hanya masih belum sehat sepenuhnya. Sama sepertimu, tenanglah, Sarada akan baik-baik saja dan kau juga akan baik-baik saja jika tetap beristirahat." ucap Sakura. Ia membawa Boruto ke ranjangnya dan menyuruhnya untuk tidur kembali. Sempat menawarkan makanan namun Boruto menolak dan mengatakan kalau ia tidak lapar. Lagi pula ia memakai infus di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Feeling ✔
FanficTinggal dalam satu atap, berbagi kehangatan keluarga satu sama lain selama hampir seumur hidup. Bagaimana kisah mereka? ~Complicated Feeling~ Hidup bersama sedari bayi sampai usia dewasa, Boruto dan Sarada tentu saling menyayangi satu sama lain. Nam...