33. Anxiety and Nuisance

701 109 44
                                    

"Kalau aku ikut tadi, itu malah akan jadi masalah, karena Sumire pasti akan menanyakan hubunganku dengan Papa."

Boruto menatap langit-langit kamar, baru saja ia kembali dari jendela setelah mobil Sasuke menjauh dari rumah. Tadinya, rasa kesal memenuhi hatinya karena ia kalah bersuit dengan Sarada, padahal dirinya ingin sekali ikut ke panti asuhan agar bisa bertemu beberapa teman-teman sekolahnya. Terutama Sumire, ia ingin mengucapkan salam natal padanya.

"Argh! Tapi, aku pernah ke sana sebelumnya bersama Papa, kan? Dan itu baik-baik saja. Jika ditanya, aku bisa saja berbohong dan mengatakan kalau Papa adalah teman Paman Naruto. Itu sudah cukup." gumamnya kesal.

Boruto bangkit dan duduk di pinggir ranjang. Menggaruk kepala dengan kasar sambil sesekali menghela napas berat. "Sudah hampir dua Minggu kami tidak bertemu."

"Bertemu siapa?" Bisik seseorang di telinga kanannya.

"Kyaaa?!?!"

Sakura tertawa melihat reaksi kaget Boruto, ia lalu duduk di sampingnya dan bersiap untuk meminta penjelasan.

"K-kapan Mama masuk?"

Sakura mengangkat kedua bahu, "Baru saja, sejak kau berkata 'sudah hampir dua Minggu kami tidak bertemu', dan dengan siapa itu?"

Boruto memasang raut masam. Alih-alih kaget, ia justru bersikap malas seolah perkatannya tadi tidak akan jadi masalah bila mamanya tahu tentang perasaannya.

"Hm... aku hanya merindukan temanku," jawabnya.

"Teman? Laki-laki? Atau perempuan?" Sakura mendekatkan wajahnya pada Boruto, nada suaranya terdengar menggoda.

Boruto tersedak ludahnya sendiri ketika akan menjawab, ia lalu bangkit dan berkata ingin ke dapur untuk minum. Kabur dari interogasi Sakura.

Sementara di sana, Sakura tersenyum seraya menggeleng kepala tak habis pikir. Senang rasanya ketika ia tahu bahwa Boruto sudah memiliki pujaan hati. Sekarang, hanya tinggal menunggu siapa anak laki-laki yang Sarada sukai saat ini. Kendati dalam usia mereka masih terbilang perasaan suka atau kagum barangkali adalah cinta monyet, tapi, siapa yang tahu ke depannya, bukan?

*****
{8.22 a.m}

Sarada tersenyum canggung tatkala telapak tangan kanannya bersentuhan langsung dengan Sumire. Ia dengan ragu memberikan senyum terbaiknya yang—sialnya—terlihat tidak tulus.

Sumire, dialah salah satu dari dua anak yang belum diberi hadiah kemarin dan satunya lagi adalah orang yang tak pernah Sarada sangka-sangka ternyata bahwa Kawaki yang juga belum menerima hadiah natal dari keluarganya.

Obito selaku ayah panti di sana berjalan mendekat saat Sarada mulai merasa malas dan bingung harus berucap apa lagi di hadapan gadis bersurai ungu itu. Sumire sudah mengatakan terima kasih dan memberi salam natal padanya. Sarada tak berniat mencari topik lain untuk dijadikan bahan obrolan, karena ia merasa tidak enak terus-terusan dalam situasi tersebut.

"Kalian kenapa tidak ke dalam? Di luar dingin, lho," kata Obito.

"Paman, di mana Papa?" Sarada lantas bertanya dengan cepat.

"Ah, papamu ada di dalam. Aku rasa, ia sedang berusaha membujuk istriku tentang renovasi bangunan panti bagian halaman belakang."

"Memangnya, apa yang terjadi dengan halaman belakang?"

"Lapangan yang sering dijadikan anak-anak bermain hancur dan harus diperbaiki, karena bisa membuat anak-anak terpeleset dan jatuh ke lubang," Sumire yang menjawab pertanyaan Sarada.

Sarada lalu menatapnya sambil mengangguk paham.

"Mumpung ini musim dingin, anak-anak tidak akan berlari-larian di lapangan, tapi saat malam tahun baru hal itu akan jadi masalah jika tidak segera diperbaiki, karena lapangan akan dipakai," kata Obito, tampak sekali tengah menahan rasa lelah sebab pusing yang melanda kepala. "tapi, Rin menolak bantuan Sasuke. Padahal, panti ini juga tanggung jawab sepupuku itu. Hah ... mau bagaimana lagi? Biar Sasuke sendiri yang sekarang sedang membujuk Rin."

Complicated Feeling ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang