[8.3] : Kebencian yang Mendalam

255 42 13
                                    

Setelah melalui minggu-minggu yang berat, akhirnya ujian akhir semester resmi dimulai. Setiap kelas tampak sunyi dengan murid-muridnya yang sibuk mengerjakan soal ujian. Ada yang tampak begitu lancar mengerjakan soal ujiannya, dan ada pula yang tampak kebingungan. Terlihat dari lirikan mata mereka yang menerawang ke samping kiri-kanannya untuk mendapatkan sebuah jawaban.

Biasanya dalam minggu-minggu ujian seperti ini, mereka akan pulang lebih cepat dari biasanya. Ini dikarenakan pihak sekolah memberikan waktu yang lebih lama untuk mereka bisa belajar mandiri di rumah ataupun datang ke tempat bimbingan lebih awal dari biasanya. Intinya, pihak sekolah benar-benar ingin murid-muridnya dapat memaksimalkan waktu belajar mereka sehingga dapat memberikan hasil yang terbaik demi reputasi sekolah.

Heejin keluar dari kelas begitu cepat setelah ia mengumpulkan lembar jawabannya pada guru yang menjaga. Walaupun ia sudah keluar dari kelas, ia memutuskan untuk tetap berdiri di depan kelasnya. Lebih tepatnya, ia sedang menunggu seseorang keluar dari sana.

Yeji baru saja keluar dari kelas dan dengan cepat langsung ditarik oleh Heejin. Yeji yang tidak siap itu segera terhuyung-huyung dan berusaha untuk menyeimbangkan langkahnya dengan langkah Heejin. Perempuan itu tidak tahu sama sekali apa maksud Heejin tiba-tiba menariknya seperti itu. Apalagi, wajah Heejin terlihat sangat tidak ramah.

Heejin membawa Yeji ke lorong kelas yang sudah sepi. Begitu sampai di sana, Heejin segera menyentakkan tangan Yeji dan menatap tajam ke arahnya. Perempuan bermarga Hwang itu benar-benar tidak tahu apa salahnya hingga Heejin tampak begitu marah saat ini.

"Wah...jadi ternyata selama ini rankingmu tinggi karena menyontek?" Heejin melipat kedua tangannya di depan dada sambil menaikkan salah satu alisnya.

Deg!

Jantung Yeji seakan berhenti berdetak saat itu juga. Bagaimana Heejin bisa mengetahuinya? Padahal ia sudah melakukannya dengan sangat hati-hati. Bahkan pengawas ujian tidak mengetahuinya sama sekali.

Walaupun Yeji sudah tertangkap basah, tapi ia tidak ingin menampilkan ekspresi wajah yang diinginkan oleh Heejin saat ini. Ia berusaha untuk bersikap setenang mungkin. "Sejak kapan aku nyontek. Halu ya? Atau...jangan-jangan kamu sendiri ya ngelakuinnya tapi malah nuduh orang?" Kini giliran Yeji yang memberikan serangan pada Heejin. Tentunya Heejin tidak terima dengan ucapan Yeji itu dan membuatnya semakin geram.

"Aku liat dengan mata kepalaku sendiri ya kalau kamu nyontek. Aku liat kamu bawa kertas kecil yang isinya contekan rumus. Nggak usah ngelak deh. Pokoknya aku bakal ngelaporin hal ini ke wali kelas. Kita liat aja gimana nasib seorang Hwang Yeji setelah ketahuan menyontek." Balas Heejin dengan penuh keyakinan.

Heejin yang hendak beranjak dari tempat itu segera ditahan oleh Yeji. Yeji menarik tangan Heejin lalu membanting tubuh perempuan itu ke dinding. Heejin langsung berteriak kesakitan saat punggungnya bertabrakan langsung dengan dinding lorong. Tentu saja Heejin tidak terima dengan perbuatan Yeji itu dan langsung memberikan tatapan nyalang ke arah perempuan bermarga Hwang itu.

"Sikapmu jadi berubah deh selama beberapa minggu terakhir ini. Lebih tepatnya setelah Jinyoung meninggal. Kenapa? Kamu sedih karena dia udah mati?"

"Apa sih yang kamu bicarain? Ngapain jadi bahas Jinyoung? Aneh deh kamu..."

"Kalau gitu bisa jelasin ke aku kenapa sikapmu jadi dingin ke aku? Bukannya selama ini kita berteman? Kenapa mendadak seperti ini? Atau jangan-jangan memang seperti ini sifat aslimu?"

Heejin mendecih pelan mendengar pertanyaan Yeji itu. Ia menghempaskan tangan Yeji yang mencengkram kerah bajunya lalu mulai merapikannya. Setelah itu ia menatap remeh ke arah Yeji."Berteman? Sejak kapan kita berteman? Ah..nggak. Lebih tepatnya sejak kapan anak-anak Kelas A punya teman? Bukannya kita semua nganggep orang lain sebagai saingan ya? Memangnya bisa orang kayak kita berteman?"

Mystery of Class A | 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang