"Hei, kenapa melamun? Ayo kita ke sana, tadi aku melihat parfait tiramisu. Sisa hanya beberapa, aku tidak ingin kehabisan."
Sarada menoleh ketika Chouchou menarik lengannya. Semerta-merta mengedipkan mata cepat kemudian tersadar setelah beberapa detik.
"Kau sendiri saja, aku sudah kenyang."
Chouchou menghela napas malas, "Oh, ayolah, Salad. Ini pesta pernikahan pamanmu, kau tidak boleh melewatkan hari-hari seperti ini, makanan adalah hal utama yang harus kau tuju dalam pesta seperti ini, walau perutmu sudah kenyang sekalipun." katanya, ia bahkan memanggil Sarada dengan panggilan kecilnya, panggilan yang biasa Boruto pakai untuknya.
Sementara Sarada menatap Chouchou gemas, bukannya apa. Hei, ia bahkan sudah hampir mencoba semua hidangan yang ada di meja prasmanan. Sarada alih-alih bersyukur, malah ingin sekali mengumpat. Padahal, dulu saat ia kecil, pamannya—Uchiha Itachi—berkata kalau dirinya akan menikah di kuil dan tidak ingin membuat pesta besar seperti ini. Ah, pamannya itu barangkali lupa dengan ucapannya yang memang sudah hampir tujuh tahun yang lalu. Inilah yang membuat Sarada kesal, kalau saja sang paman benar-benar memenuhi perkataannya, ia tidak akan berlama-lama dalam keramain orang-orang dewasa di pesta pernikahan seperti ini.
Pada akhirnya, Sarada hanya berpaling dan dengan sedikit rasa enggan pada rautnya, ia menerima ajakan Chouchou.
Mereka sedikit kesulitan ketika melewati para tamu undangan yang tengah berbincang ria sepanjang jalan menuju surganya Chouchou—bagi Sarada.
"Yah, sudah habis," Nada suara yang mengudara dari mulut si teman gempalnya membuatnya iba. Namun, dalam hati senang karena ia bisa mengajak Chouchou keluar dari pesta.
Setelah melewati kerumunan untuk kedua kali, mereka akhirnya tiba di halaman belakang kediaman. Sarada menemukan nenek Mikoto yang tengah berbincang-bincang hangat bersama nenek Mebuki dan ibu dari Bibi Izumi, istri Paman Itachi.
Sarada berpikir untuk pergi dari sana, menghindar sebelum terjebak pada konversasi bak arisan ibu-ibu tua tersebut. Sarada dan Chouchou jelas saja malah akan mati bosan karena yang dibahas hanyalah tentang kisah masa lalu, atau bertanya-tanya apakah mereka sudah bisa memasak atau merajut di usia mereka saat ini.
"Terang-terangan sekali." gumam Chouchou.
"Apanya yang terang-terangan?" Sarada mengernyit bingung.
"Kau baru saja menghindar. Tapi aku bingung, kenapa mereka tidak berbincang dekat dengan pengantin?"
Sarada berkacak pinggang, "Itu tidak penting, mungkin saja mereka sedang mencari udara segar."
Di ujung dekat pagar tembok, seekor burung elang milik Sasuke bertengger manis di atas jari seorang anak laki-laki.
Dengan wajah datar, si lelaki memainkan bulu-bulu cokelat burung itu dengan jari satunya yang bebas. Tuxedo-nya sudah berantakan, bahkan kemeja putihnya sudah keluar acak dari celana hitamnya.
Chouchou perlahan-lahan mendekat pada Sarada, "Siapa dia?"
"Ah," Sarada terperangah. "Dia ... salah satu anak di panti asuhan keluargaku."
"Wah, dia tampan, ya! Kau tahu namanya?"
"Kawaki." jawab Sarada, cuek.
"Oh, tunggu dulu! Aku baru tahu kalau anak-anak panti ada di sini, apa mereka diundang ke pesta paman Itachi?"
Sarada menghela napas dalam. Sekelumit rasa sesak di dada kembali dirasakan ketika akan menjawab. "Ya. Bahkan, teman-temannya Boruto ada di dalam."
"Oh, jadi ... teman-teman yang bersama Boruto sedari tadi itu?"
"Hm."
"Bukankah itu teman sekolahnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Feeling ✔
FanficTinggal dalam satu atap, berbagi kehangatan keluarga satu sama lain selama hampir seumur hidup. Bagaimana kisah mereka? ~Complicated Feeling~ Hidup bersama sedari bayi sampai usia dewasa, Boruto dan Sarada tentu saling menyayangi satu sama lain. Nam...