43. Reel

552 88 27
                                    

Tokyo, 2 April 2018 {7.02 a.m}

"Aku merasa pusing."

Sarada memegang erat tangannya masing-masing. Jari-jarinya saling bertautan disertai keringat dingin yang kini membasahi dua telapak tangannya.

Boruto menatap sang saudari. Ia yakin sekali bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja.

"Hei," Ia memanggil.

Sarada lantas menoleh. Jujur saja ia gugup, bukan pusing karena sakit atau apa. Namun, ia sudah merasa ingin pulang tatkala mobil yang membawa dirinya bersama Boruto masuk gerbang sekolah, ia sudah dihadapkan oleh kehidupan sekolah menengah atas yang nyata. Alih-alih senang, ia malah takut sebab sekolah mereka ini adalah sekolah elit, terdapat jajaran anak-anak pintar, bertalenta dan jenius di dalamnya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Boruto, pelan.

Sarada masih bergeming, ia menatap Boruto yang kini memegang erat kedua tangannya yang terpaut. "Papa menunggu kita," Boruto mengarahkan dagunya ke depan. Di kaca spion tengah, Sasuke melihat pantulan mereka kemudian tersenyum tipis.

"Apa kau merasa gugup, Sarada?" Sasuke bertanya dengan lembut. Ia sudah telat masuk kerja namun tetap rela menemani anak-anaknya hingga benar-benar masuk ke dalam kelas yang sudah diatur. Baru kemudian lekas pergi. Namun, di sini jelas saja putrinya memperlambat keberangkatan kerjanya.

Sarada sebenarnya baik-baik saja. Oh, lebih tepatnya secara fisik, namun pikirannya masih tak bisa dibuat tenang dan hatinya pula sudah tak keruan sebab takut jika ia dan Boruto bertemu seseorang yang tak pernah ia inginkan berada di kelas yang sama.

Gadis itu perlahan melepas genggaman tangan Boruto kemudian mengatur napas dalam. "Ayo kita keluar," Ia membuka pintu mobil pelan-pelan. Baru terbuka sedikit rasanya sudah sangat panas, ia jadi lebih suka di dalam dengan pendingin ruang mobil.

Boruto mengikuti, Sasuke baru keluar setelah Sarada dan Boruto berpijak dengan benar di aspal tempat parkir sekolah.

Setelah dirasa Sarada benar-benar tak merasa buruk, akhirnya mereka berjalan hingga ke lapangan yang mengarah ke gedung sekolah. Bisa dilihat tulisan besar di sana, 'Horikoshi Gakuen'. Sarada membacanya dengan suara hati yang kurang rela. Aroma musim semi tak lagi menenangkannya setelah membaca papan nama besar itu.

"Papa, sampai sini saja. Aku akan menjaga Sarada, lagi pula kami sudah jelas satu kelas, kan? Pergilah, kau sudah terlambat." Boruto berbalik ke arah Sasuke yang berjalan tepat di belakang mereka.

"Hn, baiklah. Semoga hari kalian menyenangkan! Sarada, jaga dirimu baik-baik, Papa berangkat."

Boruto dan Sarada sedikit menunduk untuk memberi salam. Sasuke segera meninggalkan mereka untuk bekerja. Kini, hati Sarada makin dilanda rasa enggan untuk kembali melangkah masuk ke dalam gedung. Ia bahkan memelankan langkahnya saat mencapai tangga menuju lapangan yang menyatu pada koridor depan sekolah.

Boruto melihat hal itu, ia bahkan diam dan menunggu Sarada jalan duluan agar bisa mengawasinya dari belakang. Namun, karena ada beberapa siswa yang sepertinya merupakan senior akan mengarah pada mereka, ia segera menarik lengan Sarada untuk berjalan cepat menuju mading sekolah, melihat letak kelas mereka berada.

Kelas 10 IPA A (University Class). Sarada benar-benar tegang saat Boruto lantas menarik lengan kanannya kembali menuju kelas yang sudah ditemukan lewat denah di mading. Jantungnya berdegup kencang sekali kala tiap-tiap jendela telah mereka lewati. Sarada baru menyesal karena lulus tes masuk ke sekolah ini. Harusnya ia menjawab asal waktu itu, agar tak diterima kendati memiliki uang banyak.

Ia masih berdoa, semoga saja bertemu banyak teman-teman lamanya. Ia berharap Chouchou dan yang lainnya lulus tes di sini dan mereka bisa satu kelas lagi. Ia benar-benar berharap, atau barangkali jika teman-temannya tak lulus maka ia berharap pula anak-anak panti banyak tak lulus ujian masuk, termasuk gadis itu.

Complicated Feeling ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang